Sejumlah peristiwa terjadi di Cirebon dalam waktu sepekan terakhir. Mulai dari penetapan tersangka kasus pemotongan dana PIP di SMAN 7 Cirebon hingga dibolehkannya kegiatan study tour oleh Wali Kota Cirebon. Berikut rangkuman berita Cirebon pekan ini:
Kobaran api melalap sebuah gudang pabrik briket di Desa Tegalwangi, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, Selasa (22/7/2025) dini hari sekitar pukul 00.30 WIB. Kebakaran hebat ini mengejutkan warga karena api menjalar dengan sangat cepat dan menyala terang di tengah gelapnya malam.
Menurut keterangan warga sekitar, insiden kebakaran terjadi secara tiba-tiba. Warga baru menyadari adanya kebakaran saat api sudah membesar dan menerangi langit malam.
“Cepat banget kejadiannya, kami warga tahunya api udah besar gitu aja,” ujar Agus, salah satu warga yang menyaksikan langsung kobaran api.
Ia menambahkan, nyala api terlihat sangat jelas dari kejauhan karena besarnya kobaran yang keluar dari dalam bangunan. “Apinya bener-bener besar banget, jadi kelihatan jelas, soalnya kan udah malam juga,” tuturnya.
Dari pantauan di lokasi, api melahap sebagian besar bangunan pabrik. Besarnya kobaran diduga disebabkan oleh banyaknya material briket yang mudah terbakar di dalam gudang. Kondisi ini membuat api dengan cepat menjalar ke seluruh sudut bangunan.
Kepala Bidang Penyelamatan dan Sarana Prasarana Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Cirebon, Eno Sujana, membenarkan adanya kebakaran tersebut. Ia menyebut pihaknya langsung menerjunkan tujuh unit mobil pemadam ke lokasi kejadian untuk menjinakkan api.
“Kami terjunkan tujuh mobil pemadam kebakaran buat tangani insiden ini,” kata Eno saat dihubungi.
Ia juga menjelaskan, proses pemadaman sempat terkendala karena material briket yang sangat mudah terbakar dan mempercepat penyebaran api. “Banyaknya material yang mudah terbakar, jadi membuat petugas kesulitan untuk menjinakkan api,” ungkapnya.
Kejaksaan Negeri Kota Cirebon menetapkan empat orang tersangka dalam kasus pemotongan dana Program Indonesia Pintar (PIP) di SMAN 7 Cirebon. Keempat tersangka itu yakni RN, T, R dan I.
“Tersangka T ini merupakan wakasek SMAN 7 Cirebon, kemudian R sebagai staf kesiswaan, kemudian I merupakan kepala sekolah. Sedangkan tersangka RN merupakan pihak dari luar sekolah,” kata Kasi Pidsus Kejari Kota Cirebon Feri, Selasa (22/7/2025).
Menurut Feri, ada sekitar 500 siswa SMAN 7 Cirebon tercatat sebagai penerima bantuan Program Indonesia Pintar (PIP). Total dana bantuan untuk para siswa itu mencapai kurang lebih Rp900 juta.
Namun, bantuan tersebut tidak diterima secara utuh oleh para siswa karena diduga dipotong oleh para tersangka, masing-masing sebesar Rp200 ribu per siswa.
“Uang yang mengalir sekitar Rp900 juta, dan sudah dilakukan pemotongan. Besaran potongan per siswa Rp200 ribu,” ujar Feri.
Sementara itu, penyidik Kejari Kota Cirebon Gema menambahkan dalam program PIP ini setiap siswa seharusnya menerima bantuan sebesar Rp1,8 juta. Namun kenyataannya, jumlah tersebut tidak diterima penuh karena dipotong Rp200 ribu per siswa.
“Siswa ini seharusnya mendapat Rp1,8 juta, tapi dipotong sebesar Rp200 ribu. Kemudian ada beberapa siswa yang melakukan kegiatan, misalnya study tour juga diambil dari situ, kemudian ada kebutuhan-kebutuhan sekolah lainnya juga diambil dari dana tersebut, tanpa persetujuan dari siswa sebagai penerima PIP,” kata Gema.
Menurut Gema, dana PIP yang diduga dipotong merupakan bantuan yang disalurkan pada tahun 2024. Ia juga memaparkan peran masing-masing tersangka dalam kasus ini.
