Bandung Jadi Kota Termacet, Pakar Soroti Lesunya Transportasi Publik

Posted on

Bandung menjadi kota termacet di Indonesia versi Tomtom Traffic Index. Sedangkan, Jakarta berada di posisi kelima kota termacet di Indonesia menurut survei yang sama. Sebelumnya, Jakarta sempat menyandang sebagai kota termacet di Indonesia pada 2023 berdasarkan survei yang sama.

Pakar transportasi pun memberikan pandangannya mengenai karakteristik kemacetan di Bandung dan Jakarta. Menurut dosen teknik sipil sekaligus pakar transportasi Institut Teknologi Bandung (ITB) R Sony Sulaksono Wibowo, kemacetan di Bandung berbeda dengan Jakarta dari sisi laju kendaraan. Soal laju kendaraan, macet di Bandung tidak lebih parah dibandingkan Jakarta.

“Bandung lebih macet dari Jakarta bisa dikatakan iya, bisa dikatakan tidak. Faktanya kalau lihat macetnya Bandung tidak separah Jakarta, kalau Jakarta yang namanya macet (kendaraan) berhenti, apalagi kalau hujan dan cukup banyak macet yang seperti itu di Jakarta,” kata Sony kepada infoJabar, Sabtu (5/7/2025).

“Tapi semacet-macetnya Bandung itu tidak pernah berhenti, kalau di Jakarta tidak seperti itu. Kalau parameternya kondisi keparahan, memang lebih parah Jakarta,” tambahnya.

Sony juga menjelaskan tentang transportasi umum yang ada di Bandung dan Jakarta. Menurut Sony, transportasi umum di Jakarta lebih baik dibandingkan dengan Bandung.

“Tapi Jakarta lebih baik, kalau lihatnya dari sisi lain (bidang transportasi). Jadi gini, kota itu akan nyaman ditinggali, dihuni, nyaman untuk beraktivitas jika banyak pilihan untuk transportasi, jadi kalaupun macet mereka bisa lari pakai transportasi lain seperti LRT dan MRT. Sementara di Bandung kalau terjebak macet ya sudah pasrah, nggak bisa apa-apa, mau jalan nggak bisa, sepeda apalagi, angkotnya nggak jelas, busnya juga nggak ada,” ungkapnya.

Sony mengatakan karena masyarakat tak punya pilihan alternatif transportasi, sehingga survei yang dilakukan Tomtom Traffic Index menyebut kemacetan di Bandung lebih parah dibandingkan dengan Jakarta.

“Kalau lihat dari sisi itu benar, kemacetan Bandung, Medan, Surabaya itu memang parah, di sana tidak punya alternatif untuk berpergian. Sementara di Jakarta banyak alternatif, itu yang menyebabkan Bandung, Surabaya, Medan lebih macet daripada Jakarta,” terangnya.

Sony menuturkan sebenarnya banyak sekali masukan untuk penataan transportasi di Kota Bandung. “Untuk menata kemacetan, setahap-tahap saja, pertama yang harus dilakukan maksimalkan yang ada, Bandung punya angkot, punya Damri, punya Trans Metro Bandung, punya Trans Metro Pasundan dan Trans Jawa Barat sebagian lewat ke Kota Bandung, itu dimanfaatkan,” ujarnya.

Menurut Sony, walau pun Trans Metro Pasundan dan Trans Metro Jabar dikelola oleh pemprov, namun transportasi umum yang melintas di Bandung ini harusnya dimaksimalkan dengan baik agar bisa melayani masyarakat secara maksimal. “Caranya seperti apa? Bangun halte, buat sistem informasi yang menginfokan pada warga Bandung jalur mana saja atau buat semacam aplikasi dan Bandung pun punya Boseh, sepeda sewa, maksimalkan itu, perbaiki layanan itu. Boseh pada saat awal-awal bagus sekali, sekarang kan sudah kacau nggak keurus,” tuturnya.

Sony menjelaskan Boseh perlu ditata kembali, sedangkan trayek angkot di Bandung juga perlu revisi lantaran yang digunakan saat ini masih mengacu pada tahun 1980-an. Kemudian, lanjut dia, pemanfaatan armada bus yang dikelola pemerintah, serta gencar mengedukasi masyarakat untuk menggunakan angkutan umum.

Sony menyebut kemajuan transportasi di Jakarta merupakan wujud dari komitmen. Selain itu, Jakarta juga menjadi etalase nasional.

“Ya karena Jakarta jadi etalase nasional, kuat dengan anggaran dan juga komitmen Gubernur Jakarta, siapapun gubernurnya dipegang, pada saat bangun bus way dikritik habis-habisan, tapi sama akademisi didukung, jadi komitmen DKI kuat,” tuturnya.

“Dedi Mulyadi punya kewenangan penuh untuk benah Bandung Raya,” tambahnya.

Sony menegaskan Dedi Mulyadi harusnya menindaklanjuti setiap gebrakannya. Ia mengingatkan agar setiap gebrakan yang dilakukan Dedi Mulyadi tak hanya sebatas konten.

“Kang Dedi punya konten dan gebrakan-gebrakan, tapi gebrakan itu akan menjadi percuma kalau hanya jadi konten saja, kalau tidak di follow up secara sistematis, tidak di follow up kabupaten dan kota di Bandung Raya, tidak di follow up perencanaan APBD-nya baik Kota Bandung dan lainnya. Jadi jangan sampai KDM berhenti di gebrakan kontennya saja tapi harus di-follow up dengan kebijakan-kebijakan yang sistematis, itu kalau dijalankan. Dua tahun bisa berjalan dan apa yang dimiliki Bandung Raya, tinggal ditata saja,” pungkasnya.

Menanti Kebijakan dari Pemprov Jabar