Nelangsa SMA Swasta di Cimahi yang Sepi Peminat

Posted on

Tiga orang guru yang bertugas sebagai panitia Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) duduk di balik meja pendaftaran. Mereka menanti orang tua membawa anaknya mendaftar ke SMA Kartika.

Sampai info akhir SPMB tahun 2025/2026, sekolah yang ada di lingkungan kompleks militer Brigif 15/Kujang, Jalan DR Sam Ratulangi, Kelurahan Baros, Kecamatan Cimahi Tengah, Kota Cimahi itu baru punya 40-an calon murid baru.

Kondisi itu bertolak belakang dengan nasib sekolah negeri yang rata-rata justru kelebihan pendaftar sampai akhirnya banyak calon murid baru yang terpaksa ditolak masuk. Sementara di sekolah swasta semacam SMA Kartika, mereka justru memerlukan murid namun sepi peminat.

“Ya seperti ini memang kondisi sekolah swasta. Kita (SMA Kartika) sampai hari ini, baru ada sekitar 40 pendaftar,” kata Wiwi Astuti, guru sekaligus panitia SPMB saat ditemui, Jumat (11/7/2025).

Faktor utama yang menyebabkan terus menurunnya peminat ke sekolah swasta yakni persaingan tak sehat dengan sekolah negeri. Seperti yang terbaru, kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menambah jumlah siswa dalam satu rombel menjadi 50 orang.

Sementara buat sekolah swasta, kata Wiwi, jangankan 50 siswa untuk setiap rombel jumlah pendaftar yang sudah pasti diterima pun cuma cukup untuk satu rombel dalam jumlah normal.

“Memang sekolah swasta sangat dirugikan, terdampak pastinya karena itu (kebijakan 50 siswa per rombel). Harusnya ya saling mendukung antara sekolah negeri dengan swasta, kalau soal kualitas antara swasta sama negeri itu sama,” kata Wiwi.

Jumlah pendaftar SPMB tahun ini tak mencapai jumlah pendaftar tahun lalu yang seingatnya lebih dari 50 orang. Tahun ini, banyak juga orang tua yang sudah mendaftarkan anaknya mendadak cabut berkas.

“Jadi ada yang sudah daftar, cabut berkas lagi karena dengar di SMA negeri itu rombelnya sampai 50 orang, jadi mereka nunggu pengumuman itu. Akhirnya ya nasib kita jadi seperti ini,” kata Wiwi.

Beruntung, semangat guru dan siswa menyambut Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) pada 14 Juli besok masih tinggi. Guru yang menjadi panitia SPMB tetap tekun menanti pendaftar sampai sore tiba. Guru lainnya beres-beres ruangan kelas dibantu murid yang tergabung sebagai anggota OSIS.

Secara bangunan, sekolah itu bisa dibilang bagus tak seperti sekolah yang kekurangan murid. Bangunan kokoh dengan meja dan kursi baru. Halamannya memadai, meskipun hanya satu lapang upacara yang digunakan berbarengan dengan SD dan SMP dalam naungan yayasan yang sama.

Kondisi yang dialami SMA Kartika juga dirasakan oleh SMA Budi Luhur. Sekolah di bawah naungan yayasan Pambudi Luhur itu kini pindah ke Jalan Kerkof, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan. Sebelumnya bangunan sekolah itu ada di Jalan Kebon Rumput, Kelurahan Baros, Kecamatan Cimahi Tengah, Kota Cimahi.

Kondisi sekolah itu bisa dibilang lebih memprihatinkan dari SMA Kartika. Tahun ini, hanya ada 12 pendaftar yang sudah dipastikan diterima. Beruntung, jumlah calon murid baru tahun ini lebih banyak dari tahun lalu yang cuma 2 orang.

“Tahun ini, baru ada 12 pendaftar, tahun lalu itu ada 2. Alhamdulillah jumlahnya bertambah, karena memang kita lagi transisi juga dari boarding school ke sekolah biasa,” kata Erni Nurani, salah seorang guru.

Erni mengatakan kebanyakan murid baru yang sudah terdaftar di sekolah itu hasil dari jemput bola dan kerjasama dengan pengurus RW di sekeliling sekolah tersebut.

“Jadi ini juga hasil dari kita ketemu dengan RT dan RW, kita dorong anak-anak yang mau sekolah. Jadi yang masuk ke sini, itu cuma perlu bayar SPP aja per bulan Rp150 ribu, tidak perlu DSP. Kemudian nanti akan dimasukkan ke daftar penerima Program Indonesia Pintar (PIP),” kata Erni.

Dari sisi pendaftar, memang sekolah swasta tak terlalu menarik buat mereka. Namun lantaran tak keterima di sekolah negeri, alhasil mereka memilih masuk swasta asal sekolah demi mewujudkan cita-cita.

Salah satunya Putri, gadis 16 tahun yang sudah resmi diterima sebagai murid baru di SMA Budi Luhur. Jumat siang, ia datang ke sekolah untuk menerima pembekalan menjelang MPLS.

“Awalnya daftar ke SMAN 4 Cimahi, kebetulan sekolah di SMPN 8 Cimahi, bersebalahan banget. Tapi kalau rumah di Batujajar, mungkin jauh jadi enggak diterima,” kata Putri.

Dari situ, Putri berkonsultasi dengan orangtuanya. Kedua orangtuanya mendorong Putri tetap bersekolah, meskipun masuk ke sekolah swasta demi cita-citanya menjadi dokter.

“Didorong sama orang tua juga, akhirnya daftar ke sini. Enggak apa-apa temannya cuma sedikit, yang penting bisa sekolah,” ucap Putri.

Hal senada dialami Bunga Rosalinda, yang menjadi murid baru di SMA Budi Luhur. Namun sedikit beda dengan kebanyakan siswa lainnya yang mendaftar ke swasta gegara tak diterima di sekolah negeri, ia memang langsung daftar ke sekolah swasta.

“Sengaja langsung ke sekolah swasta, kebetulan baru pindah dari Sumedang. Didorong sama orangtua juga,” kata Bunga.

Kondisi sekolah swasta dewasa ini menjadi gambaran bagaimana pendidikan di Indonesia belum merata. Status anak emas dan anak tiri jelas terasa dari nasib antara sekolah negeri dan sekolah swasta yang sama-sama mencetak calon penerus bangsa.

Daftar ke Swasta gegara Tak Masuk Negeri