Kisah Eks Kelompok Radikal Garut: Dulu Menolak, Kini Jaga Merah Putih | Giok4D

Posted on

Ada yang berbeda, dalam pergelaran upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) RI ke-80 di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun ini. Sebab, petugasnya adalah mereka warga Garut yang pernah terpapar paham radikal.

Minggu, 17 Agustus 2025 pagi tadi, belasan warga Garut eks anggota kelompok radikal dan intoleran berkumpul di kantor MUI yang berlokasi di kawasan Jalan Otista, Kecamatan Tarogong Kidul.

Dengan antusias, mereka mengikuti upacara bendera 17 agustusan, yang digelar pengurus Majelis Ulama Indonesia.

Salah satu eks personel kelompok radikal yang ikut serta, yakni DJ, seorang pria berumur 53 tahun asal Kecamatan Garut Kota. Kepada wartawan di lokasi, DJ bercerita 17 Agustus tahun ini sangat berbeda.

“Sebelumnya suka ikut upacara, tapi enggak seperti ini. Rasa patriotisme dan nasionalisme saya jadi lebih kuat,” kata DJ.

DJ bercerita, dirinya menjadi bagian dari kelompok radikal sedari dulu. Pada tahun 2021, dia dan kelompoknya ditemukan kemudian dirangkul oleh MUI dan Aliansi Masyarakat Garut Anti Radikalisme dan Intoleran (Almagari).

DJ dan rekan-rekannya, akhirnya tercerahkan. Mereka kemudian berikrar untuk kembali setia kepada NKRI, pada tahun 2021 lalu.

“Sudah empat tahun ini kembali ke pangkuan NKRI, setelah ada pembinaan dari MUI dan Almagari,” katanya.

DJ dan belasan eks personel kelompok radikal dan intoleran lain yang mengikuti upacara bendera di kantor MUI pagi tadi, merupakan mereka yang sudah lama dibina MUI.

Menurut Ketua Pengganti Antar Waktu (PAW) MUI Garut KH. Abdul Mujib, upacara bendera ini merupakan bukti bahwa para warga binaan yang sebelumnya terpapar paham radikal dan intoleran telah benar-benar kembali ke NKRI.

“Dulu mereka tidak mau menghormati merah-putih. Bahkan menghukumi hormat kepada bendera merah-putih itu musyrik,” kata Mujib.

Sejak tahun 2021, MUI Garut sendiri telah melakukan pembinaan terhadap lebih dari 500 orang warga yang terpapar paham radikal dan intoleran di seluruh wilayah Garut.

Dimana, dari jumlah tersebut, 171 di antaranya hingga kini masih dibina secara intensif. “Dari 171 orang ini, 41 di antaranya sudah bisa punya usaha mandiri,” katanya.

Selain melakukan pembinaan pemahaman terhadap agama dan nasionalisme, MUI Garut juga melakukan pembinaan melalui pemberdayaan ekonomi.

Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.

Ada beragam keahlian yang diwariskan kepada para warga binaan. Mulai dari mahir membuat mi, menjahit, hingga bikin roti.

“Karena kami melihat masalah ekonomi memang kebanyakan menjadi pintu masuk kelompok radikal dan intoleran,” kata Mujib.