Di atas puncak Gedung Sate yang megah, berdiri sebuah benda bersejarah yang kerap luput dari perhatian. Benda itu ialah sebuah sirene tua yang telah menjadi saksi bisu berbagai peristiwa penting di tanah Pasundan.
Meski kini hanya sesekali terdengar, terutama saat upacara 17 Agustus atau Hari Pahlawan, sirene ini pernah berperan vital dalam menjaga keselamatan warga Bandung dan sekitarnya.
Menurut Edukator Museum Gedung Sate Wenno Guna Utama, keberadaan sirene ini sudah ada sejak gedung ikonik tersebut dibangun pada tahun 1920. Pada masa itu, Gedung Sate merupakan bangunan tertinggi di Jawa Barat dan menjadi pusat pemerintahan yang strategis. Tak heran jika Bandung, termasuk Gedung Sate, menjadi target penting dalam masa penjajahan, baik oleh Belanda maupun Jepang.
“Sirene ini penanda ketika ada bencana alam ataupun ada kejadian yang sifatnya urgent seperti perang, yang dulu sering terjadi. Musuh dulu menargetkan Kota Bandung karena mengetahui bahwa Bandung ini cikal bakal ibu kota Hindia Belanda dan Jepang menargetkan Gedung Sate,” ucap Wenno, Sabtu (17/5/2024).
Menurut Wenno, suara sirene yang menggelegar bisa terdengar hingga puluhan kilometer jauhnya. Bahkan, jangkauannya konon mencapai Subang, Cianjur, Purwakarta, hingga hampir menyentuh Bogor.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
“Sirene ini jangkauannya ketika ada bahaya bisa mencapai puluhan kilometer, jadi terdengar hampir di seluruh Jabar, Purwakarta, Subang, Cianjur itu terdengar, Sumedang hampir ke Bogor pada saat itu,” ungkapnya.
Di masa lalu, ketika kota belum sepadat sekarang dan gangguan komunikasi masih terbatas, sirene ini menjadi alat vital peringatan dini bagi masyarakat. Uniknya, sirene ini juga digunakan dalam momen-momen religius dan budaya.
“Ketika Ramadan zaman dulu saat sahur menggunakan sirene itu. Sirene ini ada sejak Gedung Sate berdiri,” ujarnya.
Kini, meski suaranya tak lagi sekuat dulu akibat usia alat yang sudah mendekati satu abad, sirene tersebut masih digunakan untuk acara-acara seremonial.
“Sekarang masih diperdengarkan cuma untuk seremonial seperti 17 Agustus, 10 November Hari Pahlawan dan hari tertentu, cuma memang radiusnya tidak seperti dulu,” jelasnya.
Meski begitu, Wenno menyebut belum ada data pasti mengenai asal-usul sirene itu. Namun dugaan kuat menyebutkan bahwa alat ini didatangkan langsung dari Eropa, sejalan dengan status Gedung Sate sebagai simbol pemerintahan Hindia Belanda.
“Sirine ini tidak ada data detail dari mana asalnya. Tapi kemungkinan dari Eropa. Saat ini sirine masih sama persis seperti yang awal, tapi karena alatnya sudah 100 tahun jadi suaranya berkurang,” tandasnya.