Mengenal Destana Kopi Kuningan, ‘Wanginya’ Harum ke Kancah Dunia

Posted on

Kuningan tak hanya tenar dari sisi alamnya saja. Kopi khas ‘Kota Kuda’ juga bisa diandalkan hingga ke kancah global.

Destana Kopi. Bukan hanya mewakili cita rasa kopi arabika khas Kuningan, tetapi juga semangat kolektif warga desa yang dulunya tergabung dalam relawan penanggulangan bencana. Destana sendiri merupakan akronim dari Desa Tangguh Bencana, sebuah lembaga masyarakat yang awalnya fokus pada mitigasi dan kesiapsiagaan bencana.

Namun pada tahun 2020, kelompok ini bertransformasi menjadi produsen kopi, mengolah biji kopi arabika dari kebun sendiri hingga menjadi produk siap jual. Kini, di bawah bimbingan Bank Indonesia, Destana Kopi menjadi salah satu ikon produk unggulan Kabupaten Kuningan.

“Nama Destana itu diambil dari nama Desa Tangguh Bencana. Waktu merintis, orang-orang Destana yang mulai duluan. Alhamdulillah, sekarang jadi binaan Bank Indonesia,” ujar Dadan, pemilik Destana Kopi sekaligus Ketua Asosiasi Petani Kopi Indonesia (APEKI) Kabupaten Kuningan saat berbincang dengand infoJabar belum lama ini.

Langkah Destana Kopi semakin mantap ketika berhasil lolos kurasi ketat dalam ajang World of Coffee (WOC) Jakarta 2025. Acara pameran kopi kelas dunia ini hanya memilih sekitar 20 brand dari Indonesia, salah satunya adalah kopi arabika dari Destana.

“Kemarin alhamdulillah lolos kurasi di WOC. Waktu itu ikut di kurasi dari sekian ratus peserta di dunia. Indonesia lolos 20 brand kopi salah satunya Kopi Kuningan,” tutur Dadan.

Tak main-main, dalam ajang tersebut, Destana Kopi mendapatkan permintaan sebesar 30 ton kopi arabika dari pembeli internasional. Sayangnya, kapasitas produksi yang masih terbatas dan kendala permodalan membuat permintaan tersebut belum sepenuhnya bisa dipenuhi.

“Kemarin ikutan pameran WOC itu permintaan langsung di lokasi acara untuk Arabika itu 30 ton cuman kapasitas produksi di sini masih terbatas, karena keterbatasan modal,” tutur Dadan.

Selain permodalan, tantangan lainnya adalah hama tanaman yang menyerang akibat cuaca yang tidak menentu. Hama seperti penggerek daun dan karat daun kerap kali menimbulkan kerugian besar bagi para petani.

“Yang pertama dari segi permodalan, banyak pihak luar yang datang ke Kuningan untuk meminta kopi Arabika untuk beli biji hijaunya. Kedua faktor cuaca yang menimbulkan banyak penyakit seperti penggerek daun, karat daun. Sangat merugikan petani, karena daunnya kayak kebakar,” tutur Dadan.

Saat ini, sebanyak 20 petani dari total 30 orang yang tergabung dalam Destana masih aktif mengelola sekitar 30 hektare lahan kopi. Melalui sistem pengolahan pascapanen yang baik, Destana Kopi mampu menghasilkan tiga jenis produk, green bean (biji mentah), roasted bean (biji sangrai), dan bubuk kopi. Produk ini dipasarkan baik ke kafe-kafe, pengepul, maupun konsumen langsung.

“Kalau omzet relatif, satu bulan itu rata-rata omzet penjualan dari Rp 20 juta sampai Rp 25 juta, kadang-kadang lebih. Panennya setahun sekali, jadi dikeluarkannya bisa secara bertahap, biar kontinu. Ada penjualan biji, produk, ada rosbit atau biji yang sudah disangrai, green bit atau biji mentah, terus juga ada bubuk. Jadi ada tiga jenis, biasanya itu permintaan kopi shop, kalau bubuk itu konsumen,” tutur Dadan.

Tak hanya dikenal di dalam negeri, kopi arabika Kuningan kini telah merambah ke pasar ekspor seperti Malaysia dan Singapura. Dadan yakin, kualitas dan karakter kopi arabika dari pegunungan Kuningan mampu bersaing di pasar global.

“Arabika untuk potensi ke depan sangat bagus, ke depan dua tahun sekarang lagi fokus pengembangan. Untuk pasarnya sendiri itu di luar Kuningan. Paling jauh itu ke Malaysia dan Singapura. Alhamdulillah sudah resmi,” pungkas Dadan.