Pendangkalan Jadi Alasan Bangunan Liar di Cimulu Tasikmalaya Dibongkar

Posted on

Pembongkaran bangunan liar (bangli) yang menghalangi saluran irigasi Sungai Cimulu, sekitar Jalan RAA Wiratanuningrat, Kota Tasikmalaya masih terus berlangsung hingga Senin, (28/7/2025).

Pantauan infoJabar, deru dua unit alat berat tak henti membongkar lantai-lantai beton yang menutupi saluran irigasi tersebut. Area itu sudah ditinggalkan oleh para penghuninya. Seperti area di dekat Simpang Tiga Jalan Lengkong, persis di seberang kantor PSDA Wilayah Citanduy, yang sebelumnya jadi lapak tambal ban, mi bakso, nasi tutug oncom dan lainnya kini sudah menghilang. Yang tersisa tinggal lantai betonnya saja.

Salah satu alasan Pemprov Jawa Barat melakukan pembongkaran ini adalah untuk memperlancar rencana normalisasi. Pendangkalan di saluran ini dianggap sudah parah, sehingga manfaatnya berkurang signifikan. Di beberapa titik, seperti di dekat Simpang Tiga Jalan Merdeka, dasar irigasi ini bisa terlihat, menjadi penanda kedangkalannya.

Ikhwal kondisi irigasi Cimulu yang sudah parah ini dibenarkan oleh Ace Cahyadi, petugas pengelola sumber daya air di PSDA Wilayah Citanduy. “Kedalaman air irigasi Cimulu itu harusnya atau dulunya sekitar 1,5 meter. Karena pendangkalan dan sedimentasi, jadi kedalamannya sekarang, tinggal 30 centimeter,” kata Ace, Senin (28/7/2025).

Dia mengatakan untuk melakukan normalisasi saluran atau pengerukan sedimen, perlu menerjunkan alat berat ke saluran irigasi. Jika tak dilakukan pembongkaran, maka alat berat tak bisa turun ke sungai.

“Ya tidak bisa alat berat turun ke irigasi untuk normalisasi, makanya harus ada pembongkaran bangunan liar,” kata Ace.

Dia menjelaskan aliran irigasi ini memiliki peran penting bagi aktivitas pertanian terutama petani padi. Irigasi Cimulu merupakan saluran pengairan utama bagi lahan di wilayah Kecamatan Tawang, Cibeureum, Purbaratu hingga Manonjaya. Dengan luas lahan pertanian lebih dari 1.500 hektare.

“Air ini sampai ke lahan pertanian di Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya. Luas lahannya sekitar 1.500 hektare lebih,” kata Ace.

Sementara itu terkait bangunan masyarakat yang memerlukan adanya akses jembatan di irigasi ini, menurut Ace masyarakat perlu mengajukan izin. Jika diberi izin maka lebar jembatan dibatasi sekitar 3 meter.

“Kalau untuk akses jembatan bisa mengajukan tapi lebarnya sekitar 3 meter, tapi masyarakat harus mengajukan izin terlebih dahulu,” kata Ace.

Jamanisar, pemilik jasa fotocopy yang membangun lantai beton di atas irigasi mengaku dia mendapat izin. “Saya membangun tahun 2001 karena diizinkan dan sempat ditarik retribusi,” kata Jamanisar.

Tapi penarikan retribusi itu berhenti sampai tahun 2004. Dia menduga hal itu terjadi karena pemekaran wilayah Tasikmalaya dan peralihan kewenangan pengelolaan irigasi.

“Tahun 2004 tidak ada lagi yang narik retribusi, mungkin karena sudah jadi pemkot atau karena jadi kewenangan provinsi, saya tidak tahu,” kata Jamanisar.

Kini setelah dibongkar dia mengaku pasrah dan menerima langkah Pemprov Jabar tersebut. Tapi dia tetap berharap masih diberi akses jalan atau jembatan untuk mengakses lokasi usahanya.

“Ya kami menerima, tapi kami mohon diberi akses jalan,” kata Jamanisar.