Tersangka RN, kata Gema, merupakan pihak dari luar sekolah yang mengaku membantu proses pengajuan program PIP untuk SMAN 7 Cirebon. Klaim tersebut kemudian diperkuat oleh pihak sekolah. Setelah dana bantuan cair, mereka diduga melakukan pemotongan terhadap dana yang seharusnya diterima langsung oleh para siswa.
“RN ini sebagai orang yang mengaku membawa bantuan tersebut untuk didapatkan oleh sekolah. Tetapi faktanya bantuan tersebut tidak melalui bantuan dari manapun. Tetapi memang dari awal, RN dan pihak sekolah ini menyatakan bahwa bantuan ini dibawa oleh mereka,” kata dia.
Selain pemotongan, Gema mengungkapkan bahwa ada juga siswa penerima manfaat yang tidak mendapat dana bantuan PIP. Namun, ia tidak merinci berapa jumlah siswa yang mengalami hal tersebut.
“Rp1,8 juta seharusnya diterima oleh siswa. Tetapi beberapa orang ada yang tidak masuk (menerima). Ada juga yang masuk tetapi tidak utuh,” kata dia.
Adapun kepada keempat orang yang kini telah ditetapkan tersangka, mereka dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Pasal 2 dan Pasal 3 itu ancaman hukumannya minimal satu tahun sampai dengan lima tahun. Tapi ini penyidikan masih berlangsung,” kata Gema.
Aula Polres Cirebon Kota mendadak dipenuhi wartawan dan kilatan kamera pada Rabu (23) sore. Di antara deretan polisi, tampak seorang wanita digiring masuk ke aula. Ia mengenakan baju tahanan berwarna biru. Wajahnya terus menunduk dan tertutup masker berwarna hitam.
Wanita itu berinisial TA (27). Polisi menyebut, dia merupakan otak di balik aksi penipuan bermodus arisan online. Belasan orang menjadi korban dalam kasus ini. Total kerugiannya mencapai ratusan juta rupiah.
Kapolres Cirebon Kota, AKBP Eko Iskandar, mengatakan kasus penipuan bermodus arisan online ini terungkap setelah sejumlah korban melapor ke polisi. Menurut Eko, tersangka menjalankan aksinya dengan cara mengiming-imingi para korban keuntungan hingga 20 persen dari uang yang mereka setorkan.
“Modusnya dengan menawarkan keuntungan yang besar, sekitar 20 persen,” kata Eko di Mapolres Cirebon Kota, Rabu (23/7/2025).
Pelaku mempromosikan arisan yang dijadikan modus penipuan itu melalui media sosial. Para korban yang tergiur kemudian terjerat dan menyerahkan uang dalam jumlah yang mencapai puluhan juta rupiah.
“Dia mempromosikannya biasanya lewat status Whatsapp atau secara online. Antara korban dan pelaku ini mungkin ada yang belum bertemu. Tapi para korban ini tergiur dengan keuntungan yang besar,” kata dia.
Eko menambahkan, hingga saat ini sudah ada 15 orang yang melapor sebagai korban penipuan arisan online yang dilakukan oleh TA. Masing-masing mengalami kerugian hingga puluhan juta rupiah, dengan total kerugian mencapai lebih dari Rp800 juta.
“Laporan yang ada di kita sampai dengan saat ini ada 15. Kerugian totalnya dari 15 pelapor ini Rp808.000.000,” kata dia.
Eko menyebut, pelaku berinisial TA berhasil diamankan di Semarang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Penangkapan dilakukan setelah TA dua kali mangkir dari panggilan penyidik.
Di hari yang sama, Polres Cirebon Kota juga mengungkap kasus penipuan yang dilakukan seorang wanita. Kali ini, kasus penipuan tersebut bermodus investasi bodong dengan tersangka berinisial DL (34).
Eko menyebut, dalam menjalankan aksinya DL menipu para korbannya dengan cara menawarkan investasi pada proyek perumahan, disertai janji keuntungan.
“Modusnya ini pelaku menawarkan investasi berupa suatu proyek perumahan kepada para korban. Tapi ternyata uang yang diinvestasikan tidak kembali kepada korban, melainkan digunakan oleh pelaku untuk menutupi kerugian dari korban yang lain. Jadi ini investasi bodong,” kata dia.
