infoers, ada rencana pergi ke Jepang, baik untuk liburan atau keperluan lain? Jika iya, ada hal penting yang perlu kamu simak, nih.
Salah satu yang mesti kamu ketahui adalah menjaga sikap terhadap pelayan atau pegawai toko. Jangan tersenyum pada mereka!
Lho, mengapa jangan tersenyum? Simak penjelasannya berikut ini.
Dilansir infoTravel dari South China Morning Post yang mengutip harian Jepang, Mainichi, belum lama ini, disebutkan sebanyak 45,7 persen dari 1.070 responden menganggap menganggap permintaan agar pegawai toko tersenyum sebagai bentuk pelecehan.
Survei ini dilakukan oleh Helpfeel, sebuah platform dukungan pelanggan yang berbasis di Kyoto. Survei dilakukan pada Maret 2025.
Temuan itu menunjukkan meningkatnya sensitivitas terhadap tekanan yang dirasakan oleh pekerja layanan. Selain itu, menandakan adanya pergeseran nilai-nilai tradisional tentang keramahan dalam interaksi dengan pelanggan.
“Banyak orang mungkin berpikir bahwa pegawai toko merasa keberatan jika diharuskan mempertahankan sikap layanan pelanggan di atas standar tertentu,” ujar perwakilan Helpfeel.
Omotenashi dan Budaya Senyum
Secara tradisi, Jepang memiliki konsep keramahan tradisional yang dikenal sebagai omotenashi. Budaya itu menekankan pentingnya mengantisipasi dan memenuhi kebutuhan pelanggan dengan perhatian dan rasa hormat yang tinggi.
Saat masuk ke toko atau restoran di Jepang, sudah lazim disambut dengan senyuman, membungkuk, dan ucapan semangat “irasshaimase!” yang berarti “selamat datang”.
Salah satu jaringan restoran cepat saji asal Amerika Serikat (AS) di Jepang bahkan pernah menampilkan senyum sebagai item gratis dalam menu dan untuk layanan pesan antar. Namun, senyum para pelayan toko dan restoran itu ternyata digunakan oleh sebagian pelanggan untuk melecehkan pekerja. Modus yang digunakan adalah dengan meminta senyum secara paksa demi konten media sosial atau tantangan.
Dalam laporan The Mainichi, banyak anak muda, yang merupakan mayoritas tenaga kerja restoran cepat saji Jepang, mengaku kewajiban untuk tersenyum menjadi alasan enggan bekerja di sana.
Manajemen restoran itu kemudian meluncurkan kampanye “No Smiles” pada 2023 untuk menarik dan mempertahankan tenaga kerja dengan menciptakan lingkungan kerja yang lebih nyaman.
Kampanye ini menampilkan penyanyi populer Jepang, Ano, yang merilis lagu berjudul Smile Agenai (“Aku Tidak Akan Memberimu Senyuman”). Salah satu liriknya menyatakan: “Aku tidak akan memberimu senyuman, aku akan jadi diriku sendiri.” Kampanye ini terbukti efektif, karena pada tahun 2023 terjadi peningkatan lamaran kerja di restoran tersebut Jepang sebesar 15 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun, tidak semua perusahaan di Jepang menyambut baik pergeseran dari kewajiban untuk tersenyum ini. Misalnya, jaringan supermarket Aeon pada 2024 menerapkan sistem kecerdasan buatan (AI) untuk menilai dan menstandarkan senyuman karyawan di 240 tokonya di seluruh negeri.
Sistem itu menganalisis lebih dari 450 elemen termasuk ekspresi wajah, volume suara, dan nada salam untuk menilai sikap pelayanan pegawai. Aeon menyatakan bahwa uji coba sistem di delapan cabang menunjukkan peningkatan sikap pelayanan hingga 1,6 kali lipat dalam tiga bulan. Namun, sistem ini juga menuai kritik karena dianggap sebagai bentuk pelecehan di tempat kerja.
Artikel ini telah tayang di infoTravel