Kala Pekerja Wisata Melawan Larangan Study Tour

Posted on

Senin (21/7/2025) pagi saat suasana Kota Bandung mulai sepi, puluhan orang menggunakan bus pariwisata kompak bergerak menuju Gedung Sate. Mereka bukan datang untuk liburan, tapi membawa tuntutan agar keluhan-keluhannya bisa didengarkan.

Di halaman pusat Pemerintah Provinsi Jawa Barat, massa yang mengatasnamakan dari Solidaritas Para Pekerja Pariwisata Jabar ini datang sembari membawa sejumlah tuntutan. Salah satu poin utamanya, mereka mendesak Gubernur Dedi Mulyadi untuk mencabut larangan study tour yang telah dikeluarkan.

Larangan study tour sendiri termuat dalam Surat Edaran Nomor 43/PK.03.03/KESRA. Regulasi ini telah disahkan semenjak awal Dedi Mulyadi dilantik menjadi Gubernur Jabar pada Februari 2025. Tujuannya saat itu, Dedi Mulyadi tidak mau memberatkan beban orang tua siswa.

Namun, setelah surat edaran ini diberlakukan, muncul suara-suara penuh kepasrahan di kalangan pelaku pariwisata Jabar. Mereka yang menggantungkan hidup dari agenda karyawisata, banyak yang dilanda kecemasan karena tak tahu lagi harus berbuat apa.

Meski demikian, Pemprov Jabar dan Dedi Mulyadi sepertinya bersikukuh dengan keputusannya. Sanksi tegas bahkan diberlakukan untuk sekolah, salah satunya memecat Kepala Sekolah SMAN 6 Depok karena berani mengabaikan titah dari Dedi Mulyadi.

Setelah sayup-sayup kebijakan ini tak terdengar lagi, para pelaku dan pekerja pariwisata di Jabar ternyata diam-diam sedang menyusun kekuatan. Senin (21/7) pagi, massa kemudian datang ke Gedung Sate untuk bisa menyampaikan tuntutan yang mencabut larangan study tour yang telah dikeluarkan.

“Tuntutan kita itu hanya satu, cabut larangan gubernur kegiatan studi tur sekolah. Dari sekolah di Jawa Barat ke luar Jawa Barat,” kata Koordinator Aksi, Herdi Sudardja.

Demo pun harus digelar karena mereka sudah tidak punya jalan keluar. Para pekerja pariwisata kini kesulitan untuk mendapat pemasukan, mulai dari pengusaha atau PO bus, UMKM penyedia jasa oleh-oleh, katering, hingga agen travel.

Masalahnya, daerah lain kata dia, di antaranya Yogyakarta dan Jawa Tengah, tidak memberlakukan larangan soal study tour. Kebijakan ini seharusnya bisa diikuti di Jabar, tapi pada kenyataannya, audiensi yang coba mereka tempuh pun menemui kebuntuan.

“Kita sudah melakukan beberapa upaya, termasuk audiensi, termasuk para pengusaha dari sektor transportasi pariwisata Jabar sudah melayangkan surat yang ke gubernur pada bulan Mei 2025. Saat itu tidak direspon oleh yang bersangkutan, oleh gubernur,” tuturnya

“Ini apa maksudnya. Gubernur Jabar ini sepertinya ingin bertemu dan selalu memilih oligarki karena tidak mau bertemu dengan pengusaha dari sektor pariwisata,” tandasnya.

Massa bahkan mengancam jika tuntutan mereka tidak didengarkan, mereka akan membawa pasukan yang lebih besar. Sebab kata Heri, ini baru 10 persen dari para pekerja pariwisata di Jabar yang turun ke jalan.

“Langkah selanjutnya, mungkin kita dengan aksi yang lebih besar lagi. Karena aksi ini hanya diikuti mungkin hanya 10 persen,” tuturnya.

Di siang hari, emosi massa aksi ternyata semakin tinggi. Dengan serempak, mereka membunyikan klakson telolet di depan Gedung Sate saat aksi itu terus dilakukan dengan tuntutan supaya larangan study tour dibatalkan.

Semuanya bermula saat massa aksi didatangi salah satu pejabat Biro Kesra Setda Jabar. Pejabat itu sempat naik ke mobil komando dan memberikan janji kepada massa akan menyampaikan tuntutan mereka kepada Dedi Mulyadi.

Namun, massa merasa tak puas dengan jawaban tersebut. Sebagian perwakilan dari mereka lalu merangsek masuk ke halaman Gedung Sate, dan mengonfrontasi pejabat Biro Kesra yang diketahui bernama Juan ini.

Di halaman Gedung Sate, perdebatan pun tak bisa dihindarkan. Dimulai saat perwakilan massa hendak disambungkan lewat panggilan video dengan ajudan Dedi Mulyadi, tapi akhirnya panggilan itu malah diputuskan tanpa alasan.

Konfrontasi pun terus dilakukan. Namun, tuntutan mereka hanya bisa dibalas seadanya oleh pejabat Biro Kesra. Di hadapan perwakilan massa, pejabat itu pun berjanji akan melaporkan masalah ini langsung ke Dedi Mulyadi.

“Pokoknya, tenang. Saya akan berusaha, hari ini saya akan berusaha, saya akan koordinasi, udah, tunggu aja,” kata pejabat Biro Kesra Setda Jabar bernama Juan itu kepada perwakilan massa.

Juan kemudian masuk ke dalam Gedung Sate. Namun setelah menunggu waktu selama satu jam, massa tak kunjung mendapat jawaban yang memuaskan.

Karena pejabat Biro Kesra yang ditunggu-tunggu itu tak kunjung keluar, massa lantas melakukan aksi tak terduga. Sejumlah bus pariwisata lalu diparkir tepat si depan gerbang, dan membunyikan klaksos telolet secara beriringan.

Bunyi klakson telolet itu pun membuat bising seluruh area Gedung Sate. Meski demikian, aksi massa ini masih berlangsung kondusif dalam penjagaan polisi.

Namun setelah itu, hal yang tak diinginkan pun akhirnya terjadi. Pada sore hari, massa merangsek dan melanjutkan demo tuntutannya dengan menutup akses jalan menuju ke Flyover Mochtar Kusumaatmadja atau Flyover Pasupati.

Sekitar pukul 15.25 WIB, bus-bus yang sudah demo di Gedung Sate memenuhi Jalan Surapati. Alhasil, pengendara yang memiliki tujuan ke Pasteur menggunakan jalur bawah. “Ini bentuk kekecewaan kami kepada pemerintah Jawa Barat,” kata salah satu awak bus.

Sayang, hingga Senin (21/7) malam, belum ada keterangan resmi dari Pemprov Jabar menanggapi tuntutan ini. Anggota Komisi V DPRD Jabar Zaini Sofari ikut berkomentar dengan meminta Dedi Mulyadi menurunkan egonya dan bisa duduk bersama dengan para pendemo untuk mencari solusi.

“Gubernur memang punya otoritas dengan visi misinya, tapi harus diimbangi dengan pengambilan keputusan melalui penyerapan aspirasi yang ada di masyarakat. Sehingga semua kebijakannya menjadi populis, menjadi membumi dan membantu kesejahteraan masyarakat,” katanya saat berbincang dengan infoJabar, Senin (21/7/2025).

Secara keseluruhan, Ketua Fraksi PPP DPRD Jabar itu sepakat dengan tujuan Dedi Mulyadi melarang study tour karena tidak mau membebani orang tua siswa. Namun demikian, kata dia, ada komponen lain yang harus diperhatikan dan jangan sampai mendapatkan imbas dari kebijakan yang dikeluarkan.

Oleh karena itu, Zaini pun memberikan nasihat kepada Dedi Mulyadi untuk menurunkan egonya soal masalah ini. Jangan sampai, kata Zaini, Dedi Mulyadi malah berujung seperti Raja Midas, sebuah cerita fiktif zaman Yunani kuno yang menggambarkan egoisme seorang pemimpin.

“Saya yakin, Kang Dedi itu pemimpin. Maka pemimpin itu harus mau mendengarkan apa yang menjadi masukan dari rakyatnya. Kalau tidak pernah mau mendengar masukan dari rakyatnya, khawatir jadi Raja Midas,” ucapnya.

“Itu cerita dulu, jadi digambarkan dia adalah seorang raja dengan segala sesuatu yang dia inginkan terpenuhi semua. Sampai-sampai yang disentuhnya jadi emas, istrinya juga jadi emas. Maka tidak ada kehidupannya selain emas,” katanya menambahkan.

“Artinya, hanya kepongahan, hanya keserakahan dan ego yang dia punya. Kang Dedi pun jangan jadi begitu, kalau ada masukan, sama-sama untuk didengarkan. Kemudian diolah menjadi sebuah keputusan, tapi setelah mendengarkan masukan dari sana sini,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *