Selain Cianjur, Gunung Padang Juga Ada di Tempat Ini

Posted on

Mendengar kata Gunung Padang tentu bayangan akan tertuju ke sebuah bukit di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Di bukit itu, ada susunan batu-batu yang merupakan tanda adanya peradaban pada silam masa.

Batuan-batuan yang panjang berbentuk kolom (columnar joint) menjadi ciri khas situs megalitikum ini. Batuan-batuan itu tersusun membentuk lima teras pada dinding bukit sisi utara.

Teras-teras itu akan menyambut pengunjung yang baru saja tuntas meniti tangga yang juga tersusun atas batu-batu. Tangga yang utama itu dalam istilah Sunda ‘netek’ (terjal) sehingga seseorang perlu fisik yang bugar untuk menggapai ke atas.

Gunung Padang di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat sangat populer. Namun, tahukah infoers, sejatinya di Jawa Barat ada empat Gunung Padang? Ketiga lainnya ada di Kabupaten Bandung, Kabupaten Ciamis, dan Kabupaten Tasikmalaya.

Apakah di gunung-gunung itu ada juga situs sejarah? Artikel ini akan mengulasnya. Simak sampai tuntas, yuk!

Gunung Padang ini berada jauh dari pusat kota Cianjur. Jika akan berkunjung ke tempat ini, menggunakan kendaraan pribadi sangat direkomendasikan. Dari pusat kota Cianjur, berkendaralah ke arah Sukabumi via Warungkondang.

Setelah melintasi kawasan Warungkondang sebelum tanjakan Gekbrong, berbeloklah ke kiri. Telusurilah jalan itu yang akan menghubungkan wisatawan ke stasiun kereta api bersejarah, Stasiun Lampegan.

Dari Lampegan, berarti Gunung Padang sudah dekat. Berkendara sedikit lagi menyusuri jalan dengan kiri-kanan kebun-kebun teh, maka perjalanan akan sampai di situs megalitikum itu.

Untuk sampai kepada situs yang dimaksud sebagai Situs Gunung Padang, maka kita perlu mendaki tangga yang lumayan terjal. Tangga utama ini, didahului dengan sebuah sumur di pinggirnya. Jika tidak ingin terlalu capai, bisa melalui tangga yang lebih landai. Tangga ini melipir di lereng kanan Gunung Padang.

Arkeolog Dr. Lutfi Yondri, M.Hum dalam buku ‘Situs Gunung Padang: Kebudayaan, Manusia, dan Lingkungan’ menjelaskan situs ini mula-mula ditemukan oleh Verbeek (Rogier Diederik Marius Verbeek) pada tahun 1891.

Keberadaan situs ini dicatat kembali oleh Krom (Nicolaas Johannes Krom) pada 1914. Dari sini, berbagai penelitian lanjutan dilakukan setelah situs ini ditemukan kembali pada tahun 1979. Penelitian telah dilakukan misalnya oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Balai Arkeologi Bandung, Direktorat Perlindungan Cagar Budaya dan Museum, serta Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang.

Di atas bukit itu, ada susunan batu-batu yang merupakan tanda adanya peradaban pada silam masa. Batuan-batuan yang panjang berbentuk kolom (columnar joint) menjadi ciri khas situs ini. Batuan-batuan itu tersusun membentuk lima teras pada dinding bukit sisi utara.

Lutfi Yondri mengatakan, dari sejumlah penelitian yang dilakukan, belum ada kesimpulan pasti apa sebenarnya fungsi situs Gunung Padang itu pada silam masa. Dugaan Verbeek dan Krom pada masa lalu menyatakan itu adalah lokasi penguburan, namun struktur yang terkuak di kemudian hari tidak menunjukkan bahwa itu adalah pekuburan.

Menurut Lutfi, dengan memerhatikan geografis Gunung Padang yang berada di sekitar (pasir) bukit yang lain dan kebudayaan masyarakat peladang di silam masa, dapat diduga bahwa Gunung Padang merupakan Punden Berundak, yaitu sebuah tempat untuk melakukan pemujaan. Dugaan ini diperkuat dengan keberadaan sumur di dekat tangga dan ada menhir (batu datar) yang berlokasi di teras kelima, teras paling atas pada situs ini.

“Bila hal itu dikaitkan dengan pola hidup masyarakat prasejarah yang hidup pada masa bercocok tanam yang telah mengembangkan budaya pengagungan arwah leluhur, terbuka kemungkinan fungsi situs Gunung Padang tersebut sebagai tempat pemujaan arwah leluhur,” kata Lutfi.

Ciwidey adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Udaranya terkenal sangat sejuk. Ini lantaran di wilayah ini, selain merupakan dataran tinggi, juga masih banyak area gunung dan hutannya.

Di daerah ini pula ada Gunung Padang. Tepatnya, di Desa Rawabogo, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Di lereng gunung ini, ada Situs Nagara Padang. Masyarakat di sekitarnya punya tradisi yang dilakukan setiap tahun, di antaranya tradisi ‘Miasih Bumi’.

