Warga ramai menyoroti sumber air Aqua setelah konten Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengunjungi pabrik perusahaan tayang. Lalu muncul jika sumber air perusahaan AMDK itu hanya berasal dari sumur bor biasa.
Aqua kemudian mengklarifikasi bila sumber air yang dimaksud adalah ‘akuifer dalam’, memang apa sih maksudnya?
Peneliti hidrologi dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Rachmat Fajar Lubis menekankan sumber air di alam secara umum terbagi menjadi tiga, yakni air hujan, air permukaan, dan air tanah. Dari ketiganya, air tanah merupakan sumber utama bagi banyak perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK).
“Air tanah sendiri ada dua karakter,” jelasnya, kepada infocom Minggu (26/10/2025).
“Ada yang disebut air tanah bebas, dan ada air tanah tertekan. Air tanah bebas adalah air tanah yang tekanannya sama dengan udara di sekitarnya, berada dekat permukaan, dan sering dikenal sebagai air tanah dangkal.”
Air tanah bebas ini, lanjutnya, sangat dipengaruhi oleh kondisi permukaan tanah, kalau hujan bisa ikut meluap atau banjir, dan kalau kemarau ikut kering. Karena itu, masyarakat biasa umumnya menggunakan air jenis ini untuk sumur rumah tangga, terlebih pengambilannya mudah dan tidak terlalu dalam.
Berbeda dengan air tanah bebas, air tanah tertekan yang kemudian disebut akuifer dalam, memiliki tekanan lebih tinggi dari permukaan tanah dan dilindungi oleh lapisan kedap air di atasnya. Jenis air ini tidak mudah terpengaruh oleh musim maupun aktivitas di permukaan.
“Air tanah tertekan bisa tetap mengalir meskipun kemarau panjang. Inilah yang menjelaskan mengapa sungai meski kemarau panjang, sungai-sungai tetap ada airnya,” lanjutnya.
Namun, karena letaknya yang dalam dan terlindung, pengambilan air tanah tertekan harus melalui izin resmi dan dikenakan pajak air tanah, tidak bisa dilakukan sembarangan.
Peneliti BRIN menjelaskan baik mata air maupun air tanah yang didapat dengan dibor sebenarnya bisa sama-sama mengambil air dari lapisan akuifer yang sama. Hanya saja, cara pengambilannya berbeda.
“Sekarang, jika disurvei, hampir semua perusahaan AMDK memang menggunakan metode bor, meskipun lokasinya berdekatan dengan mata air,” katanya.
“Tujuannya untuk menjaga kualitas air, terutama dari risiko kontaminasi bakteri. Salah satu kemajuan pemahaman yang paling pesat adalah terkait aspek mikrobiologis, khususnya bakteri. Jadi, meskipun mata air berasal langsung dari bawah permukaan tanah, potensi terpapar bakteri tetap ada. Misalnya, di sekitar mata air sering tumbuh lumut atau terdapat aktivitas biologis di tanah, yang secara alami mengandung berbagai jenis bakteri.”
Menurutnya, penelitian menunjukkan mata air alami tetap berpotensi mengandung bakteri, terutama jika di sekitar lokasi banyak aktivitas manusia, hewan, atau vegetasi padat.
Pemerintah pun, lanjutnya, mendorong penggunaan tersebut untuk menjaga kualitas air yang dikonsumsi masyarakat.
“Kualitas air adalah jaminan utama bagi konsumen. Perusahaan yang profesional biasanya memantau data mikrobiologi secara rutin antara air di mata air dan air hasil bor mereka,” ujarnya.
Selain aspek teknis, Fajar juga menyinggung soal keadilan dalam pemanfaatan sumber daya air, terutama di tengah potensi bonus demografi, saat kebutuhan air meningkat akibat pertumbuhan penduduk.
“Sekarang dengan kondisi bonus demografi seperti ini, apakah pantas satu perusahaan mengeksploitasi mata air sendirian? Tentu tidak. Air itu harus bisa diakses bersama,” tegasnya.
Ia menambahkan, solusi terbaik adalah dengan memanfaatkan sumur bor di sekitar mata air, sehingga perusahaan tetap mendapat pasokan air berkualitas tanpa mengganggu sumber air yang digunakan masyarakat sekitar.
Artikel ini telah tayang di
