5 Fakta Terbaru Kasus Aktivis Demokrasi Vs Diskominfo Jabar

Posted on

Neni Nur Hayati, aktivis demokrasi sekaligus Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, resmi melayangkan somasi ke pihak Diskominfo Jawa Barat (Jabar).

Neni menuntut permintaan maaf dari Diskominfo dan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi setelah menjadi korban serangan digital atau doxing.

Berikut 5 fakta terkait kejadian ini:

Neni mendapat serangan digital secara masif sejak 15-16 Juli 2025. Semuanya terjadi karena unggahannya di TikTok pada 5 Mei 2025 yang menyampaikan kekhawatiran terhadap praktik penggunaan buzzer yang dianggap dapat mengancam demokrasi.

“Pada hari ini kami menyampaikan somasi kepada Pemprov Jabar dan juga kepada Dinas Kominfo Pemprov Jabar. Kaitannya dengan pemasangan foto tanpa izin di dalam konten terkait statement dari Mbak Neni Nur Hayati,” kata kuasa hukum Neni, Ikhwan Fajrojhi di Gedung Sate, Senin (21/7).

Akibatnya, kata Ikhwan, Neni tak hanya mendapat serangan di medsos. Sejumlah akun sosial medianya juga diretas setelah kritiknya diunggah ulang Diskominfo Jabar.

Neni pun menuntut permintaan maaf terbuka dari Diskominfo Jabar hingga Dedi Mulyadi. Kemudian, Neni turut meminta supaya unggahan di akun resmi Diskominfo Jabar yang mencantumkan fotonya bisa dihapus.

“Pertama yang kami tuntut adalah permintaan maaf terbuka. Karena memang peristiwa ini sudah sangat merugikan klien kami. Jadi kami berharap Pemprov Jawa menyadari akan kekeliruannya dan memberikan, menyampaikan permintaan maaf secara terbuka,” ucapnya.

“Yang kedua kemudian melakukan takedown, karena sampai hari ini akun-akun yang memasang wajah klien kami itu masih. Kami memberikan waktu 2×24 jam untuk melakukan takedown dan 1×5 hari untuk menyelesaikan ini dengan cara minta maaf secara terbuka di media,” tambahnya.

“Termasuk, ya, (Dedi Mulyadi) dalam jabatannya sebagai Gubernur, sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap Pemprov Jabar ya, itu kami juga menuntut,” tegasnya.

Sementara, Neni Nurhayati memaparkan, bahwa kritik yang disampaikan bukan ditujukan kepada pribadi Dedi Mulyadi. Namun kemudian, ia malah mendapat ancaman yang membahayakan akibat hal tersebut.

“Saya belum pernah mendapatkan serangan digital yang sangat parah seperti sekarang. Brutalnya luar biasa, karena ancamannya itu sudah sampai pada ancaman penyiksaan dan lain sebagainya,” katanya.

“Ini bukan hanya permasalahan hate speech atau caci maki, itu saya sudah biasa tapi ini sudah sampai pada ancaman penyiksaan, apalagi ancaman nyawa. Itu yang menurut saya tidak bisa kemudian saya biarkan begitu saja,” pungkasnya.

Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Iwan Suryawan menanggapi, serius dugaan doxing terhadap aktivis demokrasi Neni Nur Hayati oleh akun resmi milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Dugaan tersebut menyeret akun Instagram milik Diskominfo Jabar yang memuat foto Neni tanpa izin.

Iwan menegaskan, bahwa dalam era keterbukaan informasi seperti saat ini, etika dalam menggunakan media sosial harus menjadi perhatian utama, terlebih jika dilakukan oleh lembaga pemerintah.

“Kalau jejak digital bisa ditelusuri ya, doxing atau tidak. Artinya kalau secara hukum ada undang-undang ITE di situ terkait masalah itu. Jadi perlu kehati-hatian dalam menyampaikan pemberitaan di media sosial,” ujar Iwan saat dimintai tanggapan, Jumat (18/7).

Menurutnya, dugaan tersebut sebaiknya ditindaklanjuti secara resmi oleh pihak yang merasa dirugikan agar proses pembuktian dapat dilakukan secara adil dan tidak menjadi polemik berkepanjangan di ruang publik digital.

“Kalau memang itu diduga (doxing), tergantung yang bersangkutan menindaklanjuti untuk mengadukan sesuai aturan yang ada sehingga bisa saling membuktikan ketimbang harus ramai lagi di media sosial,” ujarnya.

Kepala Diskominfo Jabar, Adi Komar, menegaskan bahwa unggahan tersebut tidak dimaksudkan untuk mempublikasikan identitas pribadi seseorang ke ruang publik. Menurutnya, konten tersebut merupakan bagian dari diseminasi informasi yang berkaitan dengan hak publik dalam mengakses data pemerintahan.

“Konten Diskominfo tidak bermaksud mempublikasikan identitas seseorang ke publik. Tujuannya diseminasi informasi jika memerlukan informasi publik yang di antaranya adalah anggaran dan dokumen, dapat diakses melalui kanal yang berlaku yaitu PPID Diskominfo Jabar dan website sesuai aturan perundangan yang berlaku,” jelas Adi dalam keterangannya, Kamis (17/7).

Ia juga menjelaskan dalam penyampaian informasi di media sosial, Diskominfo Jabar menerapkan teknik komunikasi yang relevan dengan karakteristik platform dan audiens. Dalam kasus ini, teknik yang digunakan adalah stitch atau kutipan ulang dari konten sebelumnya yang dinilai masih dalam konteks dan sifatnya terbuka.

“Diskominfo Jabar melakukan teknik komunikasi publik sesuai dengan platform (dalam hal ini media sosial) yang dilihat dan dicerna sesuai audiens dan konteks. Dalam postingan tersebut, kami melakukan teknik stitch, melampirkan, mengutip konten sebelumnya yang terkait sesuai konteks dan informasi yang sifatnya terbuka,” ujarnya.

Mendapat Serangan Digital

Akun Medsos Neni Diretas

Kritik Bukan untuk Demul

DPRD Jabar Minta Diskominfo Klarifikasi

Respons Diskominfo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *