Sekitar 50 ekor kuda nil dan sejumlah hewan besar lainnya ditemukan mati akibat keracunan antraks di Taman Nasional Virunga, wilayah timur Republik Demokratik Kongo. Wabah ini menimbulkan kekhawatiran besar, mengingat antraks merupakan penyakit serius yang juga dapat menular ke manusia.
Menurut CNN, Sabtu (12/4/2025), hewan-hewan tersebut ditemukan mengambang di sepanjang sungai utama yang mengalir menuju salah satu danau terbesar di Afrika. Direktur Taman Virunga, Emmanuel De Merode, mengonfirmasi bahwa hasil tes menunjukkan penyebab kematian adalah keracunan antraks.
“Tes mengonfirmasi keracunan antraks,” ujar De Merode.
Ia menambahkan bahwa selain kuda nil, sejumlah kerbau juga ditemukan mati. Namun, penyebab pasti dari kontaminasi bakteri antraks ini belum dapat dipastikan.
Dalam gambar yang dibagikan pihak taman nasional, terlihat beberapa bangkai kuda nil tergeletak di Sungai Ishasha, sebagian terperangkap di antara dedaunan dan lumpur di tepi sungai. Peristiwa ini menjadi kerugian besar bagi Taman Nasional Virunga, yang selama bertahun-tahun telah berupaya keras memulihkan populasi kuda nil.
Sebelumnya, populasi kuda nil di taman ini pernah mencapai lebih dari 20.000 ekor. Namun, perburuan liar dan konflik bersenjata menyebabkan penurunan drastis menjadi hanya beberapa ratus ekor pada tahun 2006. Kini, taman tersebut menampung sekitar 1.200 ekor kuda nil, sehingga kematian puluhan di antaranya menjadi pukulan telak bagi konservasi satwa liar.
Penjaga taman mulai menyadari adanya masalah sejak sekitar lima hari lalu, ketika bangkai hewan mulai terlihat di sepanjang sungai yang juga menjadi perbatasan alami antara Kongo dan Uganda. Wilayah ini diketahui berada di bawah kendali kelompok pemberontak bersenjata.
Antraks adalah penyakit infeksi berbahaya yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Spora bakteri ini dapat bertahan lama di tanah dan menginfeksi hewan liar melalui udara, tumbuhan, atau air yang telah tercemar.
Dalam pernyataan resminya pada Selasa lalu, Institut Konservasi Alam Kongo mengimbau masyarakat untuk menghindari kontak langsung dengan satwa liar serta merebus air dari sumber lokal sebelum dikonsumsi, guna menghindari potensi penyebaran penyakit.
De Merode menjelaskan bahwa pihak taman telah berusaha untuk mengubur bangkai kuda nil guna mencegah penyebaran bakteri. Namun, keterbatasan alat berat menjadi hambatan utama.
“Sulit karena kurangnya akses dan logistik. Kami memiliki sarana untuk membatasi penyebaran (penyakit) dengan mengubur mereka dengan soda kaustik,” ujar De Merode kepada Reuters.
Sungai di kawasan taman tersebut mengalir ke utara menuju Danau Edward, dan warga sekitar mulai menemukan lebih banyak bangkai di perairan danau tersebut.
“Ada lebih dari 25 bangkai kuda nil yang mengambang di perairan danau, dari Kagezi hingga Nyakakoma,” ungkap Thomas Kambale, tokoh masyarakat sipil di Nyakakoma.
Baca selengkapnya di .