Jalan Sesat Penjual Ketan Edarkan Uang Palsu demi Modal Tambahan

Posted on

Agil Tina Saputra tertunduk lesu dalam balutan baju tahanan Satreskrim Polres Cimahi. Pemuda asal Bojongsoang, Kabupaten Bandung itu kini harus mendekam di balik jeruji besi untuk waktu lama.

Di usianya yang baru menginjak 20 tahun, Agil sudah berurusan dengan tindak kriminal. Tak tanggung-tanggung, pemuda lulusan SMK itu memalsukan, memproduksi, lalu mengedarkan uang palsu.

Agil ditangkap polisi di kontrakannya di Kampung Tipar Timur, RT 04/16, Desa Laksanamekar, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat pada Rabu (9/7/2025). Kini ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

“Kami amankan AG, terkait dengan kasus pemalsuan mata uang rupiah. Dia diamankan di kontrakannya di Tipar, Padalarang,” kata Kapolres Cimahi, AKBP Niko N. Adi Putra saat konferensi pers di Mapolres Cimahi, Senin (14/7/2025).

Kasus itu terungkap setelah polisi menerima informasi dari masyarakat yang mencurigai adanya peredaran uang palsu di wilayah mereka. Polisi lalu melakukan penyelidikan sampai akhirnya mengerucut pada sosok Agil.

Dari tangan tersangka, polisi mengamankan barang bukti berupa uang palsu pecahan Rp50 ribu yang sudah dicetak sebanyak 150 lembar namun belum dipotong. Pada setiap lembarnya ada dua buah uang palsu.

Barang bukti lainnya yakni 77 lembar uang palsu pecahan Rp100 ribu yang belum dipotong dengan jumlah per lembarnya sebanyak dua buah uang palsu. Serta 184 lembar uang palsu siap edar dengan pecahan Rp100 ribu.

“Jadi ada yang belum digunting oleh tersangka dan ada yang sudah siap edar,” kata Niko.

Niko menyebut uang palsu yang diproduksi oleh tersangka Agil lalu ia coba belanjakan di sebuah warung di wilayah Batujajar. Tak cuma itu saja, sebagian lagi dijual ke pemesan melalui jasa pengiriman online.

“Jadi dia mengaku dibelanjakan ke kios-kios kecil di Batujajar dan di dekat kontrakannya. Rata-rata dia pakai di malam hari, ketika konsentrasi orang itu sudah melemah. Sebagian lagi dia jual ke pemesan yang komunikasinya di telegram,” ujar Niko.

Setiap 3 lembar uang palsu pecahan Rp100 ribu, dijual seharga Rp100 ribu atau 1 berbanding 3. Sementara untuk uang palsu pecahan Rp50 ribu, pembeli akan mendapatkan 6 lembar.

“Jadi disesuaikan saja nominalnya, pokoknya perbandingan harga itu 1 bandung 3. Jadi Rp100 ribu uang asli, mendapatkan Rp300 ribu uang palsu,” ujar Niko.

Praktik pemalsuan uang rupiah itu cuma dilakukan seorang diri oleh tersangka Agil. Dari pengakuan tersangka, berawal saat tersangka membeli uang palsu pada seseorang yang saat ini masih dalam perburuan polisi.

“Awalnya itu saya sempat beli uang palsu ke dia (tersangka DPO), kemudian saya ditawari buat memproduksi uang palsu karena dia kekurangan orang. Akhirnya saya mau karena butuh modal usaha. Selama ini jualan ketan bakar,” ujar Agil.

Ia kemudian mendapatkan arahan dari tersangka DPO terkait cara memproduksi hingga menjual uang palsu itu ke pemesan melalui telegram. Ia jalani tindak kriminal itu selama tiga bulan belakangan.

“Jadi semuanya diajarkan sama dia, mulai dari cara membuat uang palsu sampai menjualnya. Semua diarahkan sama dia, saya tinggal mengikuti saja. Baru 3 bulan ini aksinya,” kata Agil.

Untuk membuat uang palsu itu, Agil disuplai sejumlah peralatan yang dibutuhkan oleh tersangka DPO. Mulai dari kertas roti sebagai bahan baku pembuatan uang, printer, cap atau stempel bergambar Bank Indonesia, stempel gambar bunga, tinta cap atau stempel ultraviolet, senter ultraviolet, tinta printer, kaleng cat spray warna clear, kaleng lem spray, kertas skotlet warna transparan, pulpen berwarna, gunting, pisau atau cutter, penggaris besi, hingga kaca.

“Jadi bahannya kertas roti biar hologram dan uv bisa menempel dengan stempel. Kemudian biar kedua sisinya terlihat, dicetak bolak-balik dengan nomor seri berbeda. Biar uang palsunya ada tekstur, disemprot cat sprei khusus. Kemudian pita uangnya disulam sendiri pakai tusuk sate,” kata Agil.

Modal buat usahanya tak didapat, Agil justru berakhir di penjara. Setiap transaksi berhasil, dari penjualan uang palsu senilai Rp1 juta, ia cuma diberi upah Rp200 ribu. Sementara ia dibayar Rp2 ribu perlembar uang palsu yang dipotongnya setelah dicetak.

“Buat modal usaha, terdesak kebutuhan ekonomi. Jadi ini cuma batu loncatan saja niatnya,” ujar Agil.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 224 KUHPidana dan atau Pasal 245 KUHPidana dengan ancaman kurungan penjara maksimal 15 tahun.

Berawal dari Membeli Uang Palsu