Apakah Anda pernah berurusan dengan debt collector? Atau saudara dan kerabat yang diancam hingga diintimidasi debt collector? Jika hal tersebut dialami oleh Anda dan orang terdekat Anda, lalu apa yang harus kamu lakukan?
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut, jika Pelaku Usaha Jasa Keuangan atau PUJK dapat menggunakan jasa debt collector untuk melakukan penagihan kepada debiturnya. Biasanya, jasa debt collector ini berasal dari pihak ketiga.
Meski diperbolehkan, dalam menjalankan tugasnya debt collector ini harus berpegang pada ketentuan hukum yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 22 Tahun 2023.
“Mereka diperbolehkan menggunakan jasa pihak ketiga. Tapi memang ada yang harus diperhatikan, oleh jasa penagih itu, tidak boleh melakukan pengancaman hingga intimidasi. Secara ketentuannya tidak boleh menggunakan intimidasi atau kekerasan dan ancaman yang bisa melanggar pidana,” kata Asisten Direktur OJK Jabar Iman Kadarusman Nugraha kepada infoJabar, Selasa (24/6/2025).
Selain dalam penagihan tidak boleh melakukan ancaman atau intimidasi, dalam melakukan penagihan debt collector juga harus memperhatikan waktu dalam penagihan.
“Kemudian dari sisi waktu juga harus diperhatikan. Artinya, waktunya itu ada jam-jam tertentu. Dari jam, katakan jam kerja mungkin ya, secara normal jam 8 pagi sampai jam berapa tuh? Jam operasional kerja lah. Tapi mungkin kalau tenaga penagihan bisa juga tidak sesuai jam kerja ya, jam 8 sampai jam 17, ini sampai jam 20. Artinya secara, di lapangan mungkin berbeda ya, jam 8 sampai jam 20. Kemudian dilakukan di jam hari kerja, sampai hari Sabtu. Hari libur, Hari Minggu pada umumnya, itu tidak diperkenankan,” ujarnya.
Tak hanya itu, penagihan utang-piutang ini harus dilakukan kepada debiturnya langsung, bukan ke teman atau kerabat dari debitur. Termasuk tidak melakukan intimidasi, pengancaman dan kekerasan terhadap keluarga debitur. “Dan penagihannya harus kepada nasabahnya atau peminjamnya, bukan melalui keluarga,” ucapnya.
Selain itu, Iman juga menyebut jika PUJK akan bekerjasama dengan debt collector untuk membantu melakukan penagihan terhadap debiturnya, harus yang sudah tersertifikasi.
“Kalau untuk penyelenggara atau lembaga keuangan yang formal dan ada perizinan dari OJK, secara kekhususan, si tenaga penagihnya sebelum dialihkan ke jasa pihak ketiga penagihan, mereka harus memiliki sertifikasi untuk melakukan penagihan,” tuturnya.
Iman menyebut, jika tugas debt collector tidak diawasi langsung oleh OJK. Tanggung jawab debt collector ada di bawah PUJK yang bekerjasama dengan jasa debt collector itu sendiri.
“Jadi gini ya, mungkin kita berangkat dulu dari kenapa sih sampai harus ada debt collector. Artinya kan ada hubungan hukum antara debitur dengan pihak perusahaan, nah itu bank atau lembaga finance atau apapun itu. Di dalam hubungan itu kan ada hak dan kewajiban yang mengikat kedua belah pihak,” katanya.
“Biasanya, kebanyakan atau seringnya memang kaitannya dengan hutang-piutang, debitur mendapatkan pinjaman dari bank maka terikat hak dan kewajiban. Nah berarti kan kalau debitur di sini dia punya kewajiban ya, kewajibannya apa? Melakukan pembayaran angsuran. Nah debt collector ini kenapa sampai harus ada? Berarti kan ada permasalahan, permasalahannya apa? Misalnya debitur wanprestasi, tidak membayar gitu ya,” ujarnya melanjutkan.
Menurutnya, tidak mungkin debt collector itu serta merta melakukan penagihan tanpa sebab. Pasti sebagian besar masalahnya itu wanprestasi. Jika debitur itu lancar, memenuhi kewajibannya, debt collector ini tidak akan secara langsung menagih ke debitur.
“Jadi ada sebabnya, menurut ketentuan OJK harus dipastikan dulu debitur itu melakukan wanprestasi. Wanprestasi apa sih yang dimaksudkan? Itu tertuang dalam PK, masing-masing PK antara kedua belah pihak. Nah wanprestasi ini tentunya berbeda-beda antara sektor perbankan, sektor finance dan lain sebagainya,” terangnya.
“Contoh finance, dianggap wanprestasi yang membutuhkan debt collector itu bilamana ketentuannya lebih dari 90 hari gitu ya. Perbankan misalnya dia punya ketentuan yang dianggap wanprestasi, misalnya dari kol 2 sampai kol 5 itu baru di kol 3, kol 3 itu berarti 180 hari, misalnya ini contoh ya. Jadi kita perlu clearkan dulu bahwa debt collector itu bertindak setelah ada sebuah sebab,” tembahnya
Menurutnya, ketika perusahaan itu bekerjasama dengan pihak ketiga, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, seperti yang diatur dalam POJK. Misalkan harus berbadan hukum, harus memiliki izin dari instansi yang berwenang, memperoleh sertifikasi tenaga penagihan dari lembaga sertifikasi yang memang sudah ditunjuk.
“Nah kalau kaitannya dengan pengawasan, kita tetap pengawasannya adalah di perusahaannya, PUJK-nya, jadi tidak ke debt collector-nya. Tetapi kita memiliki aturan bahwa bilamana perusahaan itu bekerjasama dengan pihak ketiga, debt collector, dia harus memenuhi syarat ABCD sebagaimana tadi kita sampaikan,” tuturnya.
“Sehingga ketika misalnya dalam permasalahan case by case ya, ada laporan dari masyarakat ya, pengaduan atau apa, oh ini saya ditagih debt collector ini, ini, ini. Nah mangga, itu nanti kita ada mekanisme pengaduan. Silahkan disampaikan pengaduannya, permasalahannya seperti apa, tentunya dilengkapi dokumen, nanti kami di PUJK ada fungsi pelayanan konsumen. Kita coba tindak lebih lanjut. Nah bila mana terindikasi adanya pelanggaran tentunya nanti kita sampaikan ke pengawas terkaitnya,” pungkasnya.