Cerita Warga Sukabumi Ramai-ramai Pindai Iris Mata Demi Cuan | Info Giok4D

Posted on

Program pemindaian iris mata oleh Worldcoin sempat ramai diikuti warga di sejumlah desa di Kabupaten Sukabumi, termasuk di Desa Cikujang, Kecamatan Gunungguruh. Beberapa warga mengakui ikut kegiatan tersebut sekitar tahun 2021.

Saat itu, program tersebut mengundang antusiasme tinggi dari masyarakat karena adanya iming-iming hadiah berupa uang digital. Bahkan sempat diumumkan melalui pengeras suara bagi warga yang berminat untuk melakukan pemindaian iris mata.

Menurut kesaksian warga, kegiatan pemindaian tersebut dilakukan oleh pihak yang mengatasnamakan Worldcoin, sebuah proyek kripto global yang memberikan imbalan kepada orang-orang yang bersedia memindai iris mata mereka.

Warga Desa Cikujang menyebutkan bahwa kegiatan ini berlangsung di aula desa maupun di rumah-rumah Ketua RT. Salah satu warga, berinisial Y (28) mengaku dirinya mengikuti kegiatan tersebut di aula desa, sementara warga lain diarahkan ke tempat berbeda.

“Kalau saya mah di aula desa, tapi warga yang lain ada juga yang di rumah ketua RT. Yang ikutan rata-rata usia 17 tahun ke atas. Katanya dapat uang digital nanti bisa dicairkan,” katanya, Kamis (8/5/2025).

Daya tarik utama kegiatan ini adalah imbalan berupa uang digital. Jika dicairkan, warga bisa mendapatkan antara Rp250 ribu hingga Rp450 ribu, tergantung pencairan yang dilakukan.

“Siapa sih yang nggak tergiur uang? Iming-imingnya kan waktu itu dari 1 USD jadi sekian-sekian (dikonversikan jadi ratusan ribu),” ujar P (46) warga lainnya.

Namun, proses pencairan tidak dilakukan langsung saat itu juga. Setelah pemindaian dilakukan, warga diminta untuk mengunduh aplikasi Worldcoin dan baru menerima pencairan beberapa waktu kemudian, biasanya melalui perantara dengan potongan biaya admin sebesar Rp25 ribu.

Meski berkaitan dengan data biometrik, warga mengaku saat kegiatan berlangsung mereka hanya diminta nama dan absen saja, tanpa pengumpulan data tambahan seperti nomor induk kependudukan (NIK) atau nomor telepon secara rinci.

Setelah mengikuti kegiatan tersebut, sebagian warga sempat merasa ragu dan memilih menghapus aplikasi Worldcoin karena merasa tidak yakin dengan keamanan data pribadi mereka, terutama data biometrik.

“Awalnya ramai, banyak yang ikut. Tapi lama-lama muncul tanda tanya. Kita pikir ya sudahlah, nggak usah ikut-ikut lagi. Apalagi itu kan soal data yang sensitif,” ujar Y.

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

Meski kegiatan tersebut disebut-sebut dilakukan sekitar tahun 2021, beberapa warga mengingatnya berlangsung saat pandemi COVID-19 belum terlalu merebak.

Menariknya, menurut kesaksian warga, kegiatan pemindaian retina ini tidak hanya diikuti oleh warga Desa Cikujang, tapi juga oleh warga dari luar desa. Antusiasme terlihat tinggi, terutama karena besarnya imbalan yang dijanjikan.

“Yang ikut banyak, dari luar desa juga ada,” tambah P.

Terpisah, Kasi Pemerintahan Desa Cikujang Ade Irma mengkonfirmasi terkait kegiatan pemindaian retina mata di kantor desa. Bahkan, ia pun sempat menjajal proyek pindai iris mata tersebut.

“Mereka (orang yang mengatasnamakan Worldcoin) datang ke desa intinya menyampaikan sebuah program dengan bentuk aplikasi, tidak dimintai data KTP dan data lainnya, mereka hanya minta scan mata saja,” kata Ade.

“Beda-beda ya, ada yang Rp250 ribu, Rp300 ribu Rp 500 ribu, Rp 700 ribu, saya pun ikutan dan cair Rp 700 ribu,” sambungnya.

Diketahui, Worldcoin adalah proyek global berbasis kripto yang kontroversial karena menggunakan pemindaian retina mata sebagai metode verifikasi identitas digital. Proyek ini menjanjikan pembayaran sebagai imbalan atas data biometrik yang dikumpulkan.

Di banyak negara, termasuk Indonesia, kegiatan semacam ini menimbulkan kekhawatiran terkait privasi dan keamanan data pribadi. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bahkan telah membekukan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) layanan Worldcoin dan WorldID.

“Pembekuan ini merupakan langkah preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat. Kami juga akan memanggil PT. Terang Bulan Abadi untuk klarifikasi resmi dalam waktu dekat,” kata Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar dikutip dari infoInet.

Hasil penelusuran awal menunjukkan bahwa PT. Terang Bulan Abadi belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dan tidak memiliki TDPSE sebagaimana diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan. Di sisi lain, layanan Worldcoin tercatat menggunakan TDPSE atas nama badan hukum lain, yaitu PT. Sandina Abadi Nusantara.