7 Fakta Ular Naga Jawa, Hewan ‘Penunggu’ Gunung Sanggabuana

Posted on

Di Indonesia, orang mengenal mitos tentang naga. Orang Sunda juga mengenal ular naga sebagai bagian dari mitologi tentang asal-usul padi. Naga Antaboga atau Sanghyang Antaboga, di Sunda dan di beberapa etnis lain seperti Jawa dan Bali, dipercaya sebagai dewa.

Namun, belum lama ini ada yang menemukan ular naga di dunia nyata, yaitu ular Naga Jawa (Xenodermus javanicus), tepatnya di Gunung Sanggabuana, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Ular langka itu pula dianggap sebagai penunggu Gunung Sanggabuana.

Penamaan ‘naga’ tampaknya karena asosiasi sisik ular itu yang pada bagian punggung menonjol seperti gerigi, memanjang di sepanjang punggung, tak beda seperti naga mitos.

Ular itu punya nama ilmiah Xenodermus javanicus, yang alasan ular itu dinamakan ‘Xenodermus’ adalah karena ‘kulit aneh’ sesuai arti kata itu. Xenodermus javanicus merupakan bagian dari keluarga Xenodermidae.

Berbeda dengan anggota keluarga yang lain, ular Naga Jawa diduga mengalami evolusi dengan jalur tersendiri sehingga punya tubuh seperti naga di dalam mitos.

Ular ini punya fakta-fakta unik dan menarik. Apa saja? Simak artikel ini sampai tuntas yuk!

Meski namanya mengandung unsur ‘Jawa’, nyatanya Xenodermus javanicus hidup juga di luar pulau Jawa. Penamaan itu hanya untuk menandai bahwa ular tersebut pertama kali ditemukan di pulau Jawa.

Orang yang pertama kali menemukan dan mencatatnya adalah Johannes Theodor Reinhardt (1836). Dia pula yag mengukuhkan nama ular itu sebagai Xenodermus javanicus.

Dr. Felix Kopstein dalam studi berjudul ‘Ein Beitrag zur Morphologie, Biologie und Ökologie von Xenodermus javanicus Reinhardt’ pada 1938 mengatakan bahwa ular tersebut tersebar di sejumlah di nusantara, tidak hanya di Jawa.

“Wilayah distribusi yang diketahui saat ini adalah Semenanjung Malaya (Pinang, Perak, Victoria Point), Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Lokasi pasti Kepulauan Sunda Besar belum dilaporkan dalam literatur,” tulisnya.

Jika yang terbayang dari kata ‘naga’ adalah ular ukuran sangat besar, maka sejatinyanya ular Naga Jawa bukanlah ular yang raksasa. Sebaliknya, ukuran panjang tubuh ular Xenodermus javanicus ini tidak sampai 1 meter.

Dikutip dari Greeners, tubuh Xenodermus javanicus berkembang dari menetas dari telur sampai sepanjang 50 centimeter. Ular yang jenis kelaminnya memang ukurannya lebih besar dibandingkan dengan yang jantan.

Namun, yang jantan punya ekor yang lebih tebal. Pembeda antara jantan dan betina pada ular ini adalah adanya organ hemipenial (penis) pada ular jantan. Namun, ciri yang umum untuk mengenali Naga Jawa adalah adanya tiga baris sisik yang kasar yang menonjol di bagian punggung ular ini.

Jika naga mitos menyemburkan api melalui mulutnya, Naga Jawa tidak mengeluarkan sesuatu yang berbahaya. Bahkan, ular ini tidak berbisa. Menurut Animalium BRIN dan sumber lain, ular ini termasuk dalam kategori ular yang tidak berbahaya bagi manusia. Ular ini makan dengan cara memangsa hewan air yang lebih kecil, seperi katak. Dikatakan juga memangsa cacing.

Berbeda dengan naga mitos yang pemarah, ular Naga Jawa cenderung pemalu. Hal ini terlihat dari pilihannya untuk menentukan habitat. Ular ini cenderung sukar ditemui karena hidup di hutan-hutan yang lembab dan lebih senang berada di dekat aliran air. Ular ini juga nokturnal atau aktif di malam hari.

“Habitat dengan kondisi udara sejuk, ketinggian di atas 1.000 mdpl serta daerah lembab dekat bebatuan dan aliran air sangat ia sukai. Sebab mereka sering bersembunyi di daerah bebatuan,” tulis situs Animalia BRIN.

International Union for Conservation of Nature (IUCN), sebuah lembaga konservasi internasional memberi status konservasi terhadap ular Naga Jawa sebagai ‘least concern’ atau risiko rendah.

Hal ini mengindikasikan bahwa Naga Jawa bukanlah ular yang keberadaannya terancam punah, melainkan masih mungkin sering ditemukan di sejumlah daerah di nusantara. Penemuan ular itu di Gunung Sanggabuana, Jawa Barat menambah daftar habitat ular ini.

Dalam ‘Wawacan Sulanjana’ sebuah sastra Sunda kuna, dikatakan Sanghyang Antaboga menangis dan tetesan air matanya menjadi telur. Dari telur-telur itu menetas melahirkan sosok lain, di antaranya telur itu menetaskan Nyai Pohaci Dangdayang Sri.

Seperti dalam mitos, Naga Jawa juga berkembang biak dengan cara bertelur (Ovipar). Yaitu, ular betina bertelur kemudian melindunginya di tempat telurnya itu hingga telur-telur menetas. Ini cara yang berbeda dengan jenis-jenis ular lain yang beranak (Ovovivipar), di mana telur menetas di dalam tubuh induknya dan anak ular lahir tanpa cangkang.

Xenodermus javanicus punya habitat yang sukar ditiru oleh habitat buatan. Yaitu, ular tersebut hidup di hutan-hutan yang lembab, dekat batang pohon yang membusuk, dan di dekat sungai. Dengan detail habitat seperti itu, sulit untuk menjadikan Naga Jawa sebagai peliharaan.

Situs Animalia BRIN mengatakan, meski tidak berbahaya dan berbisa, Naga Jawa tidak disarankan untuk jadi binatang peliharaan. Alasannya, ular itu mudah stres. Bisa dikaitkan kondisi stres itu dengan lingkungan hidup buatan yang berlainan dengan lingkungan hidup aslinya.

Demikian fakta unik Ular Naga Jawa. Masih adakah fakta lainnya, infoers?

7 Fakta Unik Ular Naga Jawa

1. Hidup Juga di Luar Jawa

2. Tidak Raksasa, Panjangnya Kurang dari 1 Meter

3. Ular Naga Jawa Tidak Berbisa

4. Naga Jawa yang Pemalu

5. Berstatus ‘Least Concern’

6. Berkembang Biak dengan Cara Bertelur

7. Jangan Jadi Peliharaan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *