Rumput sintetis yang kembali menghijau terhampar luas di Alun-alun Bandung. Setelah sempat ditutup untuk umum sejak 11 Agustus untuk renovasi, ikon Kota Kembang ini akhirnya kembali dibuka.
Tepat menjelang momen libur Natal dan Tahun Baru (Nataru), Alun-alun Bandung resmi dibuka kembali untuk umum, Kamis (25/12/2025). Kembalinya ruang publik ini langsung disambut antusias oleh wisatawan lokal maupun luar daerah.
Perubahan fisik pascarenovasi menjadi sorotan utama para pengunjung. Perbedaannya mencolok. Tidak ada lagi rumput botak atau sampah plastik yang terselip di sela-sela jahitan karpet. Pola grafis pada lantai terlihat tajam, area taman ditata rapi, dan fasilitas sanitasi pun diperbaiki.
Namun, kini pengunjung tak lagi bisa melenggang bebas dari trotoar Jalan Asia Afrika atau Jalan Dalem Kaum. Sebuah pagar besi hitam kini memisahkan area publik tersebut dari jalanan kota.
Wisatawan menyadari adanya peningkatan kualitas fasilitas, terutama dari segi kebersihan dan kenyamanan taman.
Dini Wahyuni (26), seorang warga asli Bandung yang tengah menemani kerabatnya dari Ciamis, mengapresiasi perubahan positif pada wajah baru Alun-alun. Menurutnya, kondisi saat ini jauh lebih baik.
“Bagus sih sekarang, rumputnya juga lebih bersih dan enak. Tamannya juga sudah diperbaiki. Dulu kan sempat tidak terlalu bagus fasilitasnya. Sekarang Alhamdulillah sudah bagus, sampah-sampah juga sudah tidak banyak, jadi lebih bersih saja,” ujar Dini kepada infoJabar.
Daya tarik Alun-alun Bandung tidak hanya memikat warga lokal. Pengunjung dari kabupaten tetangga pun sengaja datang untuk menikmati suasana kota tanpa harus merogoh kocek dalam-dalam.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Budi Muhamidin (40), pengunjung yang berasal dari Garut, sengaja memboyong istri dan ketiga anaknya ke Bandung khusus untuk mengunjungi tempat ini.
Bagi Budi, Alun-alun menawarkan solusi liburan hemat di tengah mahalnya harga tiket tempat wisata lainnya.
“Sengaja ke sini pengen liburan buat anak-anak biar tidak jenuh di rumah. Tidak terlalu banyak menguras biaya juga,” ungkap Budi.
Budi menilai fasilitas pascarenovasi cukup nyaman untuk ukuran wisata gratis.
“Fasilitasnya cukup nyaman, enak. Untuk liburan sama keluarga lumayan lah,” tambahnya.
Hasil renovasi Alun-alun Bandung tampaknya menarik perhatian anak-anak. Hamparan rumput sintetis yang luas memberikan kebebasan bagi mereka untuk bergerak aktif. Hal ini terlihat dari keceriaan Abinaya (9) asal Cangkring, Baleendah.
“Seru main di sini, bisa sambil main bola,” katanya dengan penuh antusiasme.
Di balik wajah baru, masyarakat berharap kenyamanan ini dapat bertahan lama. Isu klasik seperti pedagang kaki lima (PKL) yang tidak tertib dan harga makanan yang tidak wajar (getok harga) masih menjadi kekhawatiran pengunjung.
Dini (26) menyoroti pentingnya penertiban harga kuliner di sekitar kawasan wisata.
“Harapannya sih tidak terlalu banyak penjual yang sembarangan. Kadang-kadang harganya suka mahal, suka ‘digetok’ harganya,” keluhnya.
Sementara itu, Budi menaruh harapan besar pada aspek keamanan dan kemajuan kota.
“Mudah-mudahan Bandung lebih maju, fasilitasnya terus ditingkatkan, dan keamanannya lebih terjamin,” tutur Budi menutup perbincangan.
Pembukaan kembali Alun-alun Bandung menjelang momen Nataru ini menjadi kado manis bagi pariwisata Jawa Barat. Transformasi ini membuktikan bahwa revitalisasi ruang publik dapat memberikan dampak sosial dan ekonomi yang nyata.
