Suara teriak komando bersahut-sahutan di Lapangan Soetadi Ronodipuro Setukpa Lemdiklat Polri. Deretan pria dan wanita berseragam Polri itu berdiri gagah, membentuk barisan.
Wajah-wajah lelah mereka tak mampu menyembunyikan senyum bangga. Beberapa tradisi harus dilaksanakan untuk melebur segala suku, budaya, bahasa dan agama. Mulai dari berendam di kolam Rajawali hingga disiram menggunakan water canon.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
“Mereka ini kan mulai dari Sabang sampai Merauke. Merupakan hal-hal yang berbeda, memiliki budaya yang berbeda-beda. Dengan tradisi itu kami satukan, kami lebur semua. Jadi tidak ada lagi perbedaan suku, bangsa, agama, dan bahasa. Semua jadi satu,” kata Wakalemdiklat Polri Irjen Eko Budi Sampurno usai melaksanakan upacara pembukaan pendidikan SIP angkatan ke-54 gelombang II TA 2025 di Kota Sukabumi, Kamis (10/7/2025).
Pendidikan itu diikuti oleh 1.155 orang yang terdiri dari siswa Polki 1.098 orang dan siswa Polwan 57 orang. Mereka akan mengikuti pendidikan mulai bulan Juli hingga November 2025.
“Proses pendidikan selama 4 bulan adalah waktu yang sangat singkat untuk mengubah mental seorang bintara menjadi seorang perwira. Hal tersebut tidaklah mudah, namun tidak mudah bukan berarti tidak bisa,” ujarnya.
“Untuk itu dibutuhkan tekat dan komitmen yang kuat dari dalam diri peserta didik untuk dapat memproleh bekal pengetahuan maupun keterampilan yang memadai dan bermanfaat dalam pemasaran tugas di lapangan nantinya,” sambungnya.
Eko Budi mengingatkan bahwa pendidikan di Setukpa tak hanya soal akademik dan fisik. Nilai moral adalah syarat utama, literasi menjadi penting, dan integritas adalah harga mati. Para pengasuh sudah dibekali untuk membentuk mereka bukan sekadar menjadi inspektur polisi, tetapi juga pemimpin yang mampu melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat.
Ia juga menyoroti pentingnya menjaga marwah pendidikan Polri. Ia mengingatkan para siswa untuk menghindari segala bentuk perilaku transaksional, bahkan dalam proses belajar.
“Bukan ada kondisi (transaksional) sebelumnya. Artinya gini lho, kita menghindari hal-hal yang sifatnya negatif. Jadi mereka di sini untuk kebersamaan. Maksudnya transaksional itu jangan mendekati seseorang untuk mendapat nilai bagus. Jadi nggak boleh ada lagi di pendidikan ini,” tegasnya.
Ia juga menyelipkan pesan tanamkan prinsip ‘ora-ono bekas konco, konco saklawase, saklawase konco.’ Wakalemdik kembali menekankan pentingnya menjaga nama baik Polri sejak pendidikan.
“Tidak pernah ada bekas teman. Teman selamanya. Setelah pendidikan kalian disebar ke seluruh Indonesia, tetap jaga komunikasi. Jadi kalau ada masalah di daerah masing-masing bisa saling memberi masukan,” ucapnya.
“Hilangkan sikap arogan, jangan minta dilayani, jangan bawa atribut yang bikin Polri tampak sombong. Kalian harus bisa melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Jangan rusak citra Polri dengan hal-hal negatif,” tambahnya.
Siang itu, halaman Setukpa masih panas, kegiatan tradisi penyambutan siswa rencananya akan dilakukan pada pukul 14.00 WIB saat terik matahari melewati setengah ubun-ubun.
Raut wajah para siswa baru terlihat mantap. Langkah mereka terasa lebih ringan. Perjalanan panjang ini baru saja dimulai dan di pundak mereka, marwah Polri kini dititipkan.