Riuh Dugaan Pungli di SMKN 13 Bandung

Posted on

Pungutan liar alias pungli di dunia pendidikan di Jawa Barat adem ayem setelah Gubernur Jabar Dedi Mulyadi turun tangan. Pungli dengan beragam modus, berhasil dicegah Dedi Mulyadi atau karib disapa KDM. Bahkan KDM juga membuat aturan yang meringankan siswa di Jawa Barat, salah satunya melarang sekolah menggelar kegiatan study tour.

Dunia pendidikan di Jabar kembali menjadi sorotan, setelah Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Ono Surono menerima laporan dugaan pungli dengan dalih sumbangan di SMKN 13 Bandung. Sama dengan yang biasa dilakukan KDM, kasus dugaan pungli ini mencuat, setelah Ono menginformasikan kejadian ini ke publik melalui Instagram pribadinya.

Informasi dugaan pungli yang disampaikan Ono, setelah dirinya menerima DM dari salah satu orang tua siswa. Dalam kasus ini Ono mengungkapkan keresahan, pasalnya orang tua siswa tersebut diminta sumbangan dengan nominal yang tidak sedikit yakni Rp5,5 juta.

Pasca unggahan viralnya, sepengetahuan Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat, pihak sekolah yakni kepala sekolah dan komite sekolah dipanggil oleh Kantor Cabang Dinas (KCD) VII Jawa Barat. Hal itu dilakukan untuk mengklasifikasi terkait informasi pungli sumbangan sekolah.

Tak hanya menanggapi aduan itu melalui media sosialnya, Ono yang juga sebagai Ketua DPD PDIP Jabar ini langsung mendatangi sekolah yang berlokasi di Jalan Soekarno Hatta itu. Kedatangan Ono bermaksud melakukan klarifikasi atas informasi yang diterimanya. Kedatangan Ono, disambut Kepala Sekolah SMKN 13 Bandung, komite sekolah dan KCD 7 Jabar. Dalam pertemuan itu, Ono menyampaikan keluhan orang tua siswa kepada kepala sekolah dan komite sekolah.

“Kami sudah diskusi panjang ya terkait dengan laporan yang disampaikan ke saya dan Alhamdulillah dari Dinas Pendidikan Jawa Barat melalui KCD juga sudah melakukan komunikasi dengan ketua komite sekolah, dan hari ini rencananya dengan pihak kepala sekolah, ya memang ada kebutuhan dari pihak sekolah terkait dengan pembelajaran anak-anak tersebut, karena memang tidak bisa di handle oleh anggaran yang disiapkan oleh pemerintah daerah sehingga mau tidak mau pihak komite melakukan inisiasi untuk menggalang dana dari orang tua siswa,” kata Ono kepada awak media di SMKN 13 Bandung, Kamis (22/5) lalu.

Dari hasil pertemuan dengan pihak komite dan kepala sekolah, Ono menilai, tidak ada pemaksaan dan tidak ada hal-hal yang dikaitkan dengan penangguhan siswa yang akan mengikuti ujian sekolah.

“Mungkin ini informasi yang belum tersampaikan nah sehingga bagi saya dua hal tersebut akan menjadi catatan bagi DPRD Jawa Barat ke depan yang pertama kita ingin merumuskan bersama-sama Gubernur Jawa Barat karena saya dalam hal ini sepakat sekali dengan Pak KDM bagaimana pendidikan di Jawa Barat jauh lebih baik lagi, terutama terkait dengan dukungan anggaran pemerintah daerah untuk pendidikan bisa jauh lebih berkualitas tanpa membebani orang tua siswa, apalagi yang mempunyai status tidak mampu,” tuturnya.

Ono mengungkapkan, struktur pembiayaan APBD di bidang pendidikan tentunya ini menjadi bahan salah satunya Operasional Pendidikan Daerah (BOPD) yang sekarang rata.

“Ternyata di SMK itu biaya pendidikannya jauh lebih besar dari pada SMA, termasuk di antara jurusan itu juga berbeda-beda, analis kimia, farmasi, ini menjadi jurusan yang paling mahal kalau di universitas jurusan kedokteran,” ujar Ono.

Selain itu, Ono juga menyoroti terkait tugas komite sekolah sesuai Permendikbud dan Pergub dalam membantu sekolah terutama memastikan proses pembelajaran ini berjalan dengan baik dan ada fungsi pengawasan, tapi menurut Ono ada juga soal fungsi-fungsi lainnya yang bisa membantu salah satunya menggalang dana.

“Banyak komite-komite sekolah yang merasa terbebani terkait dengan apa dihadapkan kebutuhan sekolah kebutuhan siswa, tidak ada anggaran dari APBD yang cukup, sehingga mau tidak mau mereka membantu untuk mencari anggaran, sehingga ada diksi yang sebenarnya berbeda antara Permendikbud dengan Pergub,” ungkapnya.

Menurut Ono, dalam Permendikbud sekolah bisa menggalang melalui masyarakat, dunia usaha, industri, dengan cara kreatif inovatif. Ono menilai di Jawa Barat, diksi masyarakat itu diganti orang tua peserta didik sehingga semua komite sekolah beranggapan bahwa targetnya adalah orang tua peserta didik, padahal menurut Ono tidak sepert.

Dalam amanat Permendikbud, Ono mencontohkan orang tua siswa, harus disisir yang mampu, yang sudah berkecukupan dan dari unsur luarnya seperti alumni atau industri yang ada di sekitar sekolah. Penggalangan itu harus dilakukan secara kreatif dan inovatif misalnya, kokmite membuat usaha dan hasil penjualannya disumbangkan. Namun menurut Ono, hal itu jarang dilakukan.

Dengan ada kejadian ini, Ono meminta kepada sekolah agar tidak melakukan pungli. Jangan sampai dunia pendidikan di Jabar tercoreng dan berdampak pada keberlangsungan pendidikan di Jawa Barat. Terkait ada, tidaknya sumbangan, Ono pastikan bentuknya tidak wajib.

Kepala Sekolah SMKN 13 Bandung Asep Tapip membantah jika pihaknya lakukan pungli. Menurut Asep yang saat ini ramai di pemberitaan soal sumbangan tidak seluruhnya benar. Karena sumbangan itu sifatnya sukarela.

“Saya tidak mengatur kebijakan, sumbangan itu boleh, berjalan saja, kita membebaskan yang tidak mampu tidak usah bayar, yang mampu pun tidak dipaksakan. Yang mampu pun tidak dipaksakan,” kata Asep.

Menurut Asep, jika orang tua siswa keberatan dengan sumbangan, silahkan datang ke sekolah.

“Kalau dia (orang tua siswa) ngomongnya bukan ke DM-nya akang kita ini (Pak Ono), masalah ya tidak akan sebesar ini dan akan kita selesaikan, kalau tidak mampu jangan,” ujarnya.

Disinggung apakah sumbangan itu akan dihentikan? Asep sebut tidak, karena sudah ada aturannya. Namun pihaknya tidak akan memaksa orang tua siswa yang mau menyumbang.

“Sumbangan tidak akan saya hentikan, sumbangan itu ibadah, silahkan ya. Tidak ada pungutan dan sumbangan yang wajib, apalagi dihubungkan dengan kartu peserta, tidak pernah ada. Makannya orang tua datang ke sini, tabayun saja, inikan jadi fitnah,” tuturnya.

Bantahan itu juga disampaikan Ketua Komite SMKN 13 Bandung Belinda Y Dwiyan. “Saya mendapat kabar dari kebutuhan sekolah, di mana BOS dan BOPD itu sudah ada, tapi ternyata kebutuhan sekolah itu masih membutuhkannya,” ujarnya.

Belinda mengatakan kekurangan dana operasional sekolah lebih dari Rp 1 miliar. Atas kesepakatan, hal itu dibebankan pada sumbangan orang tua siswa. “Jadi kalau bisa dihitung, saya ada catatannya, cuma saya tidak bawa. Kebutuhannya itu sebenarnya kita setiap tahun tuh, kalau saya hitung, selisih antara kebutuhan dan yang diberikan oleh pemerintah melalui BOS dan BOPD itu sekitar Rp 1,2 sampai Rp 1,5 M,” terangnya.

Terkait sumbangan orang tua yang dipatok mencapai Rp 5,5 juta, Belinda membantah kabar tersebut. “Nah, angka itu saya serahkan kepada orang tua murid sebetulnya,” tambahnya.

Belinda mengatakan proses penghitungan nominal sumbangan dilakukan oleh orang tua siswa. Sedangkan siswa yang tak mampu, tak dihitung.

“Nah jadi akhirnya dibagi, kepada yang tidak mampu tidak dihitung, akhirnya mereka menghitung dan saat itu saya tahu bahwa ada aturan yang tidak boleh mengeluarkan angka, tapi akhirnya saya balikan kepada mereka,” ucap Belinda.

Menurut Belinda, banyak orang tua siswa yang ingin men-support sekolah. Para orang tua tahu dengan kualitas SMKN 13 Bandung. “Karena banyak juga yang bersedia untuk mensupport, mereka tahu lulusan dari sini daya serapnya cukup tinggi. Skill nya juga harus dipertahankan, mereka tahu bahwa sekolah ini sekolah yang luar biasa itu akhirnya mereka menghitung, mereka sesama orang tua murid, enggak ada kesepakatan (nilai) ini sumbangan kan,” pungkasnya.