Butuh Teknologi Hijau-Literasi Sosial untuk Pulihkan Citarum baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Pencemaran lingkungan masih terjadi di Sungai Citarum. Sungai yang memiliki hulu di kawasan Kertasari, Kabupaten Bandung dan bermuara di kawasan Karawang ini memiliki banyak masalah lingkungan dari mulai tercemar limbah pabrik, limbah rumah tangga, sampah hingga kotoran ternak.

Dalam kegiatan Indonesia Green Connect (IGC) 2025 yang merupakan side event Konvensi Sains, Teknologi dan Industri (KSTI) 2025, Direktur Kawasan Sains dan Teknologi ITB R Sugeng Joko Sarwono mengatakan penanganan Sungai Citarum tidaklah mudah.

“Terus terang saja pada saat kita menerapkan ekonomi hijau atau teknologi hijau atau green atau nantinya blue, proses yang dilakukan tidak bisa seperti membalikkan telapak tangan. Sebagai contoh misalnya, problem di Citarum sebenarnya problem multidimensi,” kata Sugeng, Kamis (7/8/2025).

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

Menurut Sugeng, penanganan permasalahan Sungai Citarum harus kembali pada kebiasaan yang dilakukan warga. Meski teknologi digunakan dalam penanganan masalah Sungai Citarum dalam hal ini warga harus terbiasa menjaga dan mencintai sungai.

“Jadi artinya di sana tidak hanya teknologi, tapi juga ada faktor sosial, ada faktor human behavior, dan seterusnya. Sehingga kita berharap dengan terus-menerus melakukan literasi secara masif, kemudian menghasilkan produk-produk teknologi yang sangat bersahabat dengan lingkungan. Harapannya pelan-pelan kita bisa membuat lingkungan kita menjadi lebih baik,” ungkapnya.

“Citarum itu bisa dibuat menjadi sebuah sungai yang bersih, tujuannya tentu saja bukan untuk membuat sungainya bersih saja, tetapi behaviornya diubah, orang yang membuag sampah juga harus diatur, di literasi bahwa ada impact yang tidak ringan,” tambahnya.

Kemudian seandainya Sungai Citarum bersih Sugeng menyebut dari situ bisa muncul pertumbuhan ekonomi, karena di sepanjang jalur yang dilalui oleh Sungai Citarum bisa meningkat ekonominya. “Karena orang mau tinggal di sana, orang mau berbisnis di sana, bisa meng-create area-area wisata baru dan seterusnya. Jadi saya kira mesti dilihat dari sisi global, makro dan mikro,” ujarnya.

Meski dalam IGC 2025 tidak membahas Sungai Citarum secara spesifik, pihaknya bersama Energy Academy Indonesia (ECADIN) membahas tentang permasalahan sampah dan sampah menjadi permasalahan utama di Sungai Citarum.

Begitupun dalam menangani permasalahan sampah yang terjadi di Indonesia khususnya di Bandung Raya. Menurut Sugeng Indonesia bisa belajar dari negara-negara di Asia dan Eropa dalam penanganan sampah.

“Agak sulit dijawab secara pasti ya (bisa atau tidak), tapi kalau melihat Korea bisa, kemudian mana lagi ya, negara Eropa Tengah itu ada yang berusaha bisa juga. Saya kira mestinya dengan kapabilitas manusia Indonesia harusnya bisa,” ucapanya.

Dalam penanganan sampah, Sugeng sebut tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Dia menyebut, jika dirinya selalu diajarkan ecosystem bahwa hidup itu selalu kolaborasi. Dalam penanganan sampah harus dilakukan multi-dimension.

Sebenarnya, banyak produk teknologi yang sudah bisa dihasilkan oleh para saintis Indonesia. Tak hanya ITB, menurut Sugeng cukup banyak kampus-kampus lain di Bandung, di Jawa bahkan di seluruh Indonesia, membuat produk-produk teknologi yang bisa mengelola sampah, mulai dari penanganan dengan insinerator, dengan bakteri, cacing dan lainya.

“Sekali lagi, utamanya itu menurut saya adalah behavior. Artinya, kita memang belum terbiasa memilah, terutamanya. Kalau kita ingin mengolah, itu berarti harus dipilah dulu kan karena kalau tidak dipilah, ya mempersempit cara untuk mengolah. Tapi kalau kita sudah milah, maka memperlebar cara untuk mengolah,” terangnya.

Seperti diketahui, IGC 2025 merupakan forum strategis nasional yang digelar untuk mendorong kolaborasi lintas sektor dalam percepatan pembangunan berkelanjutan dan transformasi hijau di Indonesia. Forum ini juga merupakan acara utama dalam peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas), diselenggarakan ECADIN dan bekerja sama dengan ITB.

IGC 2025 mempertemukan pemimpin dan pengambil kebijakan dari pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan inovator untuk berdialog dan berkolaborasi dalam isu-isu penting seperti transisi energi, mobilitas bersih, ketahanan pangan dan air, kesehatan masyarakat, dan pembiayaan inovatif untuk transformasi hijau.

Founder & CTO ECADIN ⁠Syarif Riyadi mengatakan terkait permasalahan sampah, kolaborasi antar berbagai pihak perlu dilakukan. Hakteknas 2025 merupakan momentum yang tepat dalam percepatan Net Zero Emission Indonesia 2060.

“Dari kemampuan teknologi, kita bisa menginfluence pemerintah, pemangku kepentingan, untuk memformulasi peraturan yang berbasis teknologi. Karena kalau kita mencontoh negara-negara maju, mereka berangkatnya dari teknologi, kompetensi di teknologi, berangkat ke pemerintah, peraturannya akhirnya juga ke arah ekonomi, masyarakat yang makmur gitu ya. Untuk Net Zero, akhirnya ada kata green ini, green connect ini, kita ingin teknologi yang bersih, yang zero carbon emission, target Indonesia 2060,” tuturnya.

Masalah Sampah di Bandung Raya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *