Kisah Ucu, Anak Garut yang Lulus Sempurna dari UPI

Posted on

Namanya Ucu Muhammad Nur, pemuda asal Kabupaten Garut yang kini menjadi kebanggaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Dari ribuan mahasiswa yang diwisuda pada tahun 2025, namanya menonjol sebagai wisudawan terbaik jenjang S1 dengan IPK sempurna 4,0.

Mahasiswa Desain Komunikasi Visual (DKV) di Fakultas Pendidikan Seni & Desain (FPDS) ini menyelesaikan studinya tepat waktu, delapan semester, empat tahun penuh dedikasi dan kerja keras.

Ketika dihubungi infoJabar melalui pesan WhatsApp, Ucu yang merupakan anak ketiga dari pasangan Eti Herawati dan Ma’mur itu menceritakan perjalanannya yang panjang dan penuh pembelajaran. Ia menekankan bahwa prestasi akademiknya tidak datang hanya dari duduk di bangku kuliah, melainkan dari sikap dan konsistensi yang ia bangun sejak awal.

“Pertama, harus pro aktif dan rajin baik itu di kelas maupun di luar yang tidak hanya menyerap ilmu dari dalam tetapi juga dari luar. Kedua, memiliki relasi baik dengan dosen dan mahasiswa lainnya hal ini akan membantu mendapatkan banyak proyek dan peluang sehingga mendorong mahasiswa lebih kreatif dan mengasah skill,” kata Ucu, Sabtu (18/10/2025).

“Ketiga, kerjakan lah tugas dari dosen seakan-akan kita mengerjakan projek besar (kalau di DKV seakan-akan kerja di studio kreatif). Keempat membuat hal-hal kecil menjadi capaian dengan cara selalu bangga dalam setiap hasil mengerjakan tugas, proyek, dan lain-lain agar semakin termotivasi lebih dan lebih. Kelima, selalu berdoa dan yakin dengan setiap langkah yang diambil,” tambahnya.

Sejak awal kuliah, Ucu dikenal tekun. Kos kecilnya di Bandung sering berubah menjadi ruang kerja sunyi tempat ia belajar, mendesain, dan berinovasi. Setelah semester dua, ia mulai memberanikan diri untuk mengikuti berbagai lomba tingkat nasional maupun universitas, sebuah langkah yang kemudian membentuk karier kreatifnya.

“Saya juga aktif dalam membantu proyek bersama dosen-dosen untuk menambah relasi. Kemudian saya juga aktif dalam UKM bernama Isola Digital Media (IDM) untuk mengembangkan skill yang dimiliki. Kemudian pada semester berikut-berikutnya saya bersama teman teman yang lain, juga membangun ruang kolektif bersama yaitu ‘Kaliative Creative Bureau’,” ujarnya.

Ruang kolektif itu berawal dari tugas fotografi sederhana. Namun dari sanalah lahir semangat kolaborasi dan solidaritas antar mahasiswa seni.

“Cerita berlanjut menginjak semester 5, saya magang MSIB batch 5 di PT. AGAVI pada penempatan CV. Samara Micron. Ketika magang saya juga sering mendapatkan proyek, dimulai personal project, proyek bersama dosen, sampai kepada membantu membuat aset untuk proyek buku tahunan UPI,” tuturnya.

Dari magang itulah Ucu mulai menapaki dunia profesional, menjadi freelancer di Samara Micron hingga Sierra Mineral Water, tempat ia masih mengerjakan desain sampai sekarang. Tak berhenti di situ, pengalamannya terus meluas.

“Saat itu saya sangat senang bisa membantu acara Kihajar Dewantara Award (KHD) yang dihadiri oleh negara se Asia Tenggara. Banyak sekali pengalaman berharga yang mungkin tidak bisa dituliskan satu persatu. Di akhir semester saya fokus mengerjakan skripsi dengan diselingi beberapa proyek,” tuturnya

Prestasinya pun berderet panjang, dari juara poster nasional, komik, hingga desain maskot dan karakter. Setiap kemenangan adalah hasil dari proses panjang yang dimulai sejak kecil.

“Saat masih duduk di bangku TK saya senang dengan gambar dimulai coret coret di dinding rumah sampai di buku tulis. Kemudian dari SD-SMA saya masih berfokus dalam menggambar. Saya selalu belajar setiap hari dengan menggambar dengan alat dan media yang berbeda beda, dimulai dari krayon, cat air, cat minyak, voli, ballpoint, spidol, dan pensil warna,” tuturnya.

Saat masuk kuliah, Ucu mengaku jika diabelum pernah mengenali dunia desain grafis yang sebenarnya. Bahkan Ucu sempat merasa tertinggal karena buta terhadap desain grafis modern dan dia terlalu fokus pada menggambar.

“Namun saya termotivasi dengan teman teman yang sudah melangkah lebih maju dalam desain grafis, 3D dan animasi. Kemudian saya mulai mempelajari Adobe Photoshop secara otodidak di semester 1 dan kadang ketika saya kesulitan, saya selalu bertanya kepada teman saya yang sudah berpengalaman sejak SMA yang sering mengikuti lomba taraf nasional. Sejak saat itu saya menghabiskan waktu untuk belajar sambil mengerjakan tugas kuliah sepenuh hati,” jelasnya.

Kini, setelah menyandang gelar sarjana dengan predikat sempurna, Ucu belum berencana melanjutkan S2. Ia ingin menapaki dunia profesional terlebih dahulu.

“Saya ingin menyelesaikan masalah melalui visual ilustrasi pada industri tersebut,” ujarnya.

Lulusan UPI Gelombang III Tahun 2025, dari seluruh fakultas dan kampus UPI mencapai 6.958 orang. Rektor UPI Didi Sukyadi mengatakan, tahun ini menjadi momentum penting bagi UPI dalam upaya transformasi digital.

“Untuk pertama kalinya, ijazah, transkrip akademik, dan Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI) seluruh wisudawan akan ditandatangani secara elektronik,” ujarnya.

Kebijakan ini merupakan langkah strategis untuk meningkatkan efisiensi layanan akademik, memperkuat keabsahan dokumen, serta mempercepat proses administrasi akademik berbasis teknologi informasi.

“Kebijakan ini adalah bagian dari komitmen UPI dalam mendukung transformasi digital perguruan tinggi, meningkatkan kecepatan layanan akademik, dan memperkuat sistem keabsahan dokumen berbasis teknologi informasi,” pungkasnya.

UPI Menuju Transformasi Digital