Alam memang indah untuk dinikmati. Namun seringkali menyimpan bahaya dan risiko terutama bagi para pendaki gunung. Fisik, mental dan ilmu pengetahuan dibutuhkan bagi setiap orang yang ingin melakukan pendakian. Jika tidak, nyawa taruhannya.
Pendakian gunung memiliki risiko tinggi, apalagi dengan medan yang curam dan berbahaya. Tak hanya itu cuaca ekstrem kerap menjadi momok menakutkan bagi para pendaki.
Dalam waktu 9 tahun terakhir, tercatat ada 10 kematian pendaki di Jawa Barat, faktornya beragam ada yang tidak hati-hati dan ada juga meninggal karena kedinginan atau hipotermia.
Berikut rangkumannya:
Edward (19) mahasiswa Universitas Bina Nusantara (Binus) dilaporkan meninggal dunia saat mendaki Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. Pihak kampus menyatakan, menurut keterangan dokter korban sehat saat berangkat.
Rektor Urusan Kemahasiswaan dan Pengembangan Masyarakat Universitas Binus Andreas Chang mengatakan, ada 16 orang mahasiswa Binus yang berangkat mendaki Gunung Gede Pangrango. Aktivitas ini merupakan kegiatan anggota UKM Swanarapala, organisasi pecinta alam di kampus ini.
“Saya baru dapat informasi kalau dari 17 mahasiswa, 1 orang batal ikut karena sakit. Jadi ada 16 mahasiswa yang naik, 15 selamat, 1 menjadi korban (meninggal). Kami juga sedang cari informasi mengenai jumlah senior dan siapa saja senior yang ada di lapangan waktu itu,” kata Andreas, Rabu 7 Desember 2016.
Para mahasiswa ini berangkat mendaki dengan masuk melalui wilayah Gunung Mas, Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dua hari sebelumnya. Menurut Andreas, para mahasiswanya mendaki lewat jalur resmi, berbeda dengan keterangan yang disampaikan polisi dan aparat setempat.
“Kami ingin tegaskan bahwa rekan-rekan mahasiswa pecinta alam kami sudah berkonsultasi dan melalui jalur pendakian resmi, itu menurut rekan-rekan petugas di Gunung Mas. Jadi mereka tidak berani menyimpang dari jalur pendakian resmi,” ujarnya.
“Mahasiswa kami sudah melakukan izin pendakian kepada petugas Gunung Mas. Mereka lewat jalur resmi. Dari cerita mahasiswa yang selamat, mereka lewat jalur resmi. Orang mereka yang ada di lapangan waktu itu. Jadi kalau ada yang bilang mahasiswa tidak lewat jalur pendakian resmi, itu bukan tanggung jawab kami. Kami diberi tahu mahasiswa yang ada di lapangan selama kejadian,” sambung Andreas menegaskan.
Saat melakukan pendakian, menurut Andreas, sekitar pukul 21.00 WIB mahasiswa bernama Edward (19) mengalami hipotermia hingga berhalusinasi. Rekan-rekan korban kemudian melakukan penanganan, namun nyawa korban tidak tertolong.
“Korban ini meninggal di luar perkiraan kita karena terjadi hypothermia dan juga sudah dilakukan berbagai pertolongan. Pada waktu melakukan pertolongan semua tim berkumpul di satu titik. Jadi tidak benar jika mereka tersesat atau tidak benar juga mereka terpencar. Ketika yang bersangkutan waktu itu mulai berhalusinasi rekan-rekan senior langsung bertindak dengan mendirikan tenda untuk penghangat, mereka memakai kompor penghangat serta juga mengganti pakaian korban sebanyak 2 kali agar korban tetap kering dan hangat,” ujarnya.
Tiga pendaki tewas dalam tenda di area Gunung Tampomas, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Sabtu, 2 Maret 2019. Jasad Ferdi Firmansyah (13), Lucky Parikesit (13) dan Agip Trisakti (15) diperiksa di RSUD Sumedang.
Sewaktu ditemukan di lokasi kejadian, tubuh ketiga warga Indramayu ini terbujur kaku. Pemeriksaan menyebutkan penyebab mereka tak bernyawa karena hipotermia.
“Kecenderungan hipotermia,” kata Humas RSUD Sumedang Iman Budiman via sambungan telepon, Minggu, 3 Maret 2019.
