Kemacetan di Bandung sudah diakui dunia. Dalam TomTom Traffic Index, kota berjuluk Kota Kembang ini ada di urutan ke 12 dari 20 kota termacet di dunia. Selain Bandung, ada juga Medan di urutan ke 15. Lantas bagaimana dampak kemacetan terhadap psikologis warga Bandung?
Kemacetan di Bandung kerap terjadi di wilayah perbatasan seperti jalan-jalan yang ada di perbatasan Kabupaten Bandung ke Kota Bandung hingga dari Cimahi dan Bandung Barat menuju ke Kota Bandung. Tak hanya itu, kemacetan ini juga kerap terjadi di pusat kota.
Bagi infoers yang kerap macet-macetan, di pagi hari saat hendak berangkat kerja atau sore hingga malam hari saat pulang kerja, begitupun aktivitas lainnya, Anda harus memperhatikan kesehatan mental, terutama agar terhindar dari stres.
Psikolog sekaligus dosen psikologi lalu lintas Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran Julian Amri Wijaya mengatakan dampak psikologis dari macet itu bisa dilihat dari subjek. Dalam psikologi subjek itu adalah unit analisis dan unit analisis itu dibagi beberapa bagian. Namun pada umumnya unit analisis ini meliputi tingkat individu dan tingkat komunitas, atau sosial. Menurut Julian, dampak kemacetan bagi individu dan komunitas beda.
“Dampak individu, sejauh ini yang saya pahami mengajar tentang psikologi lalu lintas, dampak negatif dari kemacetan secara psikis itu adalah stres. Orang bisa mengalami loss of control karena macet. Nah, ini memang ada penelitian yang menunjukkan bahwa semakin lama kita mengalami macet, misalnya sejam, dua jam, maka tingkat stres-nya semakin tinggi yang dialami oleh seseorang, terutama oleh pengemudi. Penumpang pasti stress juga, tapi tidak akan sebesar pengemudi. Jadi pengemudi yang pertama stres-nya,” kata Julian saat berbincang bersama infoJabar, Rabu (18/6/2025).
Julian membenarkan, jika sudah stres banyak dampak buruk yang dialami pengendara, bahkan tak jarang pengendara adu jotos atau baku hantam karena tidak saling mengalah saat berkendara.
“Kemudian tentang mudah marah, itu terkait dengan perilaku agresif. Nah, jadi jelas kemacetan bisa menunjuk perilaku agresif, marah, dan malah bisa sampai frustrasi untuk penumpang. Misalnya gini, perilaku agresifnya itu tidak hanya mukul, tidak hanya marah, yang sederhana saja, misalnya mencet klakson berlebihan. Lalu misalnya nyalip motor padahal itu jalur orang, itu jadi agresif,” ungkapnya.
Selain itu, tindakan agresif menurut Julian, bisa berupa umpatan, maki-makian dan mengeluarkan kata-kata kasar. Selain itu akibat macet, orang akan lebih mudah mengalami kelelahan mental. “Dampaknya apa? Bahayanya kalau kelelahan mental itu bisa menurunkan, kesigapan, daya refleks kita dan antisipasi kita saat berkendara,” ujarnya.
Julian mencontohkan, saat kita naik motor, cuaca panas, kondisi lalu lintas macet dan tiba-tiba ada mobil berhenti mendadak di depan kita, ketika pengendara sudah kelelahan mental, itu bisa berakibat kecelakaan lalu lintas.
“Nah, kalau kita sudah kelelahan mental, bisa jadi kemampuan, kesigapan kita menarik rem itu menurun. Emosi kita tidak maksimal. Jadi kondisi visual, motorik, refleks kita tuh bisa menurun fungsinya berangkat dari macet,” tuturnya.
Tak hanya stres hingga kelelahan mental, dampak negatif dari kemacetan ini bisa berakibat kehilangan selera atau mood, bahkan selalu bersikap emosi dan merusak suasana hati. “Mengenai emosi dan mood, mood itu suasana hati. Pasti, kalau kena macet, mood-nya tuh negatif deh biasanya. Kesal, jengkel, itu mood-mood negatif, itu bisa memicu perasaan tidak nyaman. Bisa juga berkaitan di mana orang sering mengira bahwa, ah, males lah macet-macetan. Kenapa? Karena dia jadi, dia tahu suasana, biasanya dia jadi tidak nyaman,” tuturnya.
Bahkan, sebagian dari kita lebih memilih pulang lebih malam karena tidak ingin terjebak macet yang berakibat buruk pada suasana hati, hingga suasana keluarga di rumah. “Biasanya pulang nanti malamnya. Daripada, mood jadi jelek, yang ada nanti di rumah orang rumah dimarahin, istri atau anak jadi korban, padahal cuma dampak dari macet,” terangnya.
Menurut Julian, ketika emosi atau mood dan suasana hati tidak terkontrol teman kerja juga bisa kena semprot. “Sampai kantor, ada yang nanya, kenapa baru datengin jam segini? Wah, itu rasanya. Pengin marah itu udah. Padahal orang itu hanya sekadar nanya. Nah, itu bisa membuat hubungan kita dengan orang lain itu menjadi rentan. Itu dampak negatif dari macet mood ini,” jelasnya.
Dalam hal ini, Juliana juga berbagi cara untuk mengatasi stres yang diakibatkan kemacetan, salah satunya jauhi dahulu sumber masalahnya yaitu kemacetan. “Jauhkan dulu dari sumber stres. Caranya adalah hindari dulu macetnya, perkuat keadaan tubuh, kondisi fisiknya, yaitu cara makan dan minum yang sehat. Kondisi psikisnya yaitu healing dulu,” ujarnya.
“Atau menenangkan diri dulu. Apalagi dengan cara istirahat tidur, atau justru melakukan aktivitas lain yang menyenangkan. Kalau yang religius bisa sholat dulu. Itu, salah satu caranya adalah hindari situasi macet untuk beberapa waktu,” pungkasnya.
Julian Amri Wijaya mengatakan ada juga dampak positif dari macet. “Nah, ada yang mengatakan bahwa saat macet, itu bisa jadi momen di mana kita bisa melakukan refleksi diri,” kata Julian.
“Jadi, ada satu waktu di mana kita seperti bisa merenung, dari kesibukan kita, kita jarang merenung dan ini menjadi kesempatan kita. Terutama ini untuk yang jadi penumpang, saat lagi kena macet,” ujar menambahkan.
Julian mengungkapkan memang bagi pengendara sulit untuk merenung, hal itu bisa dimanfaatkan bagi penumpang angkutan umum yang sedang terjebak macet. Namun bagi pengendara bisa belajar sabar hingga bertoleransi.
“Betul untuk penumpang itu bisa merenung, bisa refleksi diri. Kemudian juga, sebenarnya dari situasi macet, kita bisa menjadi punya pengalaman bagaimana kita menguji diri. Pengalaman di mana kita toleransi. Lagi macet, ya? Lalu ada rombongan, pakai sirene, pas kita lihat ambulans. Nah, di sinilah kita belajar toleransi. Oh, berarti ada orang yang lebih butuh jalan daripada saya, di pinggir. Jadi, itu adalah toleransi yang positif,” ungkapnya.
Contoh toleransi lain, semisal kita sedang melintas dan ada ibu-ibu yang akan menyeberang namun posisinya bisa membahayakan kedua pihak dan di situlah, pengendara juga belajar dalam menghargai. “Kalau kita ngomong, susah, berlatih aja dulu, gitu loh,” ucapnya.
Tak hanya itu, menurut Julian, akibat macet bisa menggugah kreativitas diri. “Dalam situasi macet itu, menunjukkan kreativitas. Kreativitas apa? Bukan yang kriminal, misalnya kayak gini, kalau kita lagi naik motor, nih, waduh jalan menuju kantor macet, gitu. Dia akan mencari jalur mana, ya yang bisa lebih cepat, gunakanlah jalan tikus atau jalan memotong, itu sebenarnya kita harus mengacu pada berpikir kreatif. Itu kalau pengendara. Kalau penumpang, bisa aja, ketika sedang macet, dia justru bisa berpikir, bisa memikirkan, apa yang bisa saya lakukan nanti ketika di kantor, selain ngerjain tugas-tugas biasa, gitu,” jelasnya.
“Jadi, secara langsung, macet itu memfasilitasi kita untuk bisa berpikir kreatif jika kita mau,” pungkasnya.