Rumah bergaya Belanda cukup banyak ditemukan di Indonesia, terutama di kawasan kota tua. Namun, bentuk rumah di Belanda sendiri ternyata jauh berbeda, terutama di Ibu Kota Amsterdam.
Umumnya, rumah-rumah model Belanda di Indonesia ini memiliki halaman depan yang cukup luas untuk memarkir dua mobil, tidak bertingkat, memiliki jendela besar, serta atap miring dari genteng.
Berbeda dengan yang terlihat di Indonesia, rumah-rumah di Amsterdam cenderung sempit dan bertingkat atau vertikal. Melansir infoProperti, hal ini disebabkan oleh karakteristik geografis Amsterdam yang dipenuhi kanal-kanal di tengah kota. Kanal-kanal ini bukan sekadar aliran air biasa, melainkan menjadi bagian dari sistem transportasi yang digunakan warga layaknya jalan raya bagi perahu.
Menurut situs One Nine ELMS, desain rumah-rumah yang sempit tersebut berakar dari kebijakan pajak pada abad ke-17. Saat itu, Amsterdam menjadi pusat perdagangan penting di Belanda dan menerapkan pajak properti berdasarkan lebar fasad bangunan. Semakin lebar bagian depan rumah, semakin tinggi pula pajaknya.
Untuk menghindari beban pajak yang besar, masyarakat Amsterdam menyiasatinya dengan membangun rumah yang sempit di bagian depan namun memanjang ke belakang serta menjulang ke atas. Dengan demikian, mereka tetap mendapatkan ruang yang cukup tanpa harus membayar pajak tinggi. Konsep hunian vertikal pun menjadi pilihan utama.
Dikutip dari What’s Up With Amsterdam, terbatasnya luas lahan yang tersedia di sekitar kanal juga menjadi alasan rumah-rumah di Amsterdam hanya memiliki lebar 5-7 meter. Sebagai gantinya, rumah-rumah tersebut dibangun hingga tiga atau empat lantai, dengan loteng yang kerap digunakan sebagai tempat penyimpanan barang atau bahan makanan.
Data terbaru dari Statistik Belanda yang dianalisis oleh Buildsight dan dilansir NL Times menunjukkan bahwa rata-rata luas rumah di Belanda hanya sekitar 52 meter persegi. Di kota-kota besar, hunian bahkan lebih kecil lagi, hanya 23-35 meter persegi, umumnya berupa apartemen mikro. Ironisnya, meskipun kecil, unit-unit tersebut hanya terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan tinggi.
“Di Belanda, kami telah lama berpegang pada tradisi rumah keluarga tunggal dengan taman di depan dan belakang,” ujar Michel van Eekert dari Buildsight.
“Namun, lahan semakin langka, ukuran petak tanah makin mengecil, dan biaya konstruksi melonjak akibat mahalnya bahan bangunan serta teknologi baru. Maka, membangun rumah yang lebih kecil adalah satu-satunya solusi agar tetap terjangkau,” katanya menambahkan
Selain itu, faktor kepraktisan juga mendukung bentuk rumah vertikal. Karena rumah-rumah tersebut sempit dan bertingkat, sistem katrol atau hijsbalken digunakan untuk mengangkat barang ke lantai atas. Sistem ini sudah menjadi bagian khas dari arsitektur rumah di Amsterdam, dan dirancang untuk memudahkan proses pemindahan barang ke dalam rumah melalui jendela-jendela besar di lantai atas.
Artikel ini sudah tayang di infoProperti