Iman menyebut, seluruh jasad sudah menjalani pemeriksaan fisik. Hasilnya tidak ada luka yang ditemukan di tubuh ketiganya. “Tidak ada, jasad korban utuh,” ujar Iman.
Menurut Iman, tiga remaja tersebut diperkirakan meninggal lebih 10 jam sebelum ditemukan pendaki lainnya. Selain itu, dilihat dari tubuh korban yang sudah kaku.
“Jasad korban sudah kaku. Kalau baru (meninggal), masih bisa digerakkan,” kata Imam.
Doni (45) seorang pendaki asal Depok Jawa Barat meninggal secara misterius di Gunung Gede Pangrango. Pendaki yang melakukan one day trip ini ditemukan tewas tergeletak di jalur pendakian dengan luka memar.
Kepala Bidang I PTN Wilayah I Cianjur Balai Besar TNGGP Diah Qurani Kristina, mengatakan insiden meninggalnya pendaki diketahui pada Sabtu sore sekitar pukul 15.09 Wib.
Saat itu, rombongan pendaki turun usai mendaki tanpa menginap. Namun mereka baru menyadari jika ada seorang anggota rombongan yang tidak ada.
“Rombongan itu mendaki tanpa menginap. Tapi saat turun ternyata ada seorang dari anggota rombongan yang diduga tertinggal,” kata dia.
Mengetahui hal tersebut, rombongan kembali naik dan melakukan pencarian. Namun didapati pendaki tersebut tergeletak dengan kondisi sudah meninggal dunia.
“Ditemukannya di jalur turun, sekitar 15 menit dari Puncak Gunung Gede,” kata dia.
Di sisi lain, umas Balai Besar TNGGP, Agus Deni, menyebutkan jika terdapat luka memar pada bagian tubuh pendaki tersebut yang diduga disebabkan terpeleset.
“Kemungkinan iya kang terpeleset,” ucapnya diangkat saat dikonfirmasi melalui telepon seluler.
Senada, Kapolres Cianjur AKBP Doni Hermawan, menuturkan berdasarkan laporan sementara memang ditemukan luka memar. Diduga korban terjatuh saat turun dari puncak.
“Kondisinya korban kan sedang turun dengan kondisi cuaca hujan deras. Dugaan sementara terpeleset dan terbentur,” kata dia.
Sekelompok pemuda asal Banten tersambar petir saat sedang mendaki Gunung Cikuray di Kabupaten Garut. Seorang pendaki tewas seketika.
Insiden nahas ini berlangsung di sekitaran pos 3 Gunung Cikuray yang masuk wilayah Kecamatan Cilawu, Garut, Sabtu, 25 Februari 2024 sore.
Kapolsek Cilawu Kompol M Duhri mengatakan, kejadian bermula ketika sekelompok pemuda asal Banten masing-masing Akbar (21), Nopal (20), Saepul (22), Mukti (24), Dika (23), dan Mustopa (19) mendaki Gunung Cikuray.
“Karena saat pendakian turun hujan lebat, mereka berteduh di bawah pepohonan,” kata Duhri.
Saat itu, kondisi di lokasi turun hujan lebat. Mereka kemudian berteduh di bawah pepohonan. Meskipun saling berdekatan, mereka berteduh di bawah pohon berbeda-beda.
Namun nahas, kilatan petir tiba-tiba datang dan menyambar mereka. Dari 6 rombongan pendaki ini, Akbar yang benar-benar tersambar. Seorang lainnya dilaporkan terpental karena sambaran petir ini.
“Korban Akbar kemudian ditemukan oleh teman-temannya tertelungkup dalam keadaan meninggal dunia,” katanya.
Seorang pendaki asal Bandung bernama Clifford Boyke Hamonangan Siregar meninggal dunia saat sedang melakukan pendakian di Gunung Ciremai. Pendaki berusia 49 tahun itu dilaporkan meninggal dunia, Minggu, 24 April 2024.
Diketahui, korban merupakan salah seorang anggota grup dalam Komunitas Pendaki Gunung Cirebon Bandung. Dia mulai melakukan pendakian bersama 14 orang temannya sekitar pukul 05.00 WIB.
“Betul, pada hari Minggu (28/4) seorang pendaki asal Bandung meninggal dunia saat melakukan pendakian di Gunung Ciremai,” kata Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional wilayah II Majalengka Jaja Suharja Senjaya.