Untuk mencapai ke situs ini, dari alun-alun Ciwidey tempuhlah dengan berkendara jalan ke arah Desa Rawabogo. Lokasinya tidak terlalu jauh. Namun, perlu diketahui bahwa gunung ini ada di perbatasan antara Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat. Kendaraan bisa diparkir di perkampungan.

Jika cuaca cerah, berjalan kaki mendaki ke area situs tidak akan melelahkan. Sebaliknya, jika sedang hujan sebaiknya menumpang ojek khusus. Warga lokal telah memodifikasi sepeda motor mereka untuk bisa menerjang jalan setapak yang licin dan kadang berlumpur. Ojek akan membawa ke ‘gerbang’ situs.

Dari sini, perjalanan fisik dan spiritual akan dimulai. Ada sebanyak 17 lokasi bongkah batuan besar yang menonjol dari bumi dan kesemuanya itu dimaknai sebagai fase kehidupan manusia, dari mulai kanak-kanak, dewasa, hingga bijaksana. Batu-batu itu berada di sejumlah tempat hingga ke puncak gunung dengan ketinggian 1150 mdpl itu.

Ketika datang ke Rawabogo, pengunjung akan berada di sisi utara Gunung Padang. Namun, ketika menelusuri situs itu, posisi akan berada di sisi barat cenderung ke selatan. Dengan posisi ini, jika pandangan dilayangkan ke seberang gunung, akan terlihat hamparan air. Itulah air Waduk Saguling.

Ketujuh belas batu fase kehidupan itu yakni, pada fase pertama ada batu Cikahuripan, batu Kaca-Kaca, batu Palawangan Ibu, batu Paibuan, batu Panyipuhan, dan batu Poponcoran.

Fase kedua, yang menjadi simbol adalah batu Saadeg, batu Gedong Peteng, batu Karaton, dan batu Kutarungu. Terakhir, fase ketiga disimbolkan dengan batu Masjid Agung, batu Bumi Agung, batu Korsi Gading, batu Pakuwon Prabu Siliwangi, batu Lawang Tujuh, batu Leuit Salawe Jajar dan Puncak Manik.

Situs Gunung Padang ini tepatnya berada di Desa Sukaresik, Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis. Lokasi ini telah ditemukan sejak lama dan menurut sejumlah penelitian, di sini ditemukan sejumlah arca seperti arca gajah berbadan manusia (Ganesha), arca bentuk sapi (Nandi), dan batu segi empat yang berlubang di tengahnya (Yoni), serta banyak lagi yang lainnya.

Menurut arkeolog Dr. Lutfi Yondri, M.Hum dalam buku ‘Situs Gunung Padang: Kebudayaan, Manusia, dan Lingkungan’ situs ini di silam masa berfungsi sebagai punden berundak, yaitu semacam tempat persembahan.

“Berdasarkan pengamatan terhadap strukturnya, saat sekarang masing masing teras punden berundak Gunung Padang, Cikoneng sudah banyak mengalami kerusakan berupa hilangnya susunan bongkahan batu penyusun dinding teras. Akan tetapi, dari susunan bongkahan batu menyusun teras yang masih dapat diamati,” katanya.

Situs ini oleh masyarakat setempat dipercaya sebagai Pangcalikan Ki Ajar Sukaresi. Siapakah Ki Ajar Sukaresi itu? Dia adalah raja Kerajaan Galuh dan merupakan ayah dari Sang Manarah atau Ciung Wanara. Ki Ajar Sukaresi tiada lain adalah Sri Raja Adi Mulya Permanadikusumah. Nama Permanadikusumah ini disebutkan dalam naskah Sunda kuno ‘Carita Parahyangan’.

Gunung ini terkenal dengan nama Gunung Raja. Namun, disebut juga Gunung Padang. Di sini, ditemukan sejumlah benda bersejarah seperti tembikar, keramik, hingga fosil. Wilayah ini oleh masyarakat setempat dikenal sebagai bekas tempat suci, mandala. Setingkat dengan kabuyutan.

Gunung ini berlokasi di Kecamatan Cikatomas. Kabupaten Tasikmalaya. Saat ini, Gunung Padang atau Gunung Raja berada di wilayah yang menjadi hutan lindung yang dikuasai Perhutani. Situs ini berada sekitar 60 kilometer dari pusat Kota Tasikmalaya.

Menurut para ahli, hingga saat ini belum ditemukan literatur sejarah dan kepurbakalaan yang menyentuh wilayah ini. Cerita tentang Gunung Padang di Cikatomas ini baru didapat dari warga yang menemukan pertama kali situs ini.

Gunung Padang Cianjur

Gunung Padang Ciwidey

Gunung Padang Ciamis

Gunung Padang Tasikmalaya

Ciwidey adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Udaranya terkenal sangat sejuk. Ini lantaran di wilayah ini, selain merupakan dataran tinggi, juga masih banyak area gunung dan hutannya.

Di daerah ini pula ada Gunung Padang. Tepatnya, di Desa Rawabogo, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Di lereng gunung ini, ada Situs Nagara Padang. Masyarakat di sekitarnya punya tradisi yang dilakukan setiap tahun, di antaranya tradisi ‘Miasih Bumi’.

Untuk mencapai ke situs ini, dari alun-alun Ciwidey tempuhlah dengan berkendara jalan ke arah Desa Rawabogo. Lokasinya tidak terlalu jauh. Namun, perlu diketahui bahwa gunung ini ada di perbatasan antara Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat. Kendaraan bisa diparkir di perkampungan.

Jika cuaca cerah, berjalan kaki mendaki ke area situs tidak akan melelahkan. Sebaliknya, jika sedang hujan sebaiknya menumpang ojek khusus. Warga lokal telah memodifikasi sepeda motor mereka untuk bisa menerjang jalan setapak yang licin dan kadang berlumpur. Ojek akan membawa ke ‘gerbang’ situs.

Dari sini, perjalanan fisik dan spiritual akan dimulai. Ada sebanyak 17 lokasi bongkah batuan besar yang menonjol dari bumi dan kesemuanya itu dimaknai sebagai fase kehidupan manusia, dari mulai kanak-kanak, dewasa, hingga bijaksana. Batu-batu itu berada di sejumlah tempat hingga ke puncak gunung dengan ketinggian 1150 mdpl itu.

Ketika datang ke Rawabogo, pengunjung akan berada di sisi utara Gunung Padang. Namun, ketika menelusuri situs itu, posisi akan berada di sisi barat cenderung ke selatan. Dengan posisi ini, jika pandangan dilayangkan ke seberang gunung, akan terlihat hamparan air. Itulah air Waduk Saguling.

Ketujuh belas batu fase kehidupan itu yakni, pada fase pertama ada batu Cikahuripan, batu Kaca-Kaca, batu Palawangan Ibu, batu Paibuan, batu Panyipuhan, dan batu Poponcoran.

Fase kedua, yang menjadi simbol adalah batu Saadeg, batu Gedong Peteng, batu Karaton, dan batu Kutarungu. Terakhir, fase ketiga disimbolkan dengan batu Masjid Agung, batu Bumi Agung, batu Korsi Gading, batu Pakuwon Prabu Siliwangi, batu Lawang Tujuh, batu Leuit Salawe Jajar dan Puncak Manik.

Gunung Padang Ciwidey

Situs Gunung Padang ini tepatnya berada di Desa Sukaresik, Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis. Lokasi ini telah ditemukan sejak lama dan menurut sejumlah penelitian, di sini ditemukan sejumlah arca seperti arca gajah berbadan manusia (Ganesha), arca bentuk sapi (Nandi), dan batu segi empat yang berlubang di tengahnya (Yoni), serta banyak lagi yang lainnya.

Menurut arkeolog Dr. Lutfi Yondri, M.Hum dalam buku ‘Situs Gunung Padang: Kebudayaan, Manusia, dan Lingkungan’ situs ini di silam masa berfungsi sebagai punden berundak, yaitu semacam tempat persembahan.

“Berdasarkan pengamatan terhadap strukturnya, saat sekarang masing masing teras punden berundak Gunung Padang, Cikoneng sudah banyak mengalami kerusakan berupa hilangnya susunan bongkahan batu penyusun dinding teras. Akan tetapi, dari susunan bongkahan batu menyusun teras yang masih dapat diamati,” katanya.

Situs ini oleh masyarakat setempat dipercaya sebagai Pangcalikan Ki Ajar Sukaresi. Siapakah Ki Ajar Sukaresi itu? Dia adalah raja Kerajaan Galuh dan merupakan ayah dari Sang Manarah atau Ciung Wanara. Ki Ajar Sukaresi tiada lain adalah Sri Raja Adi Mulya Permanadikusumah. Nama Permanadikusumah ini disebutkan dalam naskah Sunda kuno ‘Carita Parahyangan’.

Gunung ini terkenal dengan nama Gunung Raja. Namun, disebut juga Gunung Padang. Di sini, ditemukan sejumlah benda bersejarah seperti tembikar, keramik, hingga fosil. Wilayah ini oleh masyarakat setempat dikenal sebagai bekas tempat suci, mandala. Setingkat dengan kabuyutan.

Gunung ini berlokasi di Kecamatan Cikatomas. Kabupaten Tasikmalaya. Saat ini, Gunung Padang atau Gunung Raja berada di wilayah yang menjadi hutan lindung yang dikuasai Perhutani. Situs ini berada sekitar 60 kilometer dari pusat Kota Tasikmalaya.

Menurut para ahli, hingga saat ini belum ditemukan literatur sejarah dan kepurbakalaan yang menyentuh wilayah ini. Cerita tentang Gunung Padang di Cikatomas ini baru didapat dari warga yang menemukan pertama kali situs ini.

Gunung Padang Ciamis

Gunung Padang Tasikmalaya