olam renang tidak hanya menjadi tempat berolahraga bagi masyarakat. Namun, juga menjadi salah satu tempat untuk rekreasi yang tentunya mendatangkan kenangan tersendiri bagi siapa pun yang datang ke sana.
Di Jawa Barat, ada sejumlah kolam renang, bahkan di antaranya legendaris, yang kini hanya tinggal menyisakan kenangan dan bahkan bangunannya pun terbengkalai. Berikut daftarnya.
Yuli’s Swimming Pool atau kolam renang Yuli’s merupakan saksi bisu berdirinya perkembangan dunia rekreasi di Kota Bandung. Kolam renang Yuli’s dianggap sebagai pelopor wisata rekreasi kolam renang.
Bisa dibilang Yul’s merupakan salah satu kolam renang legendaris. Sayang, kini nasibnya miris. Kotor dan rusak. Sejumlah dinding bangunan retak. Cat dinding mengelupas. Beberapa bagiannya juga ambruk. Reruntuhannya berserak. Mungkin, suasananya nampak seram saat malam hari.
Tingkat kejernihan air kolamnya pun tak perlu ditanya. Ya, berwarna hijau dan berlumut. Bagian pinggir kolam renangnya pun tumbuh pohon dan rumput. Kolam renang legendaris ini tak lagi dibuka untuk umum alias berhenti beroperasi.
Saat infojabar mengunjungi kolam renang Yuli’s pada 2022 lalu, pintu masuknya digembok. Yang tersisa hanya catatan dam imbauan bagi pengunjung yang ingin renang. Seperti harga tiket, tempat parkir, aturan mengantri, hingga aturan saat renang. Dalam kaca loket terpampang harga tiket terakhir yang dijual pengelola kolam renang, harganya Rp 30 ribu untuk umum.
Tak hanya itu, papan nama kolam renang Yuli’s juga berganti nama menjadi Selly’s. infoJabar belum berhasil menemui pengelola kolam renang Selly’s.
Kolam renang Selly’s, yang sebelumnya bernama Yuli’s ini berlokasi di Jalan Rancagoong Kecamatan Batununggal, Kota Bandung. Tak jauh dari Trans Studio Mall, atau bisa ditempuh dalam waktu sekitar delapan menitan.
Kolam renang Yuli’s begitu dekat di hati masyarakat sepanjang Jalan Rancagoong. Sebab, kolam renang ini sempat menghidupkan perekonomian masyarakat sekitar. Tentunya saat masih berjaya. Menurut Gugun (53), warga Jalam Rancagoong yang rumahnya persis di depan kolam renang ini mengaku mengikuti perkembangan naik turunya pengunjung.
Gugun menceritakan kolam renang Yuli’s dibangun sekitar tahun 1982. Saat itu pemiliknya adalah Cornelis Jack Sopamena. “Keluarga Sopamena pemiliknya. Kemudian pindah tangan (kepemilikan) ke keluarganya lagi,” kata Gugun saat berbincang dengan infojabar, Rabu (2/3/2022).
Gugun mengaku tak bisa menceritakan secara rinci soal peralihan kepemilikan kolam renang legendaris itu. Namun, beberapa sumber menyebutkan, kolam renang Yuli’s tiga kali berpindah ke pemilikan, dari Cornelis Jack Sopamena ke Benjamin Sopamena. Kemudian, pindah lagi kepemilikannya ke tangan H Deden.
“Kalau tidak salah itu tahun 2000’an namanya ganti dua kali. Sampai sekarang namanya Selly’s,” kata Gugun.
Kolam renang Yuli’s terbilang tak mengikuti zaman. Tak ada inovasi dalam fasilitas yang disediakannya. Menurut warga sekitar, kondisi tersebut mengakibat Yuli’s ditinggal oleh pengunjung. Sebab, kolam renang lainnya mulai muncul dan menyediakan fasilitas yang lebih lengkap.
“Dulu tempat renang kan masih jarang. Sekarang banyak. Ya menurut saya kalah sama yang lain, jadi gak ramai dan tutup,” kata Gugun.
Sang Raja merupakan kolam renang tertua dan pertama di Kabupaten Majalengka. Kolam renang ini berlokasi di Kelurahan/Kecamatan Cigasong, Kabupaten Majalengka.
Kolam renang ini pernah menjadi primadona masyarakat Majalengka untuk rekreasi. Namun kolam renang yang sudah ada sejak 1819 itu kini kondisinya sudah memprihatinkan.
“Kolam sang raja ini sampai tahun 1990an masih menjadi tempat hiburan utama kota Majalengka. Karena belum ada kolam renang modern,” kata Ketua Grumala (Group Madjalengka Baheula) sekaligus penikmat sejarah Majalengka, Nana Rohmana atau akrab disapa Naro.
Kolam renang ini memiliki sejuta kenangan bagi warga Majalengka, termasuk Naro. Tiket masuk ke kolam renang ini hanya Rp100 rupiah.
“Dulu waktu saya kecil Rp100 perak (tiket masuk kolam sang raja),” ujar Naro.
Kolam renang ini penuhnya milik Pemkab Majalengka. Sekitar tahun 2000-an, kolam renang ini pernah dikelola pihak swasta yang berlangsung selama satu tahun. Sepi pengunjung jadi faktor pihak swasta mundur dari status pengelolaan kolam sang raja.
“Saat dikelola sama swasta sebagai rekanan dari Pemda ada tempat wahana permainan lain seperti playing fox, ATP, perahu-perahu, udah lumayan modern. Cuma mungkin promosinya kurang karena dulu mah belum seramai sekarang pengguna internet nya, ya tetep sepi,” ucap dia.
Ramainya kolam renang modern menjadi penyebab kolam renang sang raja ditinggalkan pengunjung. Tidak adanya inovasi penambahan wahana baru menjadi salah satu pemicu wisata ini sepi pengunjung.
“Kemudian muncul kolam-kolam modern seperti Tirta Indah akhirnya meredup. Karena sampai tahun 90an belum pernah diadakan perehaban atau renovasi hanya ada penambahan kolam di belakangnya itu juga pada tahun 80an,” jelas Naro.
Fasilitas di tempat ini mempunyai 3 kolam renang. Adapun 2 kolam renang yang berada di bagian belakang kolam utama, merupakan kolam tambahan pada tahun 1980-an.
“Kolam yang depan satu dan yang belakang itu tambahan pada tahun 80an. Jadi ada 3 kolam. Kemudian ada joglo tempat duduk terus didepan ada panggung kecil. Kamar kecil untuk MCK (Mandi, Cuci, Kakus) itu sudah runtuh bangunannya itu sudah hancur,” kata Naro.
Sementara itu, kondisi kolam tersebut terlihat kumuh seperti terbengkalai. Sangat disayangkan kolam renang sejuta kenangan ini jika tidak direvitalisasi kembali.
“Harapannya sih dihidupkan atau diramaikan lagi ya, tempat legendaris warga Majalengka juga kan. Semoga saja ada perhatian lagi lah untuk menghidupkan kembali aktivitas di sana,” ucap dia.
Di kolam sang raja sendiri beberapa pohon berukuran besar tampak masih berdiri kokoh. Pohon itu merupakan cendramata dari daerah lain saat peresmian sang raja. Usia pohon itu diperkirakan sudah 1 abad.
Pemandian air panas Cimanggu atau Cimanggu Hot Spring Ciwidey sempat menjadi primadona bagi wisatawan. Namun kali ini kondisinya berbeda, tempat wisata tersebut telah tutup dan tidak berfungsi.
Pantauan infoJabar di lokasi, pemandian air panas tersebut saat ini telah kosong bahkan terkesan seperti tempat yang angker. Beberapa bangunan nampak terlihat rusak tidak terawat.
Terdapat tiga kolam di area tersebut yang saat ini kondisinya memprihatinkan. Satu kolam untuk anak kecil yang dulunya berisi air hangat kini hanya berisi air hujan yang menggenang.
Tidak hanya itu, salah satu perosotan pun masih terpajang namun terlihat rusak. Bahkan puluhan gazebo yang terbuat dari kayu terlihat masih berdiri namun sudah rapuh.
Saat ini tempat tersebut hanya digunakan untuk bermain anak-anak setempat. Karena tak jauh di belakang kolam terdapat beberapa rumah yang masih berpenghuni.
