Kamis, 20 Februari 2025, menjadi momen bersejarah bagi Jawa Barat. Di Istana Merdeka, Jakarta, Presiden Prabowo Subianto resmi melantik Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat.
Tak perlu menunggu lama, beberapa jam setelah pelantikan, Dedi langsung membuat keputusan kontroversial dengan mencopot Kepala Sekolah SMAN 6 Depok gegara melanggar imbauan larangan study tour sekolah.
Gebrakan lain gubernur yang akrab disapa KDM di awal masa jabatannya adalah membongkar objek wisata Hibisc Fantasy Puncak, milik anak usaha BUMD Jaswita Jaya Lestari yang dianggap jadi biang kerok bencana banjir karena merusak ekosistem lingkungan.
Dedi juga membongkar ratusan bangunan liar di sepanjang Kali Baru, Tambun Selatan, Bekasi. Pembongkaran dilakukan karena bangunan yang menutup kali selama puluhan tahun.
“Pertama di hulu, daerah resapan airnya terdiri dari kawasan gunung, hutan, dan area perkebunan itu berubah fungsi menjadi kawasan pemukiman elite, menjadi kawasan pariwisata yang itu menggerus area resapan air dengan jumlah yang cukup tinggi,” kata Dedi, Rabu (13/3/2025).
“Termasuk dulu banyak sekali rumah-rumah, perumahan-perumahan berizin, itu mengambil daerah aliran sungai sebagai bibir dari area perumahan itu,” ungkapnya.
Sektor pertambangan di Jabar juga tak luput dari ketegasan Dedi Mulyadi. Dedi menegaskan tidak ada lagi investasi di Jabar yang mengeksploitasi lingkungan seperti pertambangan. Bahkan dia meminta izin tambang yang sudah ada tidak lagi diperpanjang.
“Dan tidak akan ada lagi perpanjangan izin pertambangan yang berdampak terhadap kerusakan lingkungan,” tegas KDM, Jumat (16/5/2025).
Gebrakan Dedi di bidang pendidikan juga menyedot perhatian publik. Ia menerapkan sejumlah kebijakan cepat seperti jam malam bagi pelajar, larangan study tour, pelarangan wisuda berbiaya mahal, hingga program semi-militer melalui program Pendidikan Panca Waluya.
Program ini mengirim 273 siswa bermasalah ke barak militer di Lembang dan Purwakarta. Pro dan kontra pun tak terhindarkan. Namun begitu, Dedi tetap yakin dengan kebijakannya mengirim siswa bermasalah ke barak militer.
“Kalau yang saya lakukan dasarnya hati, maka diterimanya oleh rasa dan melahirkan cinta. Jadi membangun hubungan negara dengan rakyat, pemimpin dengan rakyat, itu urusan rasa, bukan urusan administrasi kenegaraan,” ucap Dedi, Selasa (20/5/2025).
“Jadi ini salah satu bukti bahwa banyak orang meragukan apa yang dilakukan oleh Pemprov Jabar, tetapi akhirnya waktu yang menjawab,” sambungnya.
Survei Indikator Politik Indonesia yang dirilis 28 Mei 2025 menunjukkan hasil mencolok. Tingkat kepuasan publik terhadap Dedi Mulyadi mencapai 94,7 persen, tertinggi diantara gubernur lain di Pulau Jawa.
Namun, saat responden diminta menilai kebijakan-kebijakan teknis, seperti pengentasan kemiskinan, permodalan, koperasi, hingga ketenagakerjaan, hasilnya masih di bawah 50 persen.
“Jawa Barat menarik, persepsi terhadap Gubernur Dedi Mulyadi sangat positif, tetapi kinerja Pemprov-nya tidak seluruhnya diapresiasi,” ujar Burhanuddin Muhtadi, Pendiri dan Peneliti Utama Indikator.
Burhanuddin menyebut Dedi sebagai sosok yang intuitif dan yakin terhadap keputusannya. Namun ia mengingatkan, proses deliberatif, mendengar suara rakyat sebelum bertindak masih lemah.
Contoh kebijakan yang tidak populis adalah wacana bansos dengan syarat program KB bagi pria. Respons masyarakat kelas bawah cenderung negatif, namun Dedi tetap percaya itu demi kebaikan bersama.
Bahkan menurutnya, Dedi Mulyadi seakan tidak mempedulikan pro kontra yang muncul merespon kebijakan yang dibuat. Sebab Dedi memiliki keyakinan kuat untuk mempertahankan kebijakannya.
“Kalau melihat dari kejauhan, KDM kaya punya semacam intuisi bahwa apa yang dia lakukan itu yang benar. Jadi dia punya keyakinan dia yang paling tahu apa yang baik buat warganya. Kan proses delibratifnya agak kurang, dia mikirnya ini baik buat warga,” jelasnya, Kamis (29/5/2025).
“Dia punya judgement terlepas apakah itu kontroversial atau tidak tapi dia punya judgement itu. Dan dieksekusi dengan segala plus minusnya, minusnya delibratif kurang, plusnya dia punya keyakinan yang cukup tinggi dan punya kemampuan untuk mempertahankan kebijakan,” lanjutnya.
Namun tingginya tingkat kepuasan ini tak hanya datang dari kinerja teknis semata, tapi juga faktor emosional. “Persepsi itu tidak semata-mata dibentuk keberhasilan teknokratik, tapi juga karena pemimpin dianggap benar-benar bekerja untuk rakyat,” ungkap Burhanuddin.
Pakar politik dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Pius Sugeng Prasetyo menilai, belum banyak kebijakan KDM yang sifatnya untuk jangka panjang. Menurutnya, Dedi lebih banyak membuat kebijakan yang inkremental.
“100 hari ini menjadi sebuah saat di mana orientasi membuat mapping. Kira-kira Jawa Barat ini membutuhkan katakanlah intervensi suatu kebijakan yang untuk jangka panjang,” jelas, Minggu (1/6/2025).
Ia menyebut, masih banyak persoalan di Jabar yang perlu dituntaskan. Karenanya, dibutuhkan kebijakan yang sifatnya jangka panjang agar tindakan dari pemerintah tidak harus berulang kali dilakukan.
“Jawa Barat ini masih ada sebuah kesenjangan sosial yang sangat luar biasa. Maka kebijakan-kebijakan apa yang bisa digunakan untuk bahasanya adalah mengentaskan, mengurangi gap,” katanya.
“Entah itu yang terkait dengan isu pendidikan, entah itu yang isu sosial ekonomi, kawasan-kawasan katakanlah pinggir Jawa Barat ini ya. Saya pikir itu yang saya sangat berharap ya. Karena problem utamanya ada di situ,” sambungnya.