Saat Seni Mengajak Bernapas di Tengah Riuh Kota Bandung

Posted on

Di tengah hiruk-pikuk Pasar Kosambi, tempat transaksi dan langkah kaki tak pernah benar-benar berhenti, ada satu ruang yang justru menawarkan kebalikan dari semuanya, diam. Di lantai atas pasar, The Hallway Space menjadi tempat orang-orang berhenti sejenak dari kehidupan urban yang terus berlari.

Di ruang itulah pameran seni bertajuk ‘Jeda’ digelar. Sebuah ajakan halus untuk melambat, melamun, dan memberi waktu pada diri sendiri melalui karya-karya yang lahir dari kegelisahan generasi muda.

Pameran kelompok ini diinisiasi oleh mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB. Gagasannya sederhana, tetapi dekat dengan keseharian banyak orang-terutama mereka yang hidup di kota dan terbiasa bergerak cepat.

Ketua Pelaksana Pameran, Aisyah Rabbaanii, menyebut bahwa ‘Jeda’ lahir dari rasa yang sama-sama mereka alami dalam kehidupan sehari-hari.

“kita merasa kehidupan tuh bergerak terlalu cepat gitu, apalagi untuk di lingkungan urban kayak di Bandung saat ini,” ujar Aisyah saat berbincang dengan infoJabar, Rabu (24/12/2025).

Rasa itulah yang kemudian diterjemahkan ke dalam berbagai medium. Ada fotografi, ada pula karya buatan tangan dari tanah (stoneware). Setiap karya menawarkan tafsir yang berbeda tentang makna jeda, bergantung pada sudut pandang masing-masing seniman.

Namun pameran ini tidak berhenti pada simbol atau refleksi visual semata. ‘Jeda’ justru mengajak pengunjung untuk menengok ke dalam diri sendiri-menyadari lelah yang sering diabaikan, dan memberi ruang bagi tubuh serta pikiran untuk beristirahat.

Aisyah mengatakan tujuan utama pameran ini adalah mengingatkan bahwa istirahat bukan kemewahan, melainkan kebutuhan.

“Kami ingin orang-orang yang datang ke sini merefleksikan bahwa mereka juga butuh istirahat,” katanya.

Visual yang ditampilkan pun cenderung menenangkan. Dalam proses kurasi, muncul banyak kemiripan secara alami, momen-momen sederhana yang sarat makna. Kesederhanaan itu menjadi benang merah yang menghubungkan karya satu dengan lainnya, sekaligus mencerminkan kesamaan rasa para seniman.

Menurut Aisyah, hal-hal kecil kerap menjadi cara paling jujur untuk melepas lelah.

“Contohnya fotografi burung atau orang yang sedang birdwatching. Hal-hal itu sederhana tapi penting,” tuturnya.

Pemilihan lokasi pameran juga bukan tanpa makna. The Hallway Space berada tepat di atas pasar-sebuah simbol denyut kehidupan kota. Di tengah ruang yang sibuk dan bising, “Jeda” hadir sebagai kontras: ruang hening yang sengaja diciptakan.

“Ini tempat yang ramai, orang belanja, orang kerja. Kami ingin memberikan ruang yang mengajak orang merenung, istirahat, terutama untuk mereka yang selalu sibuk,” kata Aisyah.

Pesan itu rupanya sampai ke pengunjung. Sania, salah satunya, mengaku langsung merasakan atmosfer ‘Jeda’ begitu memasuki area pameran.

“Dari awal masuk sudah kerasa. Ini pameran yang bikin orang memberikan jeda dari rutinitas,” katanya.

Bagi Sania, tema pameran ini terasa sangat relevan dengan kehidupannya sebagai mahasiswa. Di tengah budaya hustle, tenggat waktu, dan tekanan akademik, jeda sering kali menjadi sesuatu yang sulit diwujudkan.

Ia memaknai jeda dengan cara yang sangat sederhana: diam dan tidak melakukan apa-apa. Sesuatu yang kini justru terasa mewah ketika deadline datang silih berganti.

Makna personal juga dirasakan Malika, salah satu seniman yang berpartisipasi lewat karya fotografi berjudul “Berdua Sejenak”. Sambil menunjuk kolase foto yang menampilkan objek-objek berpasangan-dua orang tua, dua pasangan, hingga dua burung-Malika menjelaskan pesan di balik karyanya.

“Sebagai simbol jeda yang dibagi bersama orang terkasih. Kadang kita lupa sama orang-orang terdekat. Padahal, menghabiskan waktu bersama mereka bisa jadi bentuk istirahat juga,” ungkapnya.

Karya itu bukan hanya refleksi bagi pengunjung, tetapi juga pengingat bagi dirinya sendiri. Menurut Malika, jeda tidak selalu berarti menyendiri. Kadang, jeda justru hadir ketika seseorang benar-benar hadir bersama orang-orang terdekatnya.

Di tengah kehidupan kota yang menuntut kecepatan, pameran ‘Jeda’ tidak mengajak orang berhenti sepenuhnya. Lebih dari itu, pameran ini mengingatkan bahwa melihat ke dalam diri adalah hal yang tak kalah penting dari terus bergerak ke luar.