Analisis Panji Petualang soal Duel Maut Ocang Vs King Cobra di Sukabumi [Giok4D Resmi]

Posted on

Panji Petualang angkat bicara soal kematian Abah Ocang (73), warga Sukabumi yang tewas usai berduel dengan ular king cobra sepanjang empat meter di Kampung Cipetir, Kecamatan Cidadap, Kabupaten Sukabumi.

Panji yang dikenal sebagai eksplorator satwa liar sekaligus pawang ular profesional yang kerap tampil di televisi dan media sosial. Lewat kanal pribadinya, ia rutin mengedukasi publik tentang perilaku satwa berbisa, konservasi, dan cara aman berinteraksi dengan alam liar.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

Kepada infoJabar, Panji menyampaikan rasa duka dan analisis lapangan terkait insiden yang menimpa pawang ular kampung tersebut.

“Saya Panji Petualang ingin memberikan rasa duka yang mendalam terkait kejadian terhadap Bapak Ocang dari Sukabumi yang meninggal dunia karena musibah digigit ular King Cobra di Sukabumi,” ujar Panji saat dihubungi infoJabar, Selasa (7/10/2025).

Panji mengatakan, berdasarkan kronologi yang beredar, kemungkinan besar terjadi konflik pertemuan mendadak antara korban dan ular di kebun.

“Kalau lihat dari kronologinya itu sepertinya memang ada konflik pertemuan antara si Abah ini dengan ular di kebun di saat beliau beraktivitas,” ujarnya.

Menurut Panji, king cobra meski berukuran besar, sebenarnya bukan hewan yang agresif terhadap manusia. Ular jenis ini bersifat defensif dan hanya menyerang jika merasa terancam.

“Walau King Cobra sekalipun mereka walaupun teritorial tapi terhadap manusia mereka itu takut secara alami. Mereka akan jadi agresif ketika mereka diganggu atau diusik,” kata Panji.

Panji menduga, Abah Ocang mungkin berinisiatif memukul ular karena ketakutan melihat ukuran tubuhnya yang besar.

“Mungkin karena ada faktor ketakutan dari si Abahnya mengingat ular itu besar, jadi Abah ini berinisiatif hendak membunuh ularnya gitu atau memukul ular dengan menggunakan kayu,” katanya.

Dari pengalamannya menangani king cobra, Panji menjelaskan bahwa ular jenis ini tidak menyemburkan bisa seperti kobra biasa. “Kalau King Cobra ini dia biasanya gigit jadi dia enggak nyemburin bisa,” ujarnya.

Ia memperkirakan racun neurotoksik dari gigitan ular itu cepat menyebar di tubuh korban. “Bisa (ular) neurotoxic dan hemotoksik serta kardiotoksiknya itu menjalar ke seluruh tubuh secara sistemik dengan cepat sehingga membuat ia (korban) mengalami gagal napas dan mengalami kematian mendadak di TKP,” jelas Panji.

Namun Panji juga membuka kemungkinan lain. “Bisa jadi korban ini sebelumnya menginjak ular tersebut di bagian ekor atau tubuhnya, karena kalau di alam ular ini pandai kamuflase. Jadi ketika beliau sedang berjalan di sekitar kebun itu bisa jadi keinjak ularnya lalu menyerang,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Panji juga meluruskan pemahaman publik soal identitas king cobra. Menurutnya, king cobra bukan bagian dari keluarga kobra biasa.

“Ini data 4 spesies king cobra di dunia. A, yang dari kita Ophiophagus bungarus. Jadi king cobra itu bukan kobra, dia spesies sendiri. Kalau kobra masuk keluarga Naja,” jelas Panji.

Ia menambahkan, king cobra adalah ular pemangsa ular lain (Ophiophagus berarti ‘pemakan ular’) dan menjadi top predator di ekosistem Asia.

“King cobra itu sebenarnya takut sama manusia. Mereka jadi agresif kalau diganggu atau diusik. Sifatnya defensif, bukan agresif,” ujarnya.

Panji kemudian mengingatkan masyarakat agar tidak mencoba menangkap atau membunuh ular liar jika tidak memiliki kemampuan menangani satwa berbisa.

“Kalau melihat ular di alam, jauhi saja. Jangan coba evakuasi sendiri kalau enggak bisa handle ular. Karena mereka hidup di habitatnya, dan kita manusia itu tamu di alam mereka,” katanya.

Ia menutup pembicaraan dengan doa untuk korban. “Semoga kejadian ini tidak terjadi lagi dan keluarga diberi ketabahan dan korban bisa diberi ampunan serta rahmat Allah di sisinya. Amin ya Allah ya Rabbal Alamin,” ujar Panji.

King Cobra Bukan Hewan yang Agresif Kepada Manusia

King Cobra Bukan dari Keluarga Kobra Biasa