Menurutnya, dalam kasus ini terdapat empat orang yang menjadi korban. Masing-masing korban mengalami kerugian hingga ratusan juta, dengan total kerugian mencapai lebih dari Rp1 Miliar.
“Korban yang melapor ke kita ada empat orang. Kerugiannya ada yang Rp750 juta, ada yang Rp525 juta, kemudian ada yang Rp254 juta, dan ada yang Rp45 juta. Jadi total kerugian kurang lebih Rp1,5 M,” kata Eko.
“Dan ini tidak menutup kemungkinan masih ada korban-korban yang lain. Bagi masyarakat yang merasa menjadi korban dari pelaku ini silakan melapor ke Polres Cirebon Kota,” sambung dia.
Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, memberikan lampu hijau terkait dengan kegiatan study tour bagi anak-anak sekolah. Ia menyatakan, kegiatan tersebut boleh dilakukan, termasuk jika tujuannya ke luar daerah.
Namun demikian, Edo mengingatkan bahwa studi tur tidak boleh dilakukan sembarangan. Ia menegaskan, kegiatan itu harus dirancang dengan baik agar memberikan manfaat bagi siswa.
Menurutnya, studi tur seharusnya menjadi bagian dari proses pembelajaran di luar kelas. Oleh karena itu, perlu ada panduan atau rambu-rambu yang jelas dalam pelaksanaannya.
“Kalau studi tur, asalkan dengan rambu-rambu yang kuat, sebetulnya tidak menjadi persoalan buat saya,” ujar Edo saat ditemui di Kota Cirebon, Kamis (24/7/2025).
Ia memandang, kegiatan studi tur bisa menjadi sarana bagi siswa untuk mengenal dunia luar dan mendapatkan pengalaman baru yang tidak mereka temukan di ruang kelas.
“Tentunya harus diisi dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi anak-anak, walaupun ke luar daerah,” kata Edo.
Selain itu, Edo juga melihat sisi lain dari kegiatan studi tur. Menurutnya, kegiatan semacam ini dapat mendorong peningkatan kunjungan ke suatu daerah, termasuk ke Kota Cirebon.
“Tentunya juga bisa meningkatkan PAD (pendapatan asli daerah). Kalau dilarang kan nanti orang-orang enggak mau datang ke Kota Cirebon,” kata dia.
Pemerintah Kota Cirebon melakukan penertiban terhadap lapak pedagang kaki lima (PKL) yang ada di kawasan Bima. Langkah ini dilakukan untuk mengembalikan fungsi kawasan tersebut sebagai ruang terbuka dan fasilitas olahraga bagi masyarakat.
Penertiban dilakukan pada Jumat (25/7) oleh Satpol PP Kota Cirebon bersama sejumlah instansi terkait. Petugas mendatangi kawasan Bima dan menertibkan lapak-lapak yang berdiri secara ilegal.
Hingga saat ini, lebih dari 60 lapak telah dibongkar. Beberapa pedagang memilih membongkar lapaknya secara mandiri, sementara sisanya ditertibkan langsung oleh petugas.
“Yang kita bongkar ada sebanyak 14 bangunan. Yang sudah dibongkar mandiri ada 60 bangunan,” kata Kasatpol-PP Kota Cirebon, Edi Siswoyo saat ditemui di lokasi.
Menurut Edi ada sejumlah bangunan lagi yang rencananya akan dibongkar. Ia menyebut, sebelum melakukan pembongkaran, pihaknya sudah lebih dulu memberikan surat peringatan kepada pemilik lapak. Namun, ada beberapa pedagang yang tidak menggubris peringatan dari petugas.
“Bangunan yang kami bongkar ini, mereka tidak kooperatif. Kita sudah kasih peringatan selama dua minggu tapi mereka tidak melakukannya. Jadi kita eksekusi hari ini,” kata dia.
“Ini sesuai instruksi wali kota bahwa bangunan di area ini batasnya cuma 2 meter, di belakangnya sudah tidak boleh lagi ada bangunan dan tidak boleh ada bangunan permanen,” sambung dia.
Wali Kota Cirebon, Effendi Edo turun langsung memantau penertiban lapak PKL di kawasan Bima yang berlangsung hingga sore hari. Sesekali ia tampak berbincang dengan para pemilik lapak.
Di antara kerumunan, seorang ibu berdiri di pinggir jalan, menyaksikan lapaknya yang sedang dibongkar petugas. Wajahnya cemas, namun ia masih sempat menyampaikan satu permintaan sederhana.
“Terpalnya jangan sampai rusak ya, Pak,” ujarnya di hadapan wali kota dan para petugas.
Mendengar ucapan itu, Effendi Edo segera merespons dengan tenang. “Oh iya, Bu. Nanti dibantu ya sama Satpol-PP,” katanya, mencoba menenangkan.
Edo bersama sejumlah pejabat Pemkot Cirebon lainnya terlihat terus memantau proses penertiban lapak-lapak pedagang yang ada di kawasan Bima.
Ia mengatakan, penertiban ini bagian dari upaya untuk mengembalikan fungsi kawasan Bima sebagai ruang publik yang dapat dimanfaatkan warga untuk berolahraga dan beraktivitas secara nyaman.
Edo pun menyampaikan ucapan terimakasih kepada para pedagang yang membongkar lapak-lapak dagangannya secara mandiri. Meski ada beberapa pedagang yang belum melakukan hal serupa.
“Terimakasih banyak untuk masyarakat di kawasan Bima yang sudah sadar untuk membongkar lapaknya secara mandiri. Ini merupakan bentuk kesadaran dari masyarakat,” kata Edo.
Edo memastikan lapak-lapak pedagang di kawasan Bima yang dibongkar berdiri secara ilegal karena tidak memiliki izin. “Ngga ada izin sama sekali. Makanya mereka sadar. Karena tidak memiliki izin, ya tentunya dengan kesadaran mereka, kami ucap terimakasih,” kata dia.
“Kecuali yang shelter yah. Kalau shelter memang sudah peruntukannya. Tapi di luar dari shelter, itu tidak berizin,” kata Edo menambahkan.
Karena itu, penertiban dilakukan untuk mengembalikan fungsi kawasan Bima sebagai ruang publik dan sarana olahraga bagi masyarakat. “Kita akan kembalikan kawasan Bima ke fungsinya sebagai fasilitas olahraga,” kata Edo.
Kasus penipuan bermodus pengobatan non-medis kembali terjadi. Kali ini, menimpa IF, warga Desa Prajawinangun Kulon, Kecamatan Kaliwedi, Kabupaten Cirebon.
Ika yang merupakan istri mantan kepala desa setempat, melaporkan kasus dugaan penipuan yang dialaminya kepada pihak kepolisian setelah merasa ditipu oleh seseorang yang mengaku sebagai ‘dukun’ dari Jawa Timur.
Kasus ini bermula pada 25 Mei 2024, ketika pelaku berinisial SH menawarkan jasa pengobatan alternatif kepada IF. SH mengklaim dapat menyembuhkan penyakit yang diyakini berkaitan dengan gangguan non-medis atau sihir, dengan syarat korban harus memberikan mahar sebesar Rp110 juta. Uang tersebut disebut sebagai syarat ‘sajen’ yang hanya perlu disiapkan selama tujuh hari.
Kapolsek Kaliwedi, AKP Sugiono, menjelaskan bahwa SH dulunya merupakan rekan kerja suami korban saat menjabat sebagai kepala desa.
“Pelaku menawarkan jasa penyembuhan kepada istri korban dengan dalih pengobatan spiritual, namun uang mahar yang diserahkan justru dibawa kabur,” kata Sugiono, Sabtu (26/07/2025).
Alih-alih sembuh, penyakit yang diderita korban tidak menunjukkan perubahan. Kecurigaan pun muncul, dan korban akhirnya melaporkan SH ke pihak berwajib. Dalam pemeriksaan, SH mengakui telah menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan pribadinya.
“Pelaku mengaku perbuatannya dan menyatakan bahwa uang itu digunakan untuk keperluan pribadi, bukan untuk ritual seperti yang dijanjikan,” lanjut Sugiono.
Meski pelaku sempat terancam hukuman pidana maksimal empat tahun penjara, kasus ini tidak berakhir di pengadilan. Kepolisian Polsek Kaliwedi, di bawah naungan Polresta Cirebon, memutuskan untuk menyelesaikan perkara melalui pendekatan Restorative Justice (RJ), sesuai Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 8 Tahun 2021.
“Karena pelaku menunjukkan itikad baik dan telah mengembalikan kerugian kepada korban, kami memfasilitasi perdamaian kedua belah pihak,” ujarnya.