“Ini tutupnya pas ada COVID-19 kemarin,” ucap salah satu mantan penjaga warung di Cimanggu Hot Spring, Babap (60).
Sambil mengenakan jaket beserta kupluknya, Babap menjelaskan area wisata tersebut ditutup bersamaan dengan kontrak pengelola yang telah habis.
“Kontrak habis pas waktu COVID-19. Dulunya aktif sebagai kolam panas Cimanggu,” katanya.
Babap menuturkan tempat tersebut sempat ada kabar akan difungsikan kembali. Namun, kata dia, kabar hanya sekedar kabar hingga saat ini pun masih belum ada kejelasan.
“Ada rencana dihidupkan, tapi belum ada yang jadi. Perkiraan mah Rp 1 miliar lebih untuk merenovasi,” jelasnya.
Menurutnya saat ini banyak anak-anak setempat menggunakan area wisata tersebut untuk bermain. “Sering ada yang main, paling warga sekitar,” tuturnya.
Cimanggu Hot Spring telah menjadi kenangan bagi masyarakat yang selalu mengunjungi tempat tersebut. Jika lelah, masyarakat selalu menjadikan tempat tersebut untuk merelaksasi tubuh dengan berendam di kolam air panas.
Saat ini kondisinya telah berbeda, terlihat angker. Apalagi jika malam hari area tersebut mungkin saat ini cocok dijadikan untuk wisata horor.
Di zaman kolonial, warga Belanda suka plesiran ke Cimahi, Bandung. Tepatnya di Berglust, yang sekarang hanya tersisa reruntuhan dan kenangan.
Tak ada yang menyangka di balik benteng sepanjang kurang lebih 8.000 meter persegi tersimpan sejarah pariwisata di era kolonial Belanda. Ialah Berglust, hotel dan kolam renang yang amat mahsyur pada masanya di tengah kota militer, Cimahi.
Berglust yang berlokasi di Jalan Sukimun, Kelurahan Baros, Kecamatan Cimahi Tengah ini dikenal sebagai tempat pelesiran warga Belanda. Hotel dan kolam renang itu dibangun sekitar pada awal tahun 1900-an.
Namun, pada akhir era kejayaannya warga pribumi pun dapat merasakan fasilitas kolam renang yang menjadi bagian dari hotel.
Menariknya, Berglust juga memiliki kebun binatang mini dan taman yang ditata indah hasil buah tangan Van der Lugh pada 1967, pria asal Belanda yang juga menangani Bandung Zoo atau Derenten. Alhasil, warga pun dapat melihat berbagai satwa seperti buaya, burung kaswari, rusa bintik, berbagai macam ular.
“Kalau dulu orang pribumi hanya sebagai pegawai. Dulu tak hanya Belanda tapi juga orang Tionghoa di Kota Cimahi juga sering berenang di sini,” kata Waluyo Slamet, Ketua RT 1 RW 4 Kelurahan Baros yang juga saksi hidup kejayaan Berglust, saat ditemui infotravel, Rabu (20/3/2019).
Namun, seiring dengan konflik yang menjalari kepengurusan Berglust, kolam pun berhenti dibuka pada 2003 silam. Menyusul ‘matinya hotel yang kini bangunannya dijadikan asrama, sekolah dan rumah pemukiman warga.
Kolam Berglust kini hanya tinggal kenangan bagi Waluyo yang sempat bekerja di bagian logistik Berglust. Semak belukar pun tumbuh tak terurus di hampir semua sudut kolam Berglust. Dua kolam renang yang dulu menjadi primadona, kini ditumbuhi lumut.
infoTravel pun melihat bekas bangunan yang dulu menjadi tempat tiket, pemandian, dan tempat beristirahat Van der Lugh. Atap-atapnya jebol dan lembap.
Terlihat beberapa patung binatang yang telah rusak, bahkan tampaknya ada patung yang dicuri. Beberapa kandang hewan pun masih terlihat berdiri, walau kini diselimuti semak belukar.
“Saya ingat sekali, dulu pengunjungnya tak hanya datang dari Kota Cimahi, tapi juga dari berbagai wilayah lainnya, mengingat dekatnya stasiun kereta dengan Berglust,” tutur Waluyo.