Di Balik Sumpah Pemuda 1928, Momen Lagu Indonesia Raya Pertama Kali Terdengar baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Setiap tanggal 28 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda, momen bersejarah yang menjadi tonggak lahirnya semangat persatuan nasional. Namun, di balik peringatan itu, ada satu peristiwa lain yang tak kalah penting. Tepat pada hari yang sama, 72 tahun lalu, untuk pertama kalinya lagu “Indonesia Raya” diperdengarkan di hadapan para pemuda yang tengah berjuang menyatukan bangsa.

Sumpah Pemuda merupakan hasil dari Kongres Pemuda II yang berlangsung pada 27-28 Oktober 1928 di Batavia (sekarang Jakarta). Kongres ini menjadi wadah bagi berbagai organisasi pemuda dari berbagai daerah di Nusantara untuk menyatukan tekad menuju Indonesia merdeka.

Kongres tersebut menghasilkan ikrar yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda, berisi tiga butir pernyataan tentang satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa-Indonesia. Momen bersejarah ini menjadi simbol kuat lahirnya nasionalisme modern di kalangan generasi muda.

Pada saat yang sama, sebuah karya musik juga ikut menandai semangat persatuan tersebut. Lagu Indonesia Raya diciptakan oleh Wage Rudolf Soepratman, seorang jurnalis dan komponis muda yang terinspirasi oleh cita-cita kemerdekaan.

Soepratman mulai menulis lagu ini sekitar tahun 1924 saat tinggal di Bandung. Ia ingin menciptakan sebuah lagu yang dapat membangkitkan semangat kebangsaan dan menyatukan seluruh rakyat Hindia Belanda. Lewat lirik yang sederhana namun penuh makna, ia berhasil menuangkan tekad bangsa untuk berdiri di atas kekuatannya sendiri.

Puncak sejarah terjadi pada 28 Oktober 1928, ketika Soepratman memperdengarkan lagu ciptaannya dalam penutupan Kongres Pemuda II. Dengan biola di tangannya, ia memainkan Indonesia Raya secara instrumental di hadapan para pemuda yang hadir.

Pertunjukan tersebut digelar di Gedung Indonesische Clubgebouw, milik Sie Kok Lion di Jalan Kramat Raya No. 106-kini dikenal sebagai Museum Sumpah Pemuda. Meski disampaikan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kecurigaan dari penjajah Belanda, lagu itu langsung menggetarkan hati seluruh peserta kongres.

Bagi para pemuda yang hadir, Indonesia Raya bukan sekadar lagu, melainkan simbol dari cita-cita bersama: satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa-Indonesia.

Dalam bait pertamanya, Soepratman menulis,

“Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku,
di sanalah aku berdiri, jadi pandu ibuku.”

Lirik tersebut menggambarkan cinta mendalam kepada tanah air dan tekad untuk melindungi serta membangun bangsa. Lagu ini menjadi refleksi dari semangat nasionalisme yang menyatukan berbagai suku, agama, dan budaya di Nusantara.

Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.

Tak lama setelah peristiwa itu, Indonesia Raya mulai dikenal luas dan dinyanyikan di berbagai pertemuan organisasi pemuda. Namun, kepopulerannya justru membuat pemerintah kolonial Belanda merasa terancam. Lagu ini sempat dilarang dinyanyikan secara publik, karena dianggap sebagai bentuk perlawanan terhadap kekuasaan mereka.

Meski dilarang, semangat Indonesia Raya tak pernah padam. Lagu ini terus dinyanyikan secara sembunyi-sembunyi hingga akhirnya menjadi bagian penting dalam perjuangan menuju kemerdekaan.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, lagu Indonesia Raya resmi diakui sebagai lagu kebangsaan Republik Indonesia. Penetapan tersebut kemudian diperkuat melalui Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1958, yang mengatur tata cara penyanyian dan penghormatan terhadap lagu kebangsaan.

Kini, Indonesia Raya menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap upacara kenegaraan, peringatan nasional, dan kegiatan pendidikan di seluruh Indonesia.

Kongres Pemuda II sendiri diprakarsai oleh organisasi Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI). Panitia kongres terdiri dari sejumlah tokoh muda, antara lain Sugondo Djojopuspito (ketua), Mohammad Yamin (sekretaris), R.M. Joko Marsaid, Amir Sjarifudin, dan Johannes Leimena.

Kongres berlangsung di tiga lokasi berbeda dan dibagi menjadi tiga sesi rapat. Dalam rapat pertama, Mohammad Yamin menjelaskan lima faktor yang memperkuat persatuan Indonesia, yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan. Rapat kedua membahas pentingnya pendidikan kebangsaan dan peran keluarga dalam membentuk karakter anak-anak.

Pada rapat terakhir di Gedung Kramat 106, para pemuda mengucapkan ikrar yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda-sebuah janji suci untuk menjunjung satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, Indonesia.

Isi teks Sumpah Pemuda adalah sebagai berikut:

Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.

Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.

Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Ikrar ini menjadi dasar semangat nasionalisme yang terus hidup hingga kini.

Lebih dari sekadar lagu, Indonesia Raya merupakan penegasan akan identitas dan jati diri bangsa. Lagu ini menjadi pengingat bahwa kemerdekaan Indonesia lahir dari persatuan dan perjuangan bersama.

Setiap kali Indonesia Raya berkumandang, semangat Kongres Pemuda II seolah hidup kembali-menyentuh hati setiap generasi penerus agar tidak melupakan asal mula persatuan Indonesia.

Jejak Sejarah Sumpah Pemuda

Kelahiran Lagu Indonesia Raya

Momen Pertama Indonesia Raya Dinyanyikan

Lagu Kebangsaan Resmi Republik Indonesia

Kongres Pemuda dan Lahirnya Sumpah Persatuan

Isi Sumpah Pemuda

Makna Abadi Indonesia Raya