Proses mediasi dilakukan pada Kamis, 24 Juli 2025, pukul 14.45 WIB di Polresta Cirebon, dengan melibatkan korban, pelaku, serta kuasa hukum korban.
Dalam mediasi tersebut, SH sepakat mengembalikan kerugian yang diderita korban dan meminta maaf secara terbuka. Kedua pihak pun menyepakati penyelesaian secara kekeluargaan tanpa melanjutkan perkara ke meja hijau.
Dengan adanya kesepakatan damai, Kepolisian resmi menghentikan penyidikan kasus tersebut.
“Kami menghentikan penyidikan demi hukum, sesuai prinsip keadilan restoratif yang mengedepankan pemulihan hubungan antara korban dan pelaku,” tegasnya.
1. Kebakaran Pabrik Briket di Cirebon
2. Kejari Tetapkan 4 Tersangka Kasus Pemotongan PIP di SMAN 7
3. Akhir Aksi Dua Wanita Penipu
4. Walkot Cirebon Izinkan Study Tour
5. Kawasan Bima Ditata, PKL Ditertibkan
6. Janji Dukun Palsu Kembalikan Uang Hasil Tipu-tipu Istri Mantan Kades
Kejaksaan Negeri Kota Cirebon menetapkan empat orang tersangka dalam kasus pemotongan dana Program Indonesia Pintar (PIP) di SMAN 7 Cirebon. Keempat tersangka itu yakni RN, T, R dan I.
“Tersangka T ini merupakan wakasek SMAN 7 Cirebon, kemudian R sebagai staf kesiswaan, kemudian I merupakan kepala sekolah. Sedangkan tersangka RN merupakan pihak dari luar sekolah,” kata Kasi Pidsus Kejari Kota Cirebon Feri, Selasa (22/7/2025).
Menurut Feri, ada sekitar 500 siswa SMAN 7 Cirebon tercatat sebagai penerima bantuan Program Indonesia Pintar (PIP). Total dana bantuan untuk para siswa itu mencapai kurang lebih Rp900 juta.
Namun, bantuan tersebut tidak diterima secara utuh oleh para siswa karena diduga dipotong oleh para tersangka, masing-masing sebesar Rp200 ribu per siswa.
“Uang yang mengalir sekitar Rp900 juta, dan sudah dilakukan pemotongan. Besaran potongan per siswa Rp200 ribu,” ujar Feri.
Sementara itu, penyidik Kejari Kota Cirebon Gema menambahkan dalam program PIP ini setiap siswa seharusnya menerima bantuan sebesar Rp1,8 juta. Namun kenyataannya, jumlah tersebut tidak diterima penuh karena dipotong Rp200 ribu per siswa.
“Siswa ini seharusnya mendapat Rp1,8 juta, tapi dipotong sebesar Rp200 ribu. Kemudian ada beberapa siswa yang melakukan kegiatan, misalnya study tour juga diambil dari situ, kemudian ada kebutuhan-kebutuhan sekolah lainnya juga diambil dari dana tersebut, tanpa persetujuan dari siswa sebagai penerima PIP,” kata Gema.
Menurut Gema, dana PIP yang diduga dipotong merupakan bantuan yang disalurkan pada tahun 2024. Ia juga memaparkan peran masing-masing tersangka dalam kasus ini.
Tersangka RN, kata Gema, merupakan pihak dari luar sekolah yang mengaku membantu proses pengajuan program PIP untuk SMAN 7 Cirebon. Klaim tersebut kemudian diperkuat oleh pihak sekolah. Setelah dana bantuan cair, mereka diduga melakukan pemotongan terhadap dana yang seharusnya diterima langsung oleh para siswa.
“RN ini sebagai orang yang mengaku membawa bantuan tersebut untuk didapatkan oleh sekolah. Tetapi faktanya bantuan tersebut tidak melalui bantuan dari manapun. Tetapi memang dari awal, RN dan pihak sekolah ini menyatakan bahwa bantuan ini dibawa oleh mereka,” kata dia.
Selain pemotongan, Gema mengungkapkan bahwa ada juga siswa penerima manfaat yang tidak mendapat dana bantuan PIP. Namun, ia tidak merinci berapa jumlah siswa yang mengalami hal tersebut.
“Rp1,8 juta seharusnya diterima oleh siswa. Tetapi beberapa orang ada yang tidak masuk (menerima). Ada juga yang masuk tetapi tidak utuh,” kata dia.
