Respons Pemkot Bandung soal Fenomena Kasus Bunuh Diri

Posted on

Kasus bunuh diri menjadi sorotan. Yang terbaru, seorang wanita tewas usai terjatuh dari lantai 11 parkiran salah satu mal di Jalan Kepatihan, Kota Bandung, Senin (15/9) sore.

Tragedi ini tentu wajib menjadi alarm bagi sektor pemerintahan. Sebab, ada faktor kesehatan mental yang seolah jarang diperhatikan sehingga menimbulkan korban jiwa yang berjatuhan.

Saat berbincang dengan wartawan, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung Uum Sumiyati membeberkan sejumlah upaya untuk mencegah masalah bunuh diri, maupun kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak. Ia mengungkapkan, sosialisasi sudah gencar dilakukan dengan menyasar 26 kecamatan di Kota Bandung.

Dalam waktu dekat, DP3A bakal menggandeng Posyandu dan kader PKK untuk edukasi dan penyuluhan. Poin pentingnya adalah mencegah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak agar bisa sedini mungkin terdeteksi dan ditangani.

“Kemudian yang sekolah, sudah selesai kemarin. Sekarang sudah selesai di 15 SD setelah tahun kemarin kita ke 30 SMP. Kemudian diakhiri dengan deklarasi Zero Bullying dengan 112 SMP maupun SD,” katanya, Selasa (16/9/2025).

Uum mengungkapkan, DP3A punya mobil layanan konseling yang berkeliling dua kali dalam sebulan ke kelurahan. Mobil bernama Senandung Perdana itu membuka ruang komunikasi bagi perempuan dan anak jika sedang mengalami masalah, termasuk kesehatan mental.

“Ada yang jemput bola juga kalau ada korban yang tidak bisa datang ke tempat kami. Yang satu lagi itu terbuka untuk semua. Di situ kita juga menerima konseling masyarakat. Jadi semua layanan kita buka mulai dari kekerasan atau bahkan yang mengarah dugaan bullying,” bebernya.

Menurut Uum, kehadiran berbagai layanan tersebut akhirnya berimbas terhadap tingginya laporan kekerasan yang dialami perempuan dan anak di Kota Bandung. Meski demikian, pihaknya bersyukur karena bisa memetakan secara dini bagaimana penanganannya supaya tidak terhadap hal-hal ekstrem seperti kasus bunuh diri.

“Sisi positifnya, kekerasan terhadap mereka itu terhenti setidaknya bisa ditangani lah begitu. Dari pada sekarang mereka bertahun-tahun (memendam) seperti fenomena gunung es. Karena banyak yang korban anak-anak kemudian perempuan dewasa juga, yang sudah 2-3 tahun yang berani melapor. Di situ kita edukasi bahwa kamu harus berani speak up, berani melapor sehingga efeknya memang kita tercatat agak banyak ya,” pungkasnya.