Jaja menyampaikan, pendaki tersebut meninggal dunia diduga karena kelelahan. Korban dilaporkan meninggal dunia di jalur pendakian Apuy, Desa Argamukti, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka.
“Pada pukul 13.15 WIB korban mulai kelelahan dan pingsan (tidak bergerak) pada jalur pendakian sebelum Pos 6 Goa Walet,” ujar Jaja.
Sebelum meninggal dunia, korban sempat mendapat penanganan oleh temannya sendiri yang berprofesi dokter. Penanganan yang dilakukan oleh dokter komunitas itu, dalam bentuk mengamankan korban di lokasi yang aman, membangunkan/menyadarkan korban, memberikan bantuan pernafasan, melakukan Resusitasi Jantung Paru (CPR).
Namun karena kondisi korban semakin kritis, temannya langsung menghubungi Tim Ranger pos Apuy. “Pada pukul 14.11 Tim Ranger Apuy yang standby di pos 5 melakukan persiapan dan bergerak menuju lokasi korban. Pada pukul 14.30 WIB Tim Ranger Apuy tiba di lokasi korban dan Kondisi korban sudah tidak ada nafas dan nadi,” katanya.
“Informasi korban sudah meninggal dunia, diperoleh juga dari keterangan rekan satu grup pendakian yang berprofesi dokter dan telah memberikan pertolongan Bantuan Hidup Dasar (BHD),” sambungnya.
“Korban dibawa oleh keluarganya dari RSUD Majalengka ke Bandung, dan pihak keluarga sudah menerima dengan ikhlas musibah tersebut,” ujar dia menambahkan.
Henry Tjoa (59), pendaki asal Jakarta Timur meninggal saat buang air di toilet pos pendakian Gunung Gede Pangrango, Selasa, 28 Mei 2024.
Jenazah pun dibawa ke rumah sakit untuk memastikan penyebab kematiannya. Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BBTNGGP) Sapto Aji mengatakan, pendaki itu naik ke Gunung Gede Pangrango bersama dua temannya via jalur Gunung Putri sehari sebelum ditemukan meninggal.
“Mereka turun pada Selasa (28/5/2024) sore melalui jalur yang sama,” kata dia.
Menurut Sapto, setelah sampai di pintu keluar pos baru Gunung Putri, pendaki tersebut pergi ke toilet untuk buang air. Namun, saat ditunggu temannya, Henry tak kunjung keluar.
“Setelah dicek, ternyata yang bersangkutan sudah tergeletak di kamar mandi dan setelah dicek tidak ada denyut nadi,” kata dia.
Sapto mengatakan tim Balai Besar pun melakukan evakuasi korban dan membawanya ke rumah sakit umum daerah (RSUD) Cimacan untuk dilakukan visum.
“Selanjutnya kami berkoordinasi dengan Polsek Pacet untuk penanganan lebih lanjut. Korban sudah dievakuasi ke RSUD Cimacan untuk dilakukan visum untuk mengetahui penyebab kematian,” tuturnya.
Seorang pria inisial DB (50) meninggal dunia saat mendaki ke Puncak Sunan Ibu, Kawah Putih, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. Pendaki tersebut diketahui melintas melalui jalur yang dikelola oleh masyarakat.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Bandung, Wawan A Ridwan membenarkan, peristiwa tersebut terjadi pada Sabtu, 5 Juli 2025).
“Iya kita mendapatkan informasi dari pengelola Pak Budi bahwa ada kejadian seorang pendaki yang meninggal dunia di kawasan pendakian kawah putih,” ujar Wawan, kepada awak media.
Wawan menjelaskan, pria tersebut mendaki dengan temannya dari pagi hari. Kemudian kedua pendaki tersebut melintas ke jalur yang dikelola oleh warga sekitar.
“Pendaki Itu melalui Pasirjambu yang melalui pengelola yang di wilayah masyarakat kalau nggak salah. Kan Sunan Ibu itu gerbangnya ada yang melalui Kawah Putih, ada yang melalu i pendakian yang di kelola masyarakat. Tapi di atas itu dalam pengawasan pengelola kawah putih,” katanya.
Wawan menduga pria tersebut merupakan pendaki pemula. Pasalnya pendaki tersebut tisak membawa perlengkapan yang baik.
