Para perajin tahu di Bandung mulai cemas dengan harga kedelai impor yang terus merangkak naik setiap hari. Kenaikan ini diduga sebagai imbas dari kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, serta menguatnya nilai tukar dolar terhadap Rupiah.
Zamaludin, seorang perajin tahu di kawasan Cibuntu, Kota Bandung mengaku, harga kedelai yang biasanya berada di kisaran Rp7.000 hingga Rp8.000 per kilogram, kini melonjak hingga mendekati Rp10.000.
“Sekarang di angka Rp9.800 sampai Rp9.900, mungkin yang Rp10 ribu juga ada,” ujarnya saat diwawancarai, Selasa (15/4/2025).
Ia menambahkan, kenaikan harga kedelai terjadi secara bertahap, sekitar Rp100 hingga Rp200 setiap hari. Menurut Zalamudin, kedelai yang menjadi bahan baku utama tahu di Indonesia sebagian besar merupakan produk impor dari Amerika Serikat.
Selain itu, lonjakan harga kedelai yang berdampak langsung pada ongkos produksi dan keuntungan para perajin ditengarai disebabkan karena terus menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar
“Ya mungkin karena kebijakan dari Presiden Amerika Serikat, (jadi mahal ke Indonesia) karena dolar terus naik,” ungkapnya.
“Keuntungan kami berkurang sekitar 20 sampai 30 persen,” imbuhnya.
Hingga kini, Zamaludin menyebut para perajin belum menaikkan harga jual tahu atau mengecilkan ukurannya. Namun jika harga kedelai menembus angka Rp10 ribu per kilogram secara stabil, mereka akan menggelar rapat bersama paguyuban untuk mempertimbangkan langkah selanjutnya.
“Kalau naik terus, dampak negatifnya bisa besar. Dulu pernah ada yang tutup, ada yang gulung tikar juga,” tuturnya.
Zamaludin berharap pemerintah turun tangan dalam situasi ini. Sebab kenaikan harga bahan baku kedelai bukan hanya mengancam keberlangsungan usaha kecil seperti milik Zamaludin, tetapi juga ribuan perajin tahu lainnya di seluruh Indonesia.
“Kalau enggak subsidi ya stabilkan harganya aja. Biar kami bisa tenang produksi, karena sekarang naiknya tiap hari dan kami enggak tahu sampai kapan,” tutup Zamaludin.