Tak ada yang lebih mengejutkan bagi Abas, penggali kubur di Cirebon. Tanpa sengaja, ia menemukan dua mahkota emas dari liang lahat saat menjalankan tugasnya. Peristiwa itu terjadi pada 8 November 1989 silam.
Pagi itu, di bawah kabut tipis yang menyelimuti kawasan Pemakaman Gerbang Ilir di wilayah timur, Kabupaten Cirebon, Abas dan sembilan rekannya tengah menggali liang lahat untuk seorang warga yang wafat.
Tak ada firasat apa pun jika Abas akan mendapat rezeki besar hingga sekop Abas membentur benda keras di dalam tanah, bukan batu, bukan kayu, melainkan logam yang berdenting nyaring.
“Awalnya (seperti) batu kapur,” ujar Abas kepada Suara Karya, yang beritanya dikutip kembali oleh CNBC Indonesia.
Rasa penasaran membuat mereka terus menggali. Sedikit demi sedikit, muncul logam-logam bundar dan memanjang, sebelum akhirnya Abas menemukan dua benda berkilau, mahkota emas dengan kadar 24 karat dan berat total 2,4 kilogram.
Menurut laporan Harian Merdeka (10 November 1989), harga emas saat itu hanya Rp10.000 per gram. Artinya, nilai dua mahkota itu mencapai Rp24 juta – jumlah fantastis di masa ketika harga bensin masih Rp150 per liter. Jika dinilai dengan harga emas saat ini, harta tersebut setara dengan Rp5,5 miliar.
Berita penemuan itu pun menyebar cepat dan membuat geger masyarakat Cirebon. Polisi datang ke lokasi untuk mengamankan seluruh benda, termasuk logam-logam misterius yang ditemukan di sekitar mahkota.
Namun, kisah itu kemudian tenggelam tanpa kejelasan, tak ada catatan resmi tentang asal-usul benda, imbalan bagi penemu, maupun hasil penelitian arkeologis yang menyertainya.
Chaidir S. Susilaningrat seorang warga sekaligus pemerhati kebudayaan Cirebon masih mengingat jelas hebohnya kabar itu. Ia menjadi saksi hidup dari masa di mana Gebang mendadak terkenal karena temuan yang tak biasa.
“Saya mulai bertugas di Sumber tahun 1988, jadi waktu kejadian 1989 itu saya masih awal bekerja di Pemda. Waktu itu memang cukup heboh,” ucap Chaidir saat berbincang dengan infoJabar.
“Saya sendiri belum terlibat dalam kegiatan budaya, tapi sebagai masyarakat Cirebon saya mendengar langsung beritanya. Itu ramai dibicarakan dan dimuat di media-media lokal,” ujarnya menambahkan.
Menurut Chaidir, lokasi penemuan benda-benda logam tersebut tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang Cirebon di masa Panembahan, masa setelah Cirebon dipimpin Sunan Gunung Djati.
“Sedikit yang saya tahu bahwa di Gebang itu di masa Panembahan ya, waktu itu Cirebon dipimpin oleh Panembahan sebelum Sultan ya. Jadi awalnya Cirebon itu dipimpin oleh Kanjeng Sunan Gunung Jati, kemudian di era berikutnya dipimpin oleh Panembahan, Panembahan Ratu pertama, Panembahan Ratu kedua, Panembahan Sarbon,” terangnya.
“Di era itulah wilayah Gebang itu dipimpin oleh Kepangeranan Gebang. Jadi Kesultanan Cirebon memberikan semacam otonomi kepada Pangeran Sutajaya untuk memimpin wilayah Timur Cirebon. Itu wilayahnya sampai ke Losari sampai ke Jawa Tengah,” sambungnya.
Karena itulah, Chaidir menduga kuat bahwa tempat penemuan mahkota emas itu merupakan bekas istana lama yang di dalamnya menyimpan banyak harta.
“Diduga kuat lokasi penemuan itu bekas istana lama. Sayangnya sampai sekarang belum pernah ada tindak lanjut penelitian arkeologis. Padahal dengan temuan sebesar itu, mestinya dilakukan penggalian dan kajian lebih dalam,” ujarnya menyesalkan.
Kini, lebih dari tiga dekade berlalu, misteri dua mahkota emas itu masih belum terpecahkan. Kisahnya tetap hidup di antara warga Gebang, menjadi legenda yang menghubungkan masa kini dengan kejayaan Cirebon di masa lampau.
Kesaksian Warga Cirebon
Chaidir S. Susilaningrat seorang warga sekaligus pemerhati kebudayaan Cirebon masih mengingat jelas hebohnya kabar itu. Ia menjadi saksi hidup dari masa di mana Gebang mendadak terkenal karena temuan yang tak biasa.
“Saya mulai bertugas di Sumber tahun 1988, jadi waktu kejadian 1989 itu saya masih awal bekerja di Pemda. Waktu itu memang cukup heboh,” ucap Chaidir saat berbincang dengan infoJabar.
“Saya sendiri belum terlibat dalam kegiatan budaya, tapi sebagai masyarakat Cirebon saya mendengar langsung beritanya. Itu ramai dibicarakan dan dimuat di media-media lokal,” ujarnya menambahkan.
Menurut Chaidir, lokasi penemuan benda-benda logam tersebut tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang Cirebon di masa Panembahan, masa setelah Cirebon dipimpin Sunan Gunung Djati.
“Sedikit yang saya tahu bahwa di Gebang itu di masa Panembahan ya, waktu itu Cirebon dipimpin oleh Panembahan sebelum Sultan ya. Jadi awalnya Cirebon itu dipimpin oleh Kanjeng Sunan Gunung Jati, kemudian di era berikutnya dipimpin oleh Panembahan, Panembahan Ratu pertama, Panembahan Ratu kedua, Panembahan Sarbon,” terangnya.
“Di era itulah wilayah Gebang itu dipimpin oleh Kepangeranan Gebang. Jadi Kesultanan Cirebon memberikan semacam otonomi kepada Pangeran Sutajaya untuk memimpin wilayah Timur Cirebon. Itu wilayahnya sampai ke Losari sampai ke Jawa Tengah,” sambungnya.
Karena itulah, Chaidir menduga kuat bahwa tempat penemuan mahkota emas itu merupakan bekas istana lama yang di dalamnya menyimpan banyak harta.
“Diduga kuat lokasi penemuan itu bekas istana lama. Sayangnya sampai sekarang belum pernah ada tindak lanjut penelitian arkeologis. Padahal dengan temuan sebesar itu, mestinya dilakukan penggalian dan kajian lebih dalam,” ujarnya menyesalkan.
Kini, lebih dari tiga dekade berlalu, misteri dua mahkota emas itu masih belum terpecahkan. Kisahnya tetap hidup di antara warga Gebang, menjadi legenda yang menghubungkan masa kini dengan kejayaan Cirebon di masa lampau.
