Gempa berkekuatan M 4,9 mengguncang wilayah tenggara Kabupaten Bekasi pada Rabu 20 Agustus 2025 sekitar pukul 19.54 WIB. Gempa darat ini tak hanya dirasakan oleh warga yang tinggal di Jabodetabek, tetapi getarannya juga terasa hingga Kota Bandung.
Warga Cikarang bernama Diana saat itu sedang berada di kosnya di kawasan Mekarmukti, Cikarang.
“Awalnya lagi tiduran, terus tiba-tiba bunyi kayak ‘dredek’ gitu, saya pikir hewan di atas loteng. Di depan goyang juga kan, baru saya kaget, ih gempa,” kata Diana.
Ia kemudian lari ke luar rumah. Dia menyebut warga lainnya juga berhamburan ke luar rumah saat gempa terjadi.
“Terus mbak-mbak pada ke luar kosan, ya udah kita kabur juga ke bawah, ngumpul di depan pintu,” jelasnya.
Berdasarkan publikasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) gempa ini terjadi pada kedalaman 10 kilometer. Dengan koordinat 6.48LS, 107.24BT.
Jika kita masukkan koordinat tersebut ke dalam Google Maps, pusat gempa berada di tengah-tengah area persawahan. Lokasinya terletak di Kutalanggeng, Tegalwaru, Karawang.
Diukur dengan menggunakan Google Maps, jarak dari episentrum gempa ke pusat pemerintahan Kabupaten Bekasi sejauh kurang lebih 27 kilometer. Sementara itu pusat ke Gedung Bupati Karawang berjarak sejauh 38,2 kilometer.
Permukiman terdekat dari pusat gempa, berada sekitar 700 meter ke arah selatan. Titik pusat gempa diapit oleh dua tempat permakaman umum (TPU) Kutalanggeng dan TPU Kampung Cinaga.
Sementara itu pada gempa susulan ketiga berkekuatan M 2,7 yang terjadi pada pukul 22.56 WIB, pusat gempa bergeser kurang lebih satu kilometer ke arah selatan dibandingkan dengan pusat gempa yang pertama.
Pusat gempa susulan ini terjadi di area persawahan, yang jaraknya hanya sepelemparan batu atau sangat dekat dengan permukiman dan sejumlah fasilitas umum di wilayah Kutalanggeng.
Menurut analisis Badan Geologi, lokasi pusat gempa memiliki morfologi wilayah yang didominasi daratan, berombak, bergelombang hingga pegunungan.
“Litologi penyusun wilayah ini terdiri atas batuan sedimen berumur Tersier, batuan gunung api berumur kuarter, serta endapan aluvium berumur Resen. Batuan yang telah mengalami pelapukan dan/atau sedimen permukaan berpotensi memperkuat guncangan gempa bumi,” ucap Kepala Badan Geologi, M. Wafid dalam keterangannya.
Secara umum dia menjelaskan, kekerasan batuan permukaan dipengaruhi oleh umur dan jenis batuan. Batuan yang berumur lebih muda atau yang telah mengalami pelapukan mempunyai kekerasan lebih rendah begitu juga sebaliknya.
Wafid menyebut, berdasarkan data tapak lokal (Vs30), wilayah terdekat dengan pusat gempa bumi diklasifikasikan ke dalam kelas tanah C (Tanah Sangat Padat dan Batuan Lunak), kelas tanah D (Tanah Sedang), dan kelas tanah E (Tanah Lunak).
“Keberadaan kelas tanah yang lebih lunak ini berarti bahwa potensi guncangan gempa bumi di area tersebut bisa terasa lebih intens,” jelasnya.
Bersasarkan hasil analisis itulah, Badan Geologi menyimpulkan gempa Bekasi terjadi akibat adanya aktivitas dari Sesar Baribis, sesar yang melintang melewati sejumlah wilayah di Jabar seperti Cirebon, Indramayu, Majalengka, Subang, Purwakarta, Karawang, dan Bekasi.
“Analisis parameter sumber gempa bumi menunjukkan bahwa gempa ini diakibatkan oleh sesar naik pada zona Sesar Baribis,” terang Wafid.
Badan Geologi juga mengeluarkan sejumlah rekomendasi terkait kejadian gempa Bekasi, salah satunya meminta masyarakat untuk tenang dan tidak terpancing isu yang belum jelas kebenarannya.
Wafid juga meminta masyarakat untuk proaktif melakukan pemeriksaan mandiri kondisi bangunan pascaterjadi gempa, termasuk menjauhi daerah yang rawan terjadi bencana pergerakan seperti area tebing.
“Masyarakat diimbau menjauhi daerah tebing yang berpotensi terjadi gerakan tanah, terutama saat terjadi hujan. Kejadian gempa bumi ini diperkirakan tidak diikuti oleh bahaya ikutan, seperti retakan tanah, penurunan lahan, likuefaksi dan longsoran. Oleh karena itu masyarakat tidak perlu khawatir,” pungkasnya.