Tiga orang korban pemerkosaan oknum Residen Anestesi dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) Dokter Priguna Anugerah P alias PAP di RSHS Bandung mendapatkan pendampingan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
LPSK juga memberikan pendampingan terhadap empat saksi dalam kasus ini. Keputusan ini dikeluarkan berdasarkan Keputusan Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK (SMPL) pada Senin, 5 Mei 2025 lalu.
Dalam kasus ini, seluruh terlindung mendapatkan perlindungan Pemenuhan Hak Prosedural berupa pendampingan di persidangan.
Wakil Ketua LPSK Sri Nurherwati mengatakan, bagi tiga terlindung yakni tiga orang berstatus hukum sebagai saksi korban. Bentuk perlindungan berbeda-beda sesuai dengan permohonan yang mereka ajukan.
“Selain mendapat pemenuhan hak prosedural, korban FH juga mendapat layanan perhitungan restitusi, korban N mendapat pemenuhan hak atas Informasi berupa perkembangan penanganan kasus dan korban F mendapat rehabilitasi psikologis dan hak atas informasi,” kata Nurherwati dalam keterangan tertulis yang diterima infoJabar, Minggu (11/5/2025).
Dalam penanganan kasus ini, LPSK telah melakukan langkah proaktif dengan melakukan penjangkauan korban pada 10 April 2025. LPSK turun ke lapangan menjangkau saksi dan korban dan melakukan penelaahan serta berkoordinasi dengan Kanit PPA Polda Jabar, Penyidik PPA Polda Jabar, dan UPTD PPA Kota Bandung.
Dia mengungkapkan, kekerasan seksual yang terjadi dalam kasus ini masuk dalam kategori relasi kuasa yang membuat korban tidak berdaya.
“Relasi kuasa yang terjadi dunia medis menyangkut pengetahuan, profesi dokter dimana masyarakat memahami dokter tidak akan melakukan tindakan kekerasan seksual,” ungkapnya.
Nurherwati menerangkan, hukuman terhadap tersangka lebih berat karena profesinya yang seharusnya menjadi pemberi layanan hak dasar warga negara atas kesehatan dan ditambah dilakukan kepada lebih dari satu orang. Dia juga menegaskan, perlunya setiap instansi menghadirkan standar operasional pencegahan tindak pidana kekerasan seksual saat merekrut pegawai.
“Salah satu yang dapat dilakukan dengan menelusuri seseorang apakah pernah menjadi pelaku kekerasan seksual atau tidak,” pungkasnya.