Adapun kepada keempat orang yang kini telah ditetapkan tersangka, mereka dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Pasal 2 dan Pasal 3 itu ancaman hukumannya minimal satu tahun sampai dengan lima tahun. Tapi ini penyidikan masih berlangsung,” kata Gema.
2. Kejari Tetapkan 4 Tersangka Kasus Pemotongan PIP di SMAN 7
Aula Polres Cirebon Kota mendadak dipenuhi wartawan dan kilatan kamera pada Rabu (23) sore. Di antara deretan polisi, tampak seorang wanita digiring masuk ke aula. Ia mengenakan baju tahanan berwarna biru. Wajahnya terus menunduk dan tertutup masker berwarna hitam.
Wanita itu berinisial TA (27). Polisi menyebut, dia merupakan otak di balik aksi penipuan bermodus arisan online. Belasan orang menjadi korban dalam kasus ini. Total kerugiannya mencapai ratusan juta rupiah.
Kapolres Cirebon Kota, AKBP Eko Iskandar, mengatakan kasus penipuan bermodus arisan online ini terungkap setelah sejumlah korban melapor ke polisi. Menurut Eko, tersangka menjalankan aksinya dengan cara mengiming-imingi para korban keuntungan hingga 20 persen dari uang yang mereka setorkan.
“Modusnya dengan menawarkan keuntungan yang besar, sekitar 20 persen,” kata Eko di Mapolres Cirebon Kota, Rabu (23/7/2025).
Pelaku mempromosikan arisan yang dijadikan modus penipuan itu melalui media sosial. Para korban yang tergiur kemudian terjerat dan menyerahkan uang dalam jumlah yang mencapai puluhan juta rupiah.
“Dia mempromosikannya biasanya lewat status Whatsapp atau secara online. Antara korban dan pelaku ini mungkin ada yang belum bertemu. Tapi para korban ini tergiur dengan keuntungan yang besar,” kata dia.
Eko menambahkan, hingga saat ini sudah ada 15 orang yang melapor sebagai korban penipuan arisan online yang dilakukan oleh TA. Masing-masing mengalami kerugian hingga puluhan juta rupiah, dengan total kerugian mencapai lebih dari Rp800 juta.
“Laporan yang ada di kita sampai dengan saat ini ada 15. Kerugian totalnya dari 15 pelapor ini Rp808.000.000,” kata dia.
Eko menyebut, pelaku berinisial TA berhasil diamankan di Semarang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Penangkapan dilakukan setelah TA dua kali mangkir dari panggilan penyidik.
Di hari yang sama, Polres Cirebon Kota juga mengungkap kasus penipuan yang dilakukan seorang wanita. Kali ini, kasus penipuan tersebut bermodus investasi bodong dengan tersangka berinisial DL (34).
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
Eko menyebut, dalam menjalankan aksinya DL menipu para korbannya dengan cara menawarkan investasi pada proyek perumahan, disertai janji keuntungan.
“Modusnya ini pelaku menawarkan investasi berupa suatu proyek perumahan kepada para korban. Tapi ternyata uang yang diinvestasikan tidak kembali kepada korban, melainkan digunakan oleh pelaku untuk menutupi kerugian dari korban yang lain. Jadi ini investasi bodong,” kata dia.
Menurutnya, dalam kasus ini terdapat empat orang yang menjadi korban. Masing-masing korban mengalami kerugian hingga ratusan juta, dengan total kerugian mencapai lebih dari Rp1 Miliar.
“Korban yang melapor ke kita ada empat orang. Kerugiannya ada yang Rp750 juta, ada yang Rp525 juta, kemudian ada yang Rp254 juta, dan ada yang Rp45 juta. Jadi total kerugian kurang lebih Rp1,5 M,” kata Eko.
“Dan ini tidak menutup kemungkinan masih ada korban-korban yang lain. Bagi masyarakat yang merasa menjadi korban dari pelaku ini silakan melapor ke Polres Cirebon Kota,” sambung dia.
3. Akhir Aksi Dua Wanita Penipu
Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, memberikan lampu hijau terkait dengan kegiatan study tour bagi anak-anak sekolah. Ia menyatakan, kegiatan tersebut boleh dilakukan, termasuk jika tujuannya ke luar daerah.
Namun demikian, Edo mengingatkan bahwa studi tur tidak boleh dilakukan sembarangan. Ia menegaskan, kegiatan itu harus dirancang dengan baik agar memberikan manfaat bagi siswa.
Menurutnya, studi tur seharusnya menjadi bagian dari proses pembelajaran di luar kelas. Oleh karena itu, perlu ada panduan atau rambu-rambu yang jelas dalam pelaksanaannya.
“Kalau studi tur, asalkan dengan rambu-rambu yang kuat, sebetulnya tidak menjadi persoalan buat saya,” ujar Edo saat ditemui di Kota Cirebon, Kamis (24/7/2025).
Ia memandang, kegiatan studi tur bisa menjadi sarana bagi siswa untuk mengenal dunia luar dan mendapatkan pengalaman baru yang tidak mereka temukan di ruang kelas.
“Tentunya harus diisi dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi anak-anak, walaupun ke luar daerah,” kata Edo.
Selain itu, Edo juga melihat sisi lain dari kegiatan studi tur. Menurutnya, kegiatan semacam ini dapat mendorong peningkatan kunjungan ke suatu daerah, termasuk ke Kota Cirebon.
“Tentunya juga bisa meningkatkan PAD (pendapatan asli daerah). Kalau dilarang kan nanti orang-orang enggak mau datang ke Kota Cirebon,” kata dia.
4. Walkot Cirebon Izinkan Study Tour
Pemerintah Kota Cirebon melakukan penertiban terhadap lapak pedagang kaki lima (PKL) yang ada di kawasan Bima. Langkah ini dilakukan untuk mengembalikan fungsi kawasan tersebut sebagai ruang terbuka dan fasilitas olahraga bagi masyarakat.
Penertiban dilakukan pada Jumat (25/7) oleh Satpol PP Kota Cirebon bersama sejumlah instansi terkait. Petugas mendatangi kawasan Bima dan menertibkan lapak-lapak yang berdiri secara ilegal.
Hingga saat ini, lebih dari 60 lapak telah dibongkar. Beberapa pedagang memilih membongkar lapaknya secara mandiri, sementara sisanya ditertibkan langsung oleh petugas.
“Yang kita bongkar ada sebanyak 14 bangunan. Yang sudah dibongkar mandiri ada 60 bangunan,” kata Kasatpol-PP Kota Cirebon, Edi Siswoyo saat ditemui di lokasi.
Menurut Edi ada sejumlah bangunan lagi yang rencananya akan dibongkar. Ia menyebut, sebelum melakukan pembongkaran, pihaknya sudah lebih dulu memberikan surat peringatan kepada pemilik lapak. Namun, ada beberapa pedagang yang tidak menggubris peringatan dari petugas.
“Bangunan yang kami bongkar ini, mereka tidak kooperatif. Kita sudah kasih peringatan selama dua minggu tapi mereka tidak melakukannya. Jadi kita eksekusi hari ini,” kata dia.
“Ini sesuai instruksi wali kota bahwa bangunan di area ini batasnya cuma 2 meter, di belakangnya sudah tidak boleh lagi ada bangunan dan tidak boleh ada bangunan permanen,” sambung dia.
Wali Kota Cirebon, Effendi Edo turun langsung memantau penertiban lapak PKL di kawasan Bima yang berlangsung hingga sore hari. Sesekali ia tampak berbincang dengan para pemilik lapak.
Di antara kerumunan, seorang ibu berdiri di pinggir jalan, menyaksikan lapaknya yang sedang dibongkar petugas. Wajahnya cemas, namun ia masih sempat menyampaikan satu permintaan sederhana.
“Terpalnya jangan sampai rusak ya, Pak,” ujarnya di hadapan wali kota dan para petugas.
Mendengar ucapan itu, Effendi Edo segera merespons dengan tenang. “Oh iya, Bu. Nanti dibantu ya sama Satpol-PP,” katanya, mencoba menenangkan.
Edo bersama sejumlah pejabat Pemkot Cirebon lainnya terlihat terus memantau proses penertiban lapak-lapak pedagang yang ada di kawasan Bima.
Ia mengatakan, penertiban ini bagian dari upaya untuk mengembalikan fungsi kawasan Bima sebagai ruang publik yang dapat dimanfaatkan warga untuk berolahraga dan beraktivitas secara nyaman.
