16 Pesantren di Jabar Akan Diperbaiki Pemerintah

Posted on

Dengan 12.972 pesantren atau 30,42 persen dari total pesantren di Indonesia, Jawa Barat menjadi daerah dengan jumlah lembaga pendidikan berbasis keagamaan terbanyak di Tanah Air.

Besarnya jumlah tersebut membuat provinsi ini menjadi prioritas pemerintah pusat dalam percepatan renovasi dan rekonstruksi bangunan pondok pesantren yang dinilai membutuhkan peningkatan standar keamanan.

Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Masyarakat Desa, Daerah Tertinggal, dan Daerah Tertentu Kemenko Pemberdayaan Masyarakat, Abdul Haris menegaskan, pemerintah pusat telah akan memastikan bangunan pesantren di seluruh Indonesia harus memenuhi standar layak fungsi.

“Pemerintah provinsi ataupun kabupaten/kota diharapkan dapat berperan serta dalam percepatan renovasi dan rekonstruksi bangunan pesantren yang telah diinisiasi oleh pemerintah pusat,” ujar Haris di Bandung, Rabu (19/11/2025).

Ia menjelaskan, dari 80 pondok pesantren di sembilan provinsi yang tengah menjalani audit pusat, 16 di antaranya berada di Jawa Barat. Adapun tiga provinsi terbesar ialah Jabar, Jatim, dan Jateng menjadi sasaran awal audit karena tingginya jumlah pesantren dan kompleksitas kebutuhan renovasi.

“Di Jawa Barat sekitar 16 (pesantren) dari 80 secara keseluruhan di sembilan provinsi. Ini tiga provinsi terbesar dan pada tahap awal pun untuk proses audit kami lakukan sebagian besar di tiga provinsi ini,” kata Haris.

Bangunan pesantren yang masuk kategori audit merupakan rekomendasi Kementerian Agama. Ponpes-ponpes tersebut selanjutnya akan direnovasi atau direkonstruksi menggunakan APBN setelah hasil audit selesai diproses.

“Kementerian Agama telah menetapkan 80 titik untuk dilakukan audit terhadap bangunan pesantren yang ada dan sebagian hasilnya sudah disampaikan. Nanti kita juga akan mengambil langkah-langkah yang lebih strategis karena ini menyangkut penggunaan dari anggaran APBN,” jelasnya.

Sementara Dirjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Dewi Chomistriana menuturkan, audit bangunan pesantren dilakukan untuk mengantisipasi potensi bencana sekaligus memastikan standar keselamatan, kesehatan, kenyamanan, hingga kemudahan akses dapat terpenuhi.

“Pemerintah daerah memiliki peran strategis, dimana dengan otoritas dalam penerbitan Perizinan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Layak Fungsi (SLF), pemerintah kabupaten/kota dapat melakukan percepatan kepemilikan PBG dan SLF bagi pesantren,” kata Dewi.

Ia menuturkan, kepemilikan PBG dan SLF menjadi sangat penting karena berfungsi memastikan standar kelayakan konstruksi dan operasional sebuah pesantren. Namun faktanya, dari ribuan pesantren yang tersebar di Indonesia, hanya sedikit yang mengantongi sertifikat tersebut.

“Dalam skala nasional, hanya 667 pesantren yang memiliki PBG dan 170 pesantren yang memiliki SLF,” ungkap Dewi.

Dari 80 pesantren yang diaudit tahun ini, baru 19 bangunan selesai diperiksa hingga November 2025. Hasilnya menunjukkan kondisi yang memprihatinkan.

“Dari total 19 yang sudah kita selesaikan, yang memenuhi kekuatan struktur hanya 6 persen. Sebagian besar memang tidak dilengkapi dengan antisipasi untuk kebakaran, petir, air minum, dan sanitasinya. Semuanya harus memerlukan perbaikan,” tandasnya.

Mayoritas Pesantren Belum Penuhi Standar Kelayakan