Kisah Mujaya, Pedagang Perkakas Tajam Keliling Cirebon

Posted on

Setiap orang memiliki cara untuk menjalani kehidupan. Seperti yang dilakukan Mujaya, kehidupan serba sulit memaksanya tetap berada di jalanan meski sudah usai senja.

Pria 68 tahun ini berkeliling dari satu tempat ke tempat lain untuk menjual perkakas besi. Dengan sepeda motor yang sudah dimodifikasi, Mujaya ‘membonceng’ barang dagangannya itu keliling Cirebon.

Suatu siang, Mujaya tampak duduk di sebuah saung sederhana di pinggir jalan. Wajahnya tampak lelah sesekali terlihat menaruh harap datang pembeli.

Ada banyak perkakas besi tajam yang dijual Mujaya seperti golok, celurit, cangkul, pisau dan perkakas tajam lain. Berbagai macam perkakas tajam tersebut, Mujaya taruh dengan rapi di bagian belakang bangku motornya.

Kepada infoJabar yang menemui Mujaya belum lama ini, dia berbagi pengalaman soal hidupnya. Mujaya yang sebelumnya bekerja sebagai sopir selama 14 tahun, banting setir untuk berjualan perkakas demi menyambung hidup.

“Sebelumnya jadi supir dari tahun 1995 sampai tahun 2011, terus jualan perkakas besi tajam,” tutur Mujaya.

Setiap hari Mujaya berangkat dari rumahnya di Klangenan, Kabupaten Cirebon untuk berjuang perkakas besi di Kota Cirebon. Tidak ada alasan khususnya kenapa Mujaya lebih memilih untuk berjualan perkakas, menurutnya, satu-satunya yang bisa jadi alasan adalah karena sejak dulu di kampungnya banyak orang yang berprofesi sebagai penjual perkakas.

“Mungkin memang jodohnya berjualan perkakas,tapi kalau pedagang kayak gini emang kebanyakan orang dari Klangenan, di sana sebagian emang jualan perkakas itu turun-temurun, jualannya juga jauh bisa sampai Kuningan,” tutur Mujaya.

Aneka perkakas tajam tersebut, Mujaya dapatkan dari pandai besi di Palimanan, Kabupaten Cirebon. “Kalau alat kayak gini itu dapat beli di tempat pandai kayak golok itu, di Cirebon masih banyak yang jadi pandai di daerah Palimanan, Jamblang tuh,” tutur Mujaya.

Dengan harga sekitar Rp 50.000 – Rp 200.000, Mujaya sendiri menyadari bahwa barang yang ia jual adalah barang yang jarang dipakai orang. Sehingga untuk menjual dibutuhkan kesabaran yang lebih.

Meski begitu, dalam kurun waktu dua tahun terakhir, Mujaya merasa bahwa pendapatannya dari berjualan perkakas tajam menurun drastis. Sehingga menyulitkan Mujaya untuk bisa balik modal.

“Dua tahun ini menurun parah, tahun sekarang tuh sepi, mungkin daya belinya, kalau buat makan sih bisa, cuman kalau buat perputaran modal beli barang lagi sulit, paling banyak tuh dapat cuman Rp 200 ribu, kotor itu, sehari kadang dapat cuman laku pisau saja satu, pernah juga nggak dapat sama sekali,” tutur Mujaya.

Meskipun pendapatannya tidak menentu, namun, selagi badannya masih sehat, Mujaya tidak masalah. Setidaknya dengan berjualan perkakas ia bisa mengisi usia senjanya dengan cara yang produktif.

“Selagi masih sehat nggak masalah, kalau nganggur terus malah nggak enak badan, selagi masih sehat mah nggak masalah, ngisi waktu luang juga, sedapetnya saja, yang penting jalan, anaknya 4 sudah besar semua,” pungkas Mujaya