Penemuan fosil berusia 25 juta tahun di pesisir Victoria, Australia, membuka wawasan baru tentang evolusi paus. Fosil tersebut diidentifikasi sebagai spesies baru bernama Janjucetus dullardi, yang resmi dicatat dalam Zoological Journal of the Linnean Society.
Tidak seperti paus modern yang berukuran raksasa, Janjucetus dullardi hanya sekitar tiga meter panjangnya, cukup kecil untuk muat di tempat tidur. Namun, sebagaimana dilansir dari infoInet, bentuk tubuhnya jauh dari lembut, berahang kuat, bergigi tajam, serta moncong menyerupai hiu, menjadikannya predator laut yang buas.
“Penampilannya mungkin tampak lucu, seperti campuran paus, anjing laut, dan Pokemon. Tapi mereka punya ciri khasnya masing-masing,” ujar Erich Fitzgerald, kurator senior paleontologi vertebrata di Museums Victoria Research Institute.
Janjucetus dullardi termasuk dalam kelompok mammalodontida, cabang paus purba yang hidup hanya pada Zaman Oligosen (34-23 juta tahun lalu). Ini merupakan spesies keempat yang pernah teridentifikasi dari kelompok tersebut, dan yang pertama ditemukan di Australia sejak 2006.
Fosil berupa tengkorak parsial, termasuk tulang telinga dan gigi, ditemukan secara tidak sengaja oleh pemburu fosil amatir, Ross Dullard, di Pantai Jan Juc pada 2019.
“Ini benar-benar 24 jam terbaik dalam hidup saya,” ujarnya.
Penemuan itu kemudian diverifikasi oleh para ahli Museum Victoria.
Meski ukurannya kecil, Janjucetus dullardi merupakan salah satu nenek moyang awal paus balin raksasa seperti paus biru dan paus bungkuk. Para ilmuwan menduga hewan ini masih memiliki sisa-sisa tonjolan kaki kecil di tubuhnya, menandakan transisi evolusi dari mamalia darat menuju kehidupan laut penuh.
Menurut Fitzgerald, fosil seperti ini amat langka. Mayoritas kerangka paus purba hancur oleh erosi, arus laut, atau dimakan hewan lain.
“Hanya segelintir paus yang pernah hidup jutaan tahun lalu yang benar-benar terawetkan sebagai fosil,” katanya.
Penelitian atas spesies baru ini diharapkan memberi gambaran bagaimana paus prasejarah berburu, bergerak, serta beradaptasi dengan laut yang lebih hangat. Temuan tersebut juga bisa membantu memahami bagaimana mamalia laut masa kini akan merespons perubahan iklim.
Artikel ini sudah tayang di infoInet