“Diduga dia sebagai pendaki pemula artinya dari sisi perlengkapan mereka tidak memenuhi apa yang menjadi di persiapkan,” jelasnya.
Wawan mengungkapkan pihak pengelola telah mengingatkan para pendaki tersebut sebelumnya. Pasalnya kondisi cuaca dalam keadaan tidak dalam kondisi yang baik.
“Sudah diingatkan oleh pengelola bahwa dalam kondisi sekarang tidak diperkenankan untuk melakukan pendakian di Gunung Patuha,” ucapnya.
Wawan menyebutkan pendaki tersebut melakukan perjalanan tidak melakukan perhitungan yang pas. Sehingga ketika menghadapi medan yang curam dan ekstrem tidak bisa melewatinya.
“Yang bersangkutan mengalami kelelahan dan kedinginan yang amat sangat. Sehingga berdampak pada kondisi fisik yang bersangkutan,” bebernya.
Dia menambahkan, saat ini kerap membuat surat edaran terkait tidak melakukan pendakian dalam kondisi cuaca yang buruk. Kata dia, para pengunjung bisa melakukan pendakian dengan lancar.
“Saya yakin tempat wisata alam yang ada di Kabupaten Bandung sudah paham pada saat kondisi seperti ini ada pembatasan kunjungan, ada penekanan-penekanan yang dilaksanakan yang disampaikan kepada pengunjung bagaimana menghadapi kondisi cuaca yang extrem seperti ini,” kata Wawan.
“Apalagi Gunung Patuha ini kan ketinggiannya di 2.400 mdpl dan saya kira dalam cuaca sepeeti ini saya kira pasti ada penurunan suhu yang signifikan,” pungkasnya.
Iyep, seorang pendaki asal Bandung meninggal dunia dalam perjalanannya mendaki Gunung Sagara, Garut. Iyep diduga meninggal karena sakit. Peristiwa ini terjadi di Gunung Sagara, yang berlokasi di Desa Tenjonagara, Kecamatan Sucinaraja, Garut, Sabtu, 2 Agustus 2025.
“Korban mendaki bersama rombongannya berjumlah 18 orang,” kata Kapolsek AKP Abusono, Minggu, (3/8).
Kejadian bermula ketika korban bersama teman-temannya mendaki Gunung Sagara sejak Sabtu pagi, sekitar jam 08.00 WIB. Mereka, kemudian tiba lima jam kemudian.
Saat berada di puncak gunung, korban mengeluh sakit. “Korban mengaku sakit di bagian dada, kemudian mengeluarkan busa dari mulutnya,” katanya.
Seorang rekan korban, kemudian memberikan pertolongan. Di momen tersebut, terdapat sejumlah mahasiswa kesehatan yang melihat kejadian itu, dan turut serta memberikan pertolongan.
“Korban sempat sadar dan beristirahat di Pos 4,” katanya.
Namun sayang, nyawanya tidak tergolong. Korban kemudian dinyatakan meninggal dunia, kemudian dievakuasi oleh tim SAR gabungan sekitar jam 16.30 WIB.
Abusono menuturkan, usai mendengar kejadian tersebut, pihaknya langsung melakukan penyelidikan. Menurut informasi yang dihimpun dari pihak keluarga, korban memiliki riwayat penyakit.
“Menurut keterangan saksi, korban memiliki riwayat penyakit hipertensi dan jantung,” pungkas Abusono.
Setelah dievakuasi dari puncak gunung, korban kemudian langsung dibawa oleh pihak keluarga. Keluarga menerima hal tersebut sebagai musibah, dan menolak dilakukannya otopsi, terhadap jasad lelaki berusia 64 tahun tersebut.
2016: Mahasiswa Binus Meninggal di Gunung Gede Pangrango
2019: 3 Remaja Tewas Kedinginan di Gunung Tampomas
2022: Pendaki Asal Depok Tewas di Gunung Pangrango
2024: Pendaki Gunung Cikuray Asal Banten Tewas Tersambar Petir
2024: Akibat Kelelahan Boyke Tewas Saat Mendaki Gunung Ciremai
2024: Pendaki Gunung Gede Pangrango Ditemukan Tewas di Kamar Mandi
2025: Mendaki Sunan Ibu Pria Asal Ciparay Ditemukan Tewas
2025: Iyep Pendaki Bandung Tewas di Gunung Sagara Garut
