Kabupaten Cirebon kembali mengukuhkan posisinya sebagai salah satu lumbung utama Pekerja Migran Indonesia (PMI). Sepanjang tahun 2025, tercatat sebanyak 8.803 warga Cirebon memilih melintasi batas negara, meninggalkan kampung halaman demi menjemput harapan akan kehidupan yang lebih layak.
Di balik angka ribuan tersebut, terselip kisah perjuangan yang tak sederhana. Salah satunya datang dari Siti (27), seorang ibu muda asal Kecamatan Pabuaran. Gurat haru tampak jelas di wajahnya saat menghadiri peringatan Hari Migran Internasional di Kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Cirebon, Senin (29/12/2025).
Tahun ini menjadi tonggak sejarah bagi hidupnya. Untuk pertama kali, Siti akan menginjakkan kaki di negeri orang sebagai pekerja migran nonformal. “Iya, ini baru pertama kali ke luar negeri. Tujuan saya Singapura,” ujar Siti dengan mata berbinar, menyimpan harapan besar di balik langkah berat yang akan ia ambil.
Keputusan Siti untuk merantau sebenarnya bukan rencana mendadak. Niat itu sudah tertanam sejak lima tahun silam. Namun, naluri sebagai ibu sempat menahan langkahnya karena sang buah hati yang kala itu masih bayi membutuhkan dekapan hangatnya.
“Sebenarnya sudah ada niatan dari lima tahun lalu. Tapi karena masih punya bayi, jadi saya tunda. Baru tahun ini berangkat setelah cari-cari informasi kerja di luar negeri,” tuturnya.
Kini, dorongan ekonomi membulatkan tekadnya. Dengan dua anak yang menanti masa depan, penghasilan di kampung halaman dirasa tak lagi cukup untuk menopang kebutuhan keluarga. Siti pun telah mengantongi restu dari sang suami untuk bekerja di Singapura. “Saya rela jauh demi masa depan anak-anak yang lebih baik,” ucapnya lirih.
Siti bukan sekadar ingin bekerja. Ia memiliki cetak biru masa depan yang jelas. Dari setiap tetes keringatnya nanti, ia bermimpi bisa membeli sebidang tanah dan membangun hunian mandiri. “Pinginnya nanti bisa beli tanah, terus bangun rumah. Soalnya sekarang masih tinggal bareng orang tua, nggak enak terus-terusan, takut ngerepotin,” katanya.
Sebelum terbang, Siti telah dibekali berbagai kompetensi di Lembaga Pelatihan Kerja (LPK), mulai dari penguasaan bahasa hingga keterampilan teknis. Ia merasa lebih percaya diri karena berangkat melalui jalur resmi. “Semua sudah diajarin, dari bahasa sampai pekerjaan. Alhamdulillah sudah dapat kontrak, walaupun harus magang dulu,” ujarnya penuh syukur.
Fenomena ini mendapat perhatian serius dari Wakil Bupati Cirebon, Agus Kurniawan Budiman. Ia menyebut para PMI sebagai pejuang devisa yang memberikan kontribusi masif bagi ekonomi daerah. Berdasarkan data, jika rata-rata satu PMI mengirimkan Rp5 juta per bulan, maka terdapat perputaran uang sekitar Rp400 miliar hingga Rp500 miliar setiap bulannya di Kabupaten Cirebon.
“Tahun ini ada 8.803 PMI yang berangkat. Kita ingin membekali mereka dengan literasi keuangan, sesuai jargon ‘Berangkat jadi pekerja migran, pulang jadi juragan’,” tegas Agus. Ia menekankan pentingnya keberangkatan jalur resmi agar perlindungan negara hadir sepenuhnya bagi mereka.
Agus berharap, hasil jerih payah para PMI tidak habis begitu saja, melainkan menjadi modal untuk kemandirian ekonomi saat kembali ke tanah air. Di balik statistik ribuan PMI asal Cirebon, tersimpan ribuan mimpi serupa Siti-tentang rumah sederhana, pendidikan anak, dan martabat hidup yang lebih baik.
