Ketika mendengarkan pidato-pidato Bung Karno Presiden Pertama RI dalam siaran di internet, sering kita bertanya-tanya, bagaimana caranya belajar menjadi pembicara yang hebat? Kata-katanya bukan hanya menggema, tetapi menyentuh hati pendengarnya.
Tak heran, jika proklamator kemerdekaan RI itu mampu menggerakkan rakyat di negara kepulauan ini untuk bersatu dan meraih kemerdekaan. Pidatonya selalu disampaikan dengan artikulasi yang jelas, lugas, dan logis, sehingga pendengarnya mengerti.
Di Tanah Pasundan, orang-orang senang dengan siaran Kang Ibing di radio Mara Bandung (yang kini jejak siarannya masih bisa dilacak di internet). Gaya siaran yang jenaka, kaya akan pengetahuan ke-Sundaan, dan tak jarang sambil tertawa terbahak-bahak membuat pendengarnya juga tertawa-tawa dan menyenanginya.
Pada umumnya, kehebatan berbicara, atau menjadi pembicara yang hebat bukan hanya diraih karena ‘anugerah’ alam, melainkan juga karena dilatih. Sebab, nyatanya menjadi pembicara hebat itu ada teknik-tekniknya.
Menjadi pembicara yang hebat bukan hanya dalam format pidato dan ceramah lainnya di hadapan publik. Komunikasi sehari-hari yang lancar dengan teman sejawat, orang tua, dan bos di kantor juga bagian dari hal ini.
Apa saja tips untuk menjadi pembicara hebat? Artikel ini akan mengulas 6 tips menjadi pembicara yang hebat, mengutip sejumlah sumber termasuk buku ‘Berbicara itu Ada Seninya, Rahasia Komunikasi yang Efektif’ karangan Oh Su Hyang.
Tentu, ada banyak aspek yang perlu dipelajari jika ingin menjadi pembicara yang hebat. Intinya jika kita bicara, bagaimana agar lawan bicara menjadi nyaman sehingga komunikasi mengalir dua arah.
Selain dari gestur, diksi yang diucapkan, cara mengucapkan, dan sejumlah aspek lainnya, ada yang tak kalah penting dalam seni berbicara. Yakni, aspek logika. Dengan logika yang runut apalagi menggunakan bahasa yang sederhana, tentu komunikasi akan efektif dan kita menjadi pembicara yang hebat.
Oh Su Hyang memberi contoh tentang anak sekolah yang ingin bepergian ke luar negeri dan meminta izin kepada orang tuanya. Keinginan anak itu untuk pergi ke luar negeri merupakan pendapat. Jika ingin mendapatkan izin, anak itu harus menyatakan alasannya.
“Izinkan aku pergi ke Eropa sebulan saja,” kata seorang anak kepada orang tuanya. Sampai kapanpun merengek meminta izin, orang tua mungkin tidak akan mengizinkannya.
Lain hal jika anak itu membubuhkan alasannya. Seperti dengan kalimat: “Izinkan aku pergi ke Eropa sebulan saja (pendapat). Perjalanan ini akan sangat berguna. Ini bisa memperlancar bahasa Inggrisku karena aku mengobrol dengan banyak orang dari berbagai negara, dan perjalanan ini berguna untuk dunia kerja yang sering kali menilai penting pengalaman bepergian ke luar negeri (alasan).”
Selain lugas, pembicara yang hebat selalu menghindari loncatan logika. Loncatan logika terjadi karena sebab-akibat yang sebenarnya tidak berhubungan, dianggap saling berkaitan.
Sebagai contoh: “Masjid ini harus direnovasi, tentu jemaah akan tambah banyak”. Ini menghubungkan antara bagusnya masjid dan jemaah yang datang untuk salat wajib lima kali sehari. Nyatanya, masjid bagus tidak selalu berkaitan dengan semangat orang muslim untuk datang ke masjid.
Filsuf Socrates telah berbicara sejak awal tentang integritas, yaitu kesinambungan atau konsistensi antara ucapan dan perbuatan. Menurutnya, bicara itu bukan asal mengucapkan sesuatu, melainkan harus menggerakkan orang.
Karena itu, orang yang diajak bicara akan melihat kita sebagai pembicara apakah konsisten antara pembicaraan dengan perbuatan, atau sebaliknya jauh panggang dari api.
Untuk menjadi pembicara yang hebat, diperlukan konsisten dalam bersikap, sehingga pembicaraan juga akan konsisten, tidak ada pendapat baru yang berbelit-belit dan tidak jujur.
Istilah-istilah teknis dalam Pemilihan Umum (Pemilu) dan dalam dunia pendidikan yang banyak kode, singkatan, dan akronim, misalnya, lebih baik dijelaskan dengan gamblang.
Penggunaan kata-kata sederhana, termasuk menghindari terlalu banyak mengucapkan singkatan adalah tips yang baik untuk memulai menjadi pembicara yang hebat.
Pembicaraan dalam bidang agama dengan diksi-diksi yang tidak dimengerti pendengar juga akan membuat komunikasi gagal. Pendengar malah akan menganggap pembicara itu dengan cibiran sebagai ‘orang yang paling tahu segalanya’.
Jika sedang berbicara dengan seseorang dan merasa jengkel, kita sering tempramental sehingga berbicara lepas dari logika. Ingatlan, menurut Oh Su Hyang, kekesalan adalah sesuatu yang dilarang dalam upaya untuk menjadi pembicara yang hebat. Tetaplah tenang, atur nafas, jangan biarkan emosi meluap-luap.
Seperti ungkapan ‘penulis yang baik adalah pembaca yang lahap’, begitu juga pembicara yang hebat adalah pendengar yang baik. Seorang pembicara yang hebat harus bisa menjadi pendengar setia lawan bicaranya.
Oprah Winfrey, seorang pemandu acara talkshow yang hebat dan digandrungi adalah pendengar yang juga hebat. Ketika pertanyaan pertama dilontarkan kepada tamunya di acara, pada saat itu juga dia menaruh simpati kepada tamunya itu. Tamu merasa nyaman dan akhirnya mau menumpahkan ceritanya, bahkan cerita-cerita yang seharusnya sukar diungkapkan.