Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menjelaskan alasan di balik keputusannya memperluas kebijakan penghentian sementara penerbitan izin perumahan ke seluruh wilayah Jawa Barat.
Kebijakan yang sebelumnya hanya berlaku di Bandung Raya itu ditegaskan sebagai langkah mitigasi bencana di tengah kondisi Jawa Barat yang dinilainya berada dalam situasi darurat kebencanaan.
Dedi tak menampik bahwa secara hierarki hukum, surat edaran memang tidak memiliki kekuatan setara dengan undang-undang maupun peraturan daerah. Namun kondisi objektif yang dihadapi Jawa Barat saat ini menuntut adanya respons cepat dari pemerintah.
“Saya memahami bahwa surat edaran yang dikeluarkan itu pasti memiliki kekuatan hukum yang lemah. Jauh di atas undang-undang. Saya memahami itu. Tetapi situasi kita hari ini adalah situasi kebencanaan. Di mana banjir terus terjadi, longsor terus terjadi,” ucap Dedi, Senin (15/12/2025).
Ia menilai, bencana yang berulang kali melanda berbagai daerah di Jawa Barat tidak bisa dilepaskan dari persoalan tata ruang dan perizinan yang selama ini berjalan keliru. Kesalahan tersebut membuat banyak bangunan berdiri di lokasi-lokasi yang seharusnya dilindungi dari aktivitas pembangunan.
Menurut Dedi, masalah bermula dari penetapan rencana tata ruang yang tidak tepat, lalu berlanjut pada penerbitan izin bangunan yang abai terhadap risiko lingkungan.
“Sehingga banyak bangunan yang dibangun di atas rawa. Banyak bangunan yang dibangun di atas permukaan sawah. Banyak bangunan yang dibangun di atas daerah aliran sungai. Banyak bangunan yang dibangun di atas perbukitan yang memiliki potensi bencana,” katanya.
Dedi menegaskan, kekeliruan dalam regulasi daerah maupun perizinan bangunan tersebut berpotensi besar memicu bencana. Karena itu, surat edaran diterbitkan sebagai bentuk pencegahan agar kerusakan lingkungan dan risiko korban dapat ditekan.
“Kekeliruan itu berpotensi menimbulkan bencana. Sehingga surat edaran itu adalah sebagai upaya mitigasi untuk mencegah terjadinya bencana yang lebih besar,” tegasnya.
Dalam situasi darurat, Dedi menilai keselamatan warga harus menjadi prioritas utama. Ia menekankan bahwa aturan dan prosedur hukum tidak akan berarti apa-apa jika negara gagal melindungi masyarakat dari ancaman bencana.
Ia pun menegaskan, seorang pemimpin memiliki tanggung jawab moral dan politik untuk mengambil langkah-langkah strategis demi keselamatan publik, meski kebijakan tersebut kerap menuai perdebatan.
“Pemimpin harus mengambil kebijakan-kebijakan strategik. Untuk apa? Melindungi warganya dari bencana,” pungkasnya.
Sebelumnya, Dedi memperluas kebijakan penghentian sementara penerbitan izin perumahan seperti tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor: 180/HUB.03.08.02/DISPERKIM yang diterbitkan pada 13 Desember 2025.
Dalam surat edaran tersebut, ditegaskan menegaskan bahwa potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir bandang dan tanah longsor tidak hanya mengancam Bandung Raya, melainkan hampir seluruh daerah di Jawa Barat.
“Potensi bencana alam hidrometeorologi berupa banjir bandang dan tanah longsor bukan hanya terjadi di wilayah Bandung Raya, tetapi juga di seluruh wilayah Jawa Barat,” tulis surat edaran tersebut.