Edo pun menyampaikan ucapan terimakasih kepada para pedagang yang membongkar lapak-lapak dagangannya secara mandiri. Meski ada beberapa pedagang yang belum melakukan hal serupa.
“Terimakasih banyak untuk masyarakat di kawasan Bima yang sudah sadar untuk membongkar lapaknya secara mandiri. Ini merupakan bentuk kesadaran dari masyarakat,” kata Edo.
Edo memastikan lapak-lapak pedagang di kawasan Bima yang dibongkar berdiri secara ilegal karena tidak memiliki izin. “Ngga ada izin sama sekali. Makanya mereka sadar. Karena tidak memiliki izin, ya tentunya dengan kesadaran mereka, kami ucap terimakasih,” kata dia.
“Kecuali yang shelter yah. Kalau shelter memang sudah peruntukannya. Tapi di luar dari shelter, itu tidak berizin,” kata Edo menambahkan.
Karena itu, penertiban dilakukan untuk mengembalikan fungsi kawasan Bima sebagai ruang publik dan sarana olahraga bagi masyarakat. “Kita akan kembalikan kawasan Bima ke fungsinya sebagai fasilitas olahraga,” kata Edo.
5. Kawasan Bima Ditata, PKL Ditertibkan
Kasus penipuan bermodus pengobatan non-medis kembali terjadi. Kali ini, menimpa IF, warga Desa Prajawinangun Kulon, Kecamatan Kaliwedi, Kabupaten Cirebon.
Ika yang merupakan istri mantan kepala desa setempat, melaporkan kasus dugaan penipuan yang dialaminya kepada pihak kepolisian setelah merasa ditipu oleh seseorang yang mengaku sebagai ‘dukun’ dari Jawa Timur.
Kasus ini bermula pada 25 Mei 2024, ketika pelaku berinisial SH menawarkan jasa pengobatan alternatif kepada IF. SH mengklaim dapat menyembuhkan penyakit yang diyakini berkaitan dengan gangguan non-medis atau sihir, dengan syarat korban harus memberikan mahar sebesar Rp110 juta. Uang tersebut disebut sebagai syarat ‘sajen’ yang hanya perlu disiapkan selama tujuh hari.
Kapolsek Kaliwedi, AKP Sugiono, menjelaskan bahwa SH dulunya merupakan rekan kerja suami korban saat menjabat sebagai kepala desa.
“Pelaku menawarkan jasa penyembuhan kepada istri korban dengan dalih pengobatan spiritual, namun uang mahar yang diserahkan justru dibawa kabur,” kata Sugiono, Sabtu (26/07/2025).
Alih-alih sembuh, penyakit yang diderita korban tidak menunjukkan perubahan. Kecurigaan pun muncul, dan korban akhirnya melaporkan SH ke pihak berwajib. Dalam pemeriksaan, SH mengakui telah menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan pribadinya.
“Pelaku mengaku perbuatannya dan menyatakan bahwa uang itu digunakan untuk keperluan pribadi, bukan untuk ritual seperti yang dijanjikan,” lanjut Sugiono.
Meski pelaku sempat terancam hukuman pidana maksimal empat tahun penjara, kasus ini tidak berakhir di pengadilan. Kepolisian Polsek Kaliwedi, di bawah naungan Polresta Cirebon, memutuskan untuk menyelesaikan perkara melalui pendekatan Restorative Justice (RJ), sesuai Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 8 Tahun 2021.
“Karena pelaku menunjukkan itikad baik dan telah mengembalikan kerugian kepada korban, kami memfasilitasi perdamaian kedua belah pihak,” ujarnya.
Proses mediasi dilakukan pada Kamis, 24 Juli 2025, pukul 14.45 WIB di Polresta Cirebon, dengan melibatkan korban, pelaku, serta kuasa hukum korban.
Dalam mediasi tersebut, SH sepakat mengembalikan kerugian yang diderita korban dan meminta maaf secara terbuka. Kedua pihak pun menyepakati penyelesaian secara kekeluargaan tanpa melanjutkan perkara ke meja hijau.
Dengan adanya kesepakatan damai, Kepolisian resmi menghentikan penyidikan kasus tersebut.
“Kami menghentikan penyidikan demi hukum, sesuai prinsip keadilan restoratif yang mengedepankan pemulihan hubungan antara korban dan pelaku,” tegasnya.