Organisasi sekolah swasta di Jawa Barat memutuskan untuk mencabut gugatan terhadap Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di PTUN Bandung terkait kebijakan penambahan rombongan belajar (rombel).
Keputusan itu lahir setelah adanya audiensi kedua antara pihak sekolah swasta dan Pemprov Jabar yang digelar di Kantor Disdik Jabar, Senin (25/8/2025) yang diakhiri dengan terjalinnya kesepakatan.
Langkah pencabutan gugatan ini mendapat respons positif dari anggota Komisi V DPRD Jabar, Zaini Shofari. Ia menilai keputusan tersebut bukan semata-mata karena gugatan dicabut, melainkan karena kedua belah pihak akhirnya duduk bersama mencari solusi.
“Kalau menurut saya bagus, bukan karena gugatannya dicabut. Bagus karena ada dialog antara pemerintah, khususnya dinas dengan sekolah swasta. Jadi kalau menurut saya itu, bagus karena ada dialog, komunikasi,” ujar Zaini saat dihubungi.
“Jadi segala sesuatu kalau diselesaikan dengan komunikasi, duduk bersama pasti minimal ada jalan keluar, ada solusi meski tidak memuaskan. Setidaknya ada sentuhan fisik, tatapan mata itu kan mencairkan suasana,” lanjutnya.
Soal masih adanya siswa yang belum tertampung di sekolah negeri, Zaini menilai hal tersebut bisa menjadi ruang bagi sekolah swasta untuk berperan. Meski demikian, ia mengingatkan agar status siswa tetap tercatat secara resmi.
“Kalau ada komitmen bersama artinya kedua pihak punya andil dan itu baik. Kalau soal tracking kan masa sekolah tahun ajaran sudah berlangsung apakah ini memungkinkan untuk masuk di Dapodik yang ditutup akhir bulan ini. Yang pasti yang belum sekolah itu memungkinkan untuk masuk sekolah swasta. Yang harus diperhatikan jangan sampai sekolah tapi tidak tercantum di Dapodik,” paparnya.
Lebih jauh, Ketua Fraksi PPP ini mengingatkan agar ke depan kebijakan pendidikan tidak lagi menimbulkan kegaduhan. Menurutnya, setiap terobosan harus melalui kajian dan penataan yang matang, serta melibatkan semua pihak.
“Terobosan dalam pendidikan itu baik, namun harus dengan kajian dan penataan yang matang. Artinya kajian, diskusi apapun bentuknya harus ada sehingga ketika menentukan kebijakan itu tidak sporadis, tidak tiba-tiba tapi dengan kajian. Sehingga keputusan gubernur atau aturan yang dilahirkan gubernur melalui dinas betul-betul semua pihak ikut menikmati,” tegasnya.
Ia mencontohkan kebijakan penggabungan SPMB dengan program Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) yang sempat menuai kritik karena dianggap merugikan sekolah swasta.
“Kemarin SPMB disatukan dengan PAPS kan terkesan dipaksakan, korbannya sekolah swasta. Implikasinya mereka jadi kekurangan siswa. Terlepas dengan kajian benar atau tidak tapi kalau dengan menggunakan kajian semua pihak dilibatkan, baik akademisi, praktisi, forum sekolah, bila perlu orang yang kompeten lainnya. Kalau ada perubahan signifikan mulai dari sekarang pembahasannya,” kata Zaini.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.