Ketua Komisi I DPRD Kota Bandung, Radea Respati menanggapi secara kritis sikap pemimpin yang cenderung menanggapi kritik publik dengan tantangan balik, alih-alih menjadikan kritik sebagai bahan introspeksi.
Pernyataan ini ia sampaikan menanggapi beberapa respons dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi terhadap masukan publik dan justru menantang balik pihak yang melontarkan kritik.

“Sebagai akademisi di bidang hukum, saya harus berpendapat secara lurus terkait respon terhadap kritik kepada eksekutif, yaitu Gubernur Jawa Barat, yang seolah-olah malah menjawab kritikan dengan tantangan kepada pihak yang mengkritik untuk ikut meringankan tugas gubernur dengan tata cara yang diusulkan,” ujar Radea dalam keterangan tertulisnya, Senin (9/6/2025).
Menurutnya, sikap semacam itu tidak tepat, mengingat sistem ketatanegaraan Indonesia sudah jelas membagi kekuasaan menjadi tiga pilar utama antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang memiliki peran, hak, dan kewajiban masing-masing.
“Respons terhadap kritik dengan cara menantang balik justru menimbulkan keraguan terhadap kesediaan pemimpin untuk bersikap fair dan terbuka dalam menjalankan tugasnya,” tegasnya.
Radea mencontohkan, dalam sistem peradilan, tidak pernah terdengar hakim menjawab kritik terhadap putusannya dengan meminta pihak pengkritik untuk menggantikan peran hakim. Hal itu dinilainya sebagai bentuk pengingkaran terhadap batas dan tanggung jawab kelembagaan.
“Apabila itu terjadi apakah kekuasaan kehakiman dapat dijalankan oleh pihak yang mengkritik, apakah peran hakim dapat digantikan oleh pihak pemberi kritik untuk meringankan tugas yudikatif? Tentu saja tidak,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya kritik sebagai instrumen demokrasi untuk menyempurnakan kebijakan. Apalagi, jika kebijakan yang dijalankan hanya berbentuk surat edaran, bukan produk peraturan perundang-undangan yang kuat secara hukum.
Ia pun mengutip pernyataan Prof. Mochtar Kusumaatmadja dimana hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, dan kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman.
“Kebijakan yang dilakukan khawatirnya mengikis hak demokrasi dan mendekati kekuasaan yang sewenang-wenang,” tandasnya.