Kejaksaan Agung mengungkap kasus ekspor crude palm oil (CPO) yang menjerat Wilmar Group. Duit triliunan hasi sitaan dipajang hingga menggunung.
Penampakan duit triliunan itu dipampang Kejagung dalam konperensi pers di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan pada Selasa (17/6/2025) kemarin. Sebagaimana dilansir dari infoNews, terlihat hamparan pecahan uang Rp 100 ribu.
Uang itu bertumpuk hingga menggunung. Seluruh uang dikelompokkan dengan jumlah masing-mamsing Rp 1 miliar dalam satu plastik.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengungkap penyitaan uang ini menjadi yang paling besar. Bahkan, kata Harli, penyitaan Rp 11,8 triliun terbesar sepanjang sejarah.
“Yang pertama bahwa untuk kesekian kali kita melakukan release press conference terkait dengan penyitaan uang dalam jumlah yang sangat besar dan barangkali merupakan press conference terhadap penyitaan uang dalam sejarahnya, ini yang paling besar,” kata Harli.
Sementara itu, Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, Sutikno, mengatakan uang sitaan Rp 11,8 triliun itu tidak ditampilkan semuanya. Menurut dia, Kejagung hanya memajang Rp 2 triliun saja.
“Yang kita lihat sekarang ini, di sekeliling kita ini ada uang, ini total semuanya nilainya Rp 2 triliun. Uang ini merupakan bagian dari uang yang tadi kita sebutkan, Rp 11.880.351.802.619,” ujar Sutikno.
Sitaan uang triliunan ini berasal dari pengungkapan kasus korupsi persetujuan ekspor crude palm oil (CPO) minyak kelapa sawit periode 2021-2022 yang menjerat korporasi Wilmar Group.
“Penyitaan uang hasil tindak pidana korupsi pemberian fasilitas CPO dan turunannya dari para terdakwa korporasi Wilmar Group sebesar Rp 11.880.351.802.619,” kata Sutikno.
Uang-uang itu berasal dari lima korporasi di Wilmar Group yakni PT Multimas Nabati Asahan, PT Multinabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
“Bahwa dalam perkembangannya, kelima terdakwa korporasi tersebut beberapa saat yang lalu mengembalikan sejumlah uang kerugian negara yang ditimbulkan. Total seluruhnya seperti kerugian yang telah terjadi, yaitu Rp 11,8 triliun,” kata Sutikno.
“PT Multimas Nabati Asahan sebesar Rp 3.997.042.917.832.42, PT Multi Nabati Sulawesi sebesar Rp 39.756.429.964.94, kemudian yang ketiga PT Sinar Alam Permai sebesar Rp 483.961.045.417.33, yang keempat PT Wilmar Bioenergi Indonesia sebesar Rp 57.303.038.077.64, dan yang kelima Wilmar Nabati Indonesia sebesar Rp 7.302.288.371.326.78,” rincinya.
Uang tersebut kini disimpan penyidik pada rekening penampungan Kejaksaan Agung pada Bank Mandiri. Dia memastikan penyitaan sudah atas izin dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Penyitaan tersebut dilakukan pada tingkat penuntutan dengan mendasarkan ketentuan Pasal 39 Ayat 1 huruf A juncto Pasal 38 Ayat 1 KUHAP untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat kasasi,” jelasnya.
Sebagai informasi, Kejagung telah menjerat tiga perusahaan, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group, dalam kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng periode 2021-2022. Kasus ini merupakan hasil pengembangan terhadap proses hukum di kasus korupsi minyak goreng dengan lima terdakwa perorangan.
Dalam putusannya, majelis hakim menilai para pelaku telah merugikan keuangan negara hingga Rp 6 triliun dan merugikan perekonomian negara senilai Rp 12,3 triliun.
Kasus CPO korporasi ini diketahui telah divonis lepas oleh PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Kejagung saat ini kemudian mengajukan permohonan kasasi terhadap vonis lepas itu ke Mahkamah Agung.
Artikel ini sudah tayang di infoNews