Dari 96 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kabupaten Kuningan, baru ada sekitar 68 yang mendaftarkan pegawainya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Dan dari 68 SPPG yang mendaftarkan BPJS tersebut baru ada 38 SPPG yang sudah terkaver BPJS dan 30 SPPG masih dalam proses.
Hal tersebut disampaikan langsung Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertars), Kabupaten Kuningan, Guruh Irawan Zulkarnaen. Menurutnya, data tersebut didapatkan hari ini dari Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Cirebon.
“Saya tanya ke BPJS Cirebon. Untuk Kuningan yang sudah mendaftar berapa dan yang sudah terkaver berapa. Dijawab, per hari ini di Kuningan yang sudah mendaftar 68, yang 38 sudah terkaver BPJS dan yang 30 masih dalam proses. Nah 96 kurangi 68 berapa? Itu yang belum daftar. Kenapa nggak cepet-cepet,” tutur Guruh. Selasa (4/11/2025).
Karena tidak memiliki akses ke program MBG secara langsung. Guruh sendiri tidak mengetahui secara pasti apa penyebab dari SPPG di Kuningan belum mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Menurut Guruh, dalam satu SPPG sendiri biasanya ada sekitar 50 orang yang dipekerjakan.
“Saya tidak punya akses masuk ke MBG. Saya aksesnya ke BPJS Ketenagakerjaan. Kalau perusahaan saya berwenang sekali. Tapi kalau MBG saya nggak punya akses. Di satu SPPG ada sekitar 50 pekerja yang terdiri dari 47 relawan dan 3 pimpinan termasuk ahli gizi dan petugas akuntansi,” tutur Guruh.
Padahal, lanjut Guruh, sudah ada Perjanjian Kerja sama antara Badan Gizi Nasional dengan BPJS Ketenagakerjaan tentang Sinergitas dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan untuk mendukung pelaksanaan pemenuhan gizi nasional serta adanya surat edaran tertanggal 4 September 2025 yang ditunjukkan kepada Kepala SPPG dan Yayasan tentang kewajiban mendaftarkan pekerja SPPG menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
“Ada perjanjian kerja sama antara BGN dengan BPJS pusat bahwa semua pekerja dan relawan MBG harus terkaver BPJS Ketenagakerjaan. Harusnya dipatuhi. Penting kasihan, kalau lagi mengirimkan MBG terjatuh bagaimana, atau terkena air panas atau teriris saat masak itu bagaimana. BPJS sebulannya cuman Rp 16.800,” tutur Guruh.
Sementara itu, Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) MBG Kuningan, Wahyu Hidayah mengakui bahwa memang beberapa pengelola MBG belum menuntaskan kewajiban administrasi seperti pendaftaran untuk peserta BPJS Ketenagakerjaan. Menurutnya, hal tersebut disebabkan karena sebagian dari SPPG masih dalam proses penyesuaian sistem dan kelengkapan data.
“Memang sejumlah pengelola MBG belum menuntaskan kewajiban administrasi, baik terkait pendaftaran BPJS Ketenagakerjaan maupun pelaporan tenaga kerjanya ke Dinas Tenaga Kerja. Kami memahami bahwa sebagian dari mereka masih berproses dalam penyesuaian sistem dan kelengkapan data,” tutur Wahyu.
Meski begitu, Wahyu menegaskan bahwa perlindungan ketenagakerjaan adalah bagian dari tanggung jawab moral dan hukum yang wajib dipenuhi oleh setiap pelaku usaha, termasuk pengelola MBG. Oleh karena itu, pihaknya akan menginstruksikan kepada Dinas Ketenagakerjaan untuk melakukan pendataan dan pembinaan kepada SPPG di Kuningan yang belum patuh. Jika tidak dihiraukan, maka akan ada sanksi administratif kepada SPPG yang tidak patuh.
“Kami menginstruksikan Disnaker untuk melakukan pendataan lanjutan dan pembinaan langsung terhadap MBG yang belum patuh, dengan pendekatan persuasif tetapi tetap berlandaskan aturan. Bila sampai batas waktu yang ditentukan masih ada yang tidak melaksanakan kewajiban, tentu akan ada langkah administratif yang lebih tegas. Tujuan kami bukan semata menegakkan aturan, tetapi memastikan seluruh pekerja di sektor ini mendapatkan jaminan keselamatan, kesejahteraan, dan perlindungan yang layak,” pungkas Wahyu.
