Tabu Edukasi Seks di Keluarga Picu Remaja Rentan Terpapar HIV

Posted on

Kelompok usia muda kini masuk dalam radar risiko penyebaran HIV di Kabupaten Sukabumi. Sepanjang Januari hingga Mei 2025, dari total 103 kasus HIV yang tercatat berdasarkan kelompok usia, 24 kasus berasal dari kelompok usia 20-24 tahun dan 4 kasus dari usia 15-19 tahun. Artinya, hampir 30 persen dari seluruh kasus baru ditemukan pada kelompok usia muda.

Data tersebut bersumber dari rekap Sistem Informasi HIV/AIDS dan IMS (SIHA) yang ditarik oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi pada 25 Juni 2025 pukul 10.20 WIB.

“Kurangnya peran keluarga, dalam hal ini orang tua, karena masih tabu membicarakan edukasi seksual, jadi salah satu penyebab. Ditambah faktor lingkungan dan pengalaman kekerasan seksual yang tidak tertangani,” kata Danny Eka Irawan, Ketua Tim Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2M) Dinkes Kabupaten Sukabumi, kepada infoJabar, Jumat (27/6/2025).

Danny menjelaskan bahwa remaja dan dewasa muda kerap menjadi korban dari ketidaksiapan lingkungan dalam memberikan pemahaman tentang risiko penyakit menular seksual. Tidak sedikit kasus terjadi pada individu yang tidak memiliki informasi dasar mengenai HIV dan cara penularannya.

“Orang tua sering menganggap topik seks sebagai sesuatu yang tabu dibicarakan. Ini membuat anak-anak mencari tahu sendiri, dan celah ini berisiko besar menjerumuskan mereka pada praktik seksual tanpa perlindungan,” ujarnya.

Selain itu, Danny juga menyoroti faktor trauma masa lalu seperti pelecehan seksual yang tidak pernah ditangani secara psikologis dan medis. Ini memperburuk kondisi kerentanan remaja terhadap HIV.

Untuk merespons kondisi tersebut, Dinkes Kabupaten Sukabumi telah menerapkan beberapa strategi. Menurut Danny, salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah menggerakkan semua fasilitas pelayanan kesehatan untuk melakukan edukasi secara langsung ke sekolah-sekolah dan pesantren.

“Kami sudah koordinasikan semua fasyankes agar melakukan penyuluhan dan edukasi ke institusi pendidikan,” ungkapnya.

Dinas juga bekerja sama dengan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) serta sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk memperluas jangkauan edukasi dan skrining dini. Selain itu, materi informasi disebarkan melalui berbagai media cetak dan elektronik, dengan harapan dapat menembus lapisan masyarakat yang belum bisa dijangkau secara langsung oleh petugas kesehatan.

Sepanjang Januari hingga Mei 2025, Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi mencatat 103 kasus baru HIV berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin. Kasus terbanyak ditemukan pada kelompok usia 25-49 tahun, yaitu sebanyak 70 kasus yang terdiri dari 46 laki-laki dan 24 perempuan. Jumlah ini mencerminkan sekitar dua pertiga dari seluruh kasus selama periode tersebut.

Di posisi kedua, kelompok usia 15-24 tahun mencatat total 28 kasus, dengan rincian 4 kasus pada usia 15-19 tahun (seluruhnya laki-laki) dan 24 kasus pada usia 20-24 tahun (18 laki-laki dan 6 perempuan). Artinya, lebih dari seperempat kasus HIV baru terjadi pada kalangan remaja dan dewasa muda.

Sementara itu, kelompok balita (≤ 4 tahun) mencatat 2 kasus baru (masing-masing satu laki-laki dan satu perempuan), dan tidak ditemukan kasus pada usia 5-14 tahun. Pada usia 50 tahun ke atas, tercatat 3 kasus baru (2 laki-laki dan 1 perempuan).

Secara keseluruhan, laki-laki mendominasi jumlah kasus, yaitu 71 dari 103, atau sekitar 69 persen. Ini menunjukkan bahwa risiko penularan HIV pada laki-laki di Sukabumi masih jauh lebih tinggi dibanding perempuan di semua kelompok usia.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi, Agus Sanusi, menegaskan bahwa persoalan HIV/AIDS tidak cukup ditangani dari sisi medis semata. Ia menyoroti pentingnya peran kolektif seluruh lapisan masyarakat dalam membangun pemahaman, mencegah stigma, dan menciptakan ruang edukatif yang sehat.

“Masalah HIV ini bukan hanya tugas petugas medis. Semua pihak harus ambil bagian. Remaja harus diberi ruang aman untuk bertanya dan dilindungi dari informasi yang keliru,” ujar Agus.

Menurutnya, tanpa keterlibatan keluarga, lembaga pendidikan, komunitas, dan tokoh masyarakat, upaya pencegahan HIV berisiko mandek di tingkat layanan. Ia menilai edukasi sejak dini dan terbuka adalah kunci untuk membendung lonjakan kasus baru, terutama di kalangan usia muda.

“Jika kita masih menganggap pembicaraan soal seksualitas itu tabu, kita justru membuka celah bagi remaja mencari tahu di tempat yang salah,” imbuh Agus.

Dinas Kesehatan Sasar Sekolah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *