Kisah Cinta dan Perjuangan Pasutri di Bawah Bendera Merah Putih

Posted on

Udara pagi di Kecamatan Soreang terasa menusuk kulit. Kabut tipis masih menggantung, namun di tepi Jalan Raya Kopo-Soreang, warna merah putih justru mendominasi pandangan.

Di antara deretan bendera yang berkibar diikat pada tali dari pohon ke pohon, tampak Andi (43) dan sang istri, Erni (36), sibuk menata dagangan mereka.

Dari Kabupaten Garut, pasangan suami istri ini rela menempuh perjalanan demi mencari peruntungan setiap bulan Agustus.

Di bawah rindangnya pohon, dengan alas kardus seadanya, mereka menunggu pelanggan yang singgah. Sesekali senyum Andi atau Erni merekah saat ada pembeli, tapi jika sepi, mereka hanya duduk berdua, membiarkan bendera-bendera itu berkibar sendirian.

“Iya saya baru mulai jualan bendera dari tahun kemarin 2024. Terus tahun ini sudah tahun kedua jualan bendera. Dulu lihat temen bagus penjualannya, jadi we ikutan,” ujar Andi, Kamis (14/8/2026).

Momen menjelang hari kemerdekaan bagi mereka selalu berarti bekerja ekstra. Setiap tahun, keduanya datang sebulan sebelum 17 Agustus. Mereka bahkan menyewa kontrakan dekat lokasi berjualan demi memaksimalkan waktu.

“Kalau tahun sekarang saya datang pas 29 Juli kemarin. Terus ngontrak lah deket-deket daerah sini. Sudah beres agustusan mah saya kembali lagi ke rumah di Garut,” tambahnya.

Di lapak sederhana itu, bendera berbagai ukuran digantung rapi. Harganya mulai dari Rp 10 ribu hingga Rp 250 ribu.

“Iya kalau harga mah gimana ukurannya aja sih,” jelas Andi.

Namun tahun ini, rezeki tak semenarik sebelumnya. Cuaca kerap menjadi penghalang. “Dulu mah alhamdulillah sehari teh bisa dapet Rp 200 ribu, kadang bisa lebih. Sekarang mah Rp 100 ribu juga susah. Terus kan di sini udah beberapa hari hujan terus. Nah kalau hujan ya terpaksa saya tutup aja gak jualan,” ucapnya.

Menariknya, tren pembelian pun ikut berubah. Menurutnya, saat ini justru banyak yang mencari bendera One Piece.

“Sekarang mah banyak yang nyari bendera itu (One Piece), dari anak-anak sampai kakek-kakek. Tapi saya enggak berani jual, takut. Cari aman aja. Mending bendera Palestina,” kata Andi sambil tersenyum tipis.

Berjualan bendera hanyalah satu dari banyak cara mereka bertahan hidup. “Iya kalau lebaran kadang saya mah jualan amplop THR, kalau Agustusan jual bendera, apa saja saya lakukan. Kalau sehari-hari di Garut saya kerja di bengkel,” tuturnya.