Warga Desa Cigobang, Kecamatan Pasaleman, Kabupaten Cirebon, dikejutkan dengan kemunculan ribuan pohon kelapa sawit yang ditanam secara mendadak di kawasan perbukitan desa mereka. Penanaman tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan pemerintah desa maupun masyarakat, sehingga memicu keresahan akan ancaman krisis air bersih.
Hasil penelusuran infoJabar di lapangan menunjukkan penanaman sawit dilakukan di beberapa blok kawasan perbukitan Desa Cigobang. Proses penanaman dilakukan tanpa pembersihan lahan (land clearing) secara menyeluruh. Berdasarkan pantauan satelit, pohon-pohon sawit ditanam di sela-sela vegetasi tersisa, yang disinyalir untuk mengelabui pantauan agar aktivitas tersebut tidak terdeteksi.
Kepala Desa Cigobang, M. Abdul Zei, membenarkan praktik tersebut. Ia mengungkapkan kegiatan itu telah berlangsung sejak Februari 2025 tanpa izin dari pemerintah desa. “Kami tidak pernah diberi tahu. Tahu-tahu sudah ditanami sawit,” kata Zei saat dikonfirmasi, Senin (29/12/2025).
Menurut Zei, kawasan di Blok Makam Panjang dan Curug telah ditanami sawit seluas sekitar 4 hektare. Padahal, lahan tersebut awalnya ditumbuhi pohon jati yang kini telah gundul. Sementara itu, di Blok Golodok Panto seluas kurang lebih 2 hektare lahan baru dilubangi, serta di Blok Kulubruk sekitar setengah hektare.
Penanaman diduga dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh pihak perusahaan yang menaungi kelompok tani di ketinggian sekitar 28 meter di atas permukaan laut (mdpl). “Penanaman dilakukan tanpa alat berat, tanpa land clearing, seolah-olah tidak ada aktivitas besar. Ini jelas untuk mengelabui,” tegasnya.
Para pekerja berasal dari luar desa, sehingga masyarakat setempat tidak menyadari aktivitas tersebut. Lahan yang digunakan merupakan tanah milik seorang warga dengan sistem bagi hasil atau sewa lahan. Namun, keberadaan kebun sawit ini dinilai berpotensi merusak ekosistem perbukitan Cigobang yang merupakan daerah resapan air. “Kalau sawit ini dibiarkan, warga bisa kesulitan air. Dampaknya langsung terasa,” ujarnya.
Pemerintah Desa (Pemdes) Cigobang meminta seluruh aktivitas penanaman dihentikan sementara selama satu minggu sambil menunggu kejelasan perizinan. “Kami tegas, tidak akan mengeluarkan izin apa pun karena dampak lingkungannya sangat masif. Kalau pun ada izin dari pihak lain, kami akan menggelar musyawarah desa,” tegas Zei.
Sejumlah warga sempat tergiur ajakan kerja sama perusahaan dengan iming-iming bagi hasil cepat dan biaya perawatan Rp4.000 per pohon dengan kontrak mencapai 30 tahun. Namun, salah seorang warga, Casteja (31), mengaku lahannya seluas 1.500 meter persegi justru dilubangi tanpa izin. “Baru tahu sudah dilubangi tadi pas saya cek. Sekitar 40 x 40 sentimeter, masih baru,” ungkap Casteja.
Ia menilai tindakan tersebut sebagai penyerobotan lahan yang merugikan. Ia khawatir penanaman sawit akan mengancam sumber air bagi generasi mendatang. “Jangan sampai anak cucu kita yang kena dampaknya. Ini bukit sumber mata air, sumber penghidupan warga,” pungkasnya.
Hingga kini, warga dan pemerintah desa mendesak aparat terkait segera menindak dugaan penanaman sawit ilegal tersebut. Sampai berita ini diturunkan, pemerintah daerah maupun Provinsi Jawa Barat belum memberikan pernyataan resmi mengenai temuan di Desa Cigobang tersebut.
