Setiap 10 November, bangsa Indonesia mengenang perjuangan para pahlawan yang mempertaruhkan nyawa demi kemerdekaan. Namun di era modern, makna kepahlawanan tak lagi sekadar tentang mengangkat senjata. Kini, menjadi pahlawan bisa berarti memberi manfaat bagi sesama bahkan dari hal sederhana seperti menjaga lingkungan.
Salah satunya dilakukan oleh Tatang Hidayat, seorang sanitarian, pegawai Puskesmas Cipaku, Kabupaten Ciamis. Ia dikenal karena inovasinya yang berhasil mengubah limbah tahu menjadi pupuk organik cair (POC) bernilai ekonomi tinggi. Pupuk ini tak hanya ramah lingkungan, tetapi juga membantu petani agar tak bergantung pada pupuk kimia. Juga berhasil mengatasi limbah tahu cair yang sempat menjadi persoalan di masyarakat.
Ide besar itu muncul ketika Tatang melihat banyaknya pabrik tahu di Kecamatan Cipaku, lebih dari 20 unit yang sebagian besar terpusat di Desa Muktisari. Dari situ muncul dua jenis limbah yakni ampas padat yang sudah lama dimanfaatkan, dan limbah cair yang justru mencemari lingkungan dengan bau menyengat.
Sekitar 40 persen limbah cair dibuang ke lingkungan seperti sungai, menimbulkan pencemaran. Bahkan beberapa tahun lalu sempat memicu aksi protes warga Baregbeg dan Cipaku. “Itu yang mendorong saya untuk mencari solusi,” kata Tatang.
Tatang lalu melakukan riset, observasi, dan inspeksi lingkungan. Dengan menggandeng salah satu pabrik tahu terbesar di wilayah itu, Tatang akhirnya menemukan cara mengubah limbah cair tahu menjadi pupuk organik cair.
Prosesnya cukup sederhana. Limbah tahu cair ditampung dalam toren, lalu difermentasi sekitar 15 hari menggunakan bahan alami seperti larutan gula kawung, zat nabati, dan hewani. Hasilnya adalah pupuk organik cair siap pakai. Inovasi tersebut menimbulkan dampak yang luar biasa.
“Alhamdulillah pencemaran berkurang drastis, kesehatan masyarakat meningkat, dan juga secara ekonomi masyarakat bisa ikut merasakan manfaatnya,” ujar Tatang.
Satu liter pupuk organik cair dihargai sekitar Rp 50 ribu per liter, dan potensinya besar. Dari ribuan liter limbah tahu, bisa dihasilkan pupuk dalam jumlah melimpah. Aplikasinya pun mudah, cukup satu tutup botol dicampur satu liter air dan disiramkan ke tanaman setiap 10 hari sekali.
Tatang berharap, inovasinya bisa menjadi langkah awal menjadikan Ciamis sebagai sentra pupuk organik cair. “Bupati sudah mencanangkan Ciamis menuju kabupaten organik. Potensinya luar biasa, bahan bakunya melimpah,” katanya penuh optimisme.
Perjalanan Tatang tak selalu mulus. Di awal, ia sempat dicurigai oleh pelaku usaha pabrik tahu dan paguyubannya. Mereka khawatir program ini justru menyulitkan. Namun setelah dilakukan presentasi dan diskusi, akhirnya mereka memahami bahwa solusi ini jauh lebih murah daripada membangun instalasi pengolahan limbah (IPAL) senilai Rp 2 miliar. Kini, para pengusaha tahu justru mendukung penuh inovasi tersebut.
“Awalnya sensitif, tapi sekarang mereka ikut mendukung inovasi ini, salah satunya untuk menjaga lingkungan,” ungkapnya.
Selain pupuk cair, Tatang juga berhasil menciptakan paving blok dari residu limbah tahu. Lumpur hasil endapan limbah cair dicampur dengan semen dan pasir, lalu dicetak menjadi paving blok yang bahkan telah diuji di laboratorium PU. “Tekanan hasilnya lebih kuat dari hebel,” jelas Tatang.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
Atas inovasinya, Tatang yang kini bertugas di Cipaku setelah 13 tahun di Tasikmalaya berhasil masuk enam besar PNS Berprestasi Tingkat Jawa Barat Tahun 2025. Hal tersebut menjadi contoh nyata bahwa kepahlawanan masa kini bisa lahir dari ide sederhana yang berdampak besar bagi masyarakat.
Penyuluh Pertanian Iding Supriadi mengakui manfaat inovasi ini. Menurutnya, pupuk organik cair dari limbah tahu tersebut bisa memperbaiki struktur tanah dan menekan ketergantungan petani pada pupuk kimia.
“Kalau diproduksi secara massal, program ini bisa menciptakan lapangan kerja dan mengubah limbah menjadi sumber ekonomi baru. Pak Tatang bisa disebut pahlawan lingkungan. Karena dari inovasinya, limbah yang dulunya mencemari kini menjadi berkah bagi petani,” tuturnya.
Hal senada diungkapkan Yati Suryati, bidan sekaligus pecinta anggrek di Puskesmas Cipaku. Ia telah menggunakan pupuk organik cair ini untuk tanaman anggreknya selama beberapa bulan terakhir.
“Tunasnya lebih besar, bunganya panjang dan tidak mudah rontok meski kena hujan. Jadi lebih subur,” tuturnya.
