Di sebuah ruang kelas sekolah, Salwa tampak serius menyimak pelajaran. Di sampingnya, seorang guru muda bernama Indah (25) dengan sabar membimbingnya memahami materi matematika.
Namun, suasana kelas pagi itu jauh dari kesan ramai. Tak ada suara siswa lain, tak ada riuh tanya jawab. Sebab, pada tahun ini Salwa adalah satu-satunya murid kelas X di SMK Cipto Kota Cirebon.
Meski sempat kaget di awal-awal masuk sekolah, namun lambat laun ia mulai membiasakan diri. Salwa tetap mengikuti setiap mata pelajaran yang diberikan oleh guru-gurunya di sekolah.
“Awalnya kaget, karena di kelas nggak ada temen. Sekalipun ada temen itu kakak kelas,” kata Salwa saat ditemui di sekolahnya, Kamis (7/8/2025).
Salwa merupakan lulusan dari salah satu MTS di Cirebon. Ia kemudian menjatuhkan pilihannya di SMK Cipto Kota Cirebon untuk melanjutkan pendidikan. Alasannya sederhana, karena sekolah ini menyediakan jurusan farmasi. “Karena jurusan itu yang saya mau,” ujar Salwa.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Meski hanya seorang diri, namun kondisi itu tidak menyurutkan semangat Salwa untuk terus belajar. Setiap pagi, Salwa selalu berangkat ke sekolah dengan diantar oleh sang ayah.
Ke depan, Salwa berharap di tahun-tahun berikutnya bisa lebih banyak murid baru yang bersekolah di SMK Cipto Kota Cirebon. “Pengennya sih ke depannya lebih banyak lagi murid yang daftar ke sini,” kata Salwa.
Indah, guru matematika yang pagi itu mendampingi Salwa belajar mengaku sedih melihat kondisi sekolahnya yang tahun ini hanya memiliki satu murid.
“Sedih sih. Ini jauh lebih sedikit dari tahun sebelumnya. Kalau dulu-dulu kan banyak (muridnya),” kata Indah.
Di tengah situasi itu, Indah mengaku tetap semangat untuk membimbing muridnya dalam memahami pelajaran. “Kalau semangat sih masih tetap semangat,” kata Indah.
Salwa, Bu Indah, dan ruang kelas yang lengang menjadi potret nyata dari kondisi SMK Cipto Kota Cirebon yang kesulitan mendapatkan murid baru.
Kepala SMK Cipto Kota Cirebon Ari Nurrahman mengatakan penurunan jumlah siswa di sekolahnya sudah terjadi sejak tahun lalu. Kondisi itu kian terasa berat sejak terbitnya kebijakan dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menetapkan rombongan belajar (rombel) menjadi 50 siswa per kelas.
“Penurunan itu sudah dari tahun sebelumnya. Ini mungkin puncaknya. Kalau saya lebih memilih mungkin kesalahan diri sendiri, karena kurang promosi dan lain sebagainya,” kata Ari.
“Walaupun ada dampak dari kebijakan (Gubernur) tersebut. Rombel 50 siswa per kelas itu sangat mempengaruhi sekali. Bukan hanya di sekolah saya, se Kota Cirebon, bahkan se Jawa Barat itu dampaknya luar biasa,” kata Ari yang juga Ketua Forum Komunikasi Kepala SMK Swasta (FKKSMKS) Kota Cirebon.
Ari sendiri mengaku telah melakukan berbagai upaya demi keberlangsungan SMK Cipto Kota Cirebon. Salah satu langkah yang ia tempuh adalah dengan membebaskan biaya bulanan maupun seragam sekolah bagi murid baru yang masuk di tahun ajaran 2025/2026.
“Siswa tersebut kita gratiskan, tidak ada biaya bulanan, tidak ada uang gedung, dan seragam kita berikan. Itu untuk kelas X,” ucap Ari.
Di sisi lain, Ari juga mengaku tetap mengupayakan kesejahteraan para guru yang mengajar di sekolah tersebut. Saat ini, kata dia, ada dua belas orang guru di SMK Cipto Kota Cirebon.
“Sebagai kepala sekolah saya berusaha memberikan hal yang terbaik bagi siswa dan gurunya. Honor guru kita tidak mengurangi. Jumlah guru ada 12, termasuk saya,” kata Ari.
Sebagai ketua FKKSMKS Kota Cirebon, Ari berencana melakukan audensi dengan Gubernur Jawa Barat untuk menyampaikan berbagai persoalan yang dihadapi sekolah swasta.
“Kami ingin mengajak pak gubernur untuk beraudiensi. Mungkin ini saatnya kita berdiskusi antara sekolah swasta dengan Pak Gubernur,